Aliran Modal Asing Cabut Rp3,01 Triliun dalam Sepekan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia mencatat aliran modal asing keluar dari pasar keuangan dalam negeri sebesar Rp3,01 triliun dalam periode 5-6 Februari 2024.
"Di periode tersebut, nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp3,01 triliun terdiri dari jual neto Rp2,79 triliun di pasar SBN, beli neto Rp0,27 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp0,49 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)," jelas Asisten Gubernur BI, Erwin Haryono dalam keterangan tertulis yang dikutip, Sabtu (10/2/2024).
1. Capital outflow picu premi risiko naik tipis
Secara year to date (ytd) atau sejak 1 Januari hingga 7 Februari 2024, terjadi aliran modal asing masuk Rp0,25 triliun di pasar SBN, beli neto Rp11,64 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp31,52 triliun di SRBI.
Aliran modal asing keluar pun ikut berdampak pada kenaikan premi risiko investasi atau premi credit default swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun per 6 Februari menjadi 73,25 bps, naik dibandingkan 2 Februari 2024 sebesar 72,26 bps.
2. Imbal hasil SBN tenor 10 tahun turun ke level 6,59 persen
Editor’s picks
Kemudian sisi imbal hasil surat utang negara atau Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun naik ke 6,61 persen pada Selasa (6/2/2024), namun pada Rabu (7/2/2024) sudah mengalami penurunan ke level 6,59 persen.
Sedangkan yield treasury tenor 10 tahun pemerintah AS naik ke level 4,100 persen pada Rabu (7/4/2024).
Baca Juga: Bank Indonesia: Rupiah Terkendali, So Far So Good
3. BI optimalkan bauran kebijakan
Dengan demikian, Bank Indonesia berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dalam menjaga stabilitas makroekonomi.
"BI akan mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut," tegasnya.
Adapun kebijakan moneter akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sementara kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi-keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth).
Baca Juga: Inflasi Selalu Terjadi di Januari, BPS Ungkap Pemicunya