BI: Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Ringgit hingga Won

Aliran modal asing hingga 15 Januari capai US$ 3 miliar

Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa kinerja nilai tukar rupiah hingga 16 Januari 2024 relatif stabil. Hal ini tercermin dari depresiasi nilai tukar rupiah yang hanya sebesar 1,24 persen dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2023.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan rupiah masih lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya, seperti ringgit Malaysia, Bath Thailand dan won Korea Selatan. 

"Perkembangan nilai tukar rupiah relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya, ringgit melemah 1,95 persen, bath melemah 2,82 persen, won melemah 3,24 persen," ungkap Perry dalam Konferensi Pers RDG, Rabu (7/1/2024). 

Baca Juga: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Hajar Dolar AS

1. Rupiah stabil karena aliran modal asing mulai masuk

BI: Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Ringgit hingga Wonilustrasi UMP. (IDN Times/Aditya Pratama)

Perry menyampaikan stabilnya nilai tukar rupiah juga didukung oleh kebijakan stabilisasi BI dan kembali masuknya aliran portofolio asing. Hal ini sejalan dengan tetap menariknya imbal hasil aset keuangan domestik dan tetap positifnya prospek ekonomi Indonesia.

"Aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio ke pasar keuangan domestik juga terus berlanjut dengan net inflows hingga akhir tahun 2023 tercatat sebesar 5,4 miliar dolar AS dan pada Januari 2024 (hingga 15 Januari 2024) tercatat sebesar 3,0 miliar dolar AS," jelas Perry. 

2. Rupiah diperkirakan terus stabil

BI: Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Ringgit hingga Wonilustrasi rupiah (IDN Times/Umi Kalsum)

Ke depan, Perry mengatakan nilai tukar rupiah akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat, sejalan dengan meredanya ketidakpastian global, kecenderungan penurunan yield obligasi negara maju, dan menurunnya tekanan penguatan dolar AS. 

Faktor yang mendorong penguatan rupiah adalah kebijakan stabilisasi BI serta penguatan strategi operasi moneter promarket melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). 

"Koordinasi erat antara BI dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha terus diperkuat untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor SDA sejalan dengan PP No. 36/2023,” tutur Perry.

Baca Juga: Sukuk Pilihan Investasi Tanpa Riba, Kenali Kriterianya  

3. The Fed mulai turunkan suku bunga Semester II

BI: Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Ringgit hingga WonRate Ekonomi Dunia (pixabay.com/geralt)

Perry menjelaskan siklus kenaikan suku bunga kebijakan moneter negara maju, termasuk Fed Funds Rate (FFR)  telah berakhir meskipun masih bertahan tinggi pada semester I 2024. 

"The Fed mulai menurun pada semester II 2024. Yield obligasi pemerintah negara maju, termasuk US Treasury, menurun secara gradual tapi masih berada di level tinggi sejalan dengan premi risiko jangka panjang (term-premia) terkait besarnya pembiayaan fiskal dan utang pemerintah AS," tegasnya.

Menurutnya, penguatan nilai tukar dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia juga berkurang. Perkembangan tersebut mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing dan mengurangi tekanan pelemahan nilai tukar di emerging market, termasuk Indonesia.

Ke depan, beberapa risiko global tetap perlu dicermati karena dapat memengaruhi ketidakpastian perekonomian dunia.

"Seperti berlanjutnya ketegangan geopolitik, pelemahan ekonomi di sejumlah negara utama, termasuk Tiongkok, serta kepastian waktu dan besarnya penurunan suku bunga moneter negara maju, khususnya FFR."

Baca Juga: Cara Pinjam Uang di BPJS Ketenagakerjaan, Ini Syaratnya

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya