Gawat, Banyak Negara Tidak Mampu Bertahan Hadapi Gejolak Global 

Pertumbuhan ekonomi global melemah dikisaran 2,1-2,8 persen

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan banyak negara tidak mampu bertahan dalam menghadapi tekanan gejolak global. Hal ini berimplikasi pada pelemahan ekonomi global.

Ia menjelaskan ada beberapa faktor pelemahan ekonomi global, salah satunya eskalasi geopolitik yang terjadi antara Rusia vs Ukraina dan blok negara-negara maju di dunia. Selain itu, terjadi debt distress (kesulitan utang) di banyak negara baik negara berkembang maupun negara maju.

"Ini menghalangi pemulihan ekonomi. Di beberapa negara sektor keuangan mengalami kerapuhan, inflasi yang tinggi dan suku bunga yang meningkat menjadi salah satu faktor yang mengerosi pertumbuhan ekonomi negara tersebut," ucapnya dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (26/6/2023).

Baca Juga: Ekonomi Global Anjlok Satu Dekade Terakhir, Begini Kondisi RI

1. Manufaktur global mulai turun

Gawat, Banyak Negara Tidak Mampu Bertahan Hadapi Gejolak Global Ilustrasi perusahaan garmen. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Di samping itu, kinerja manufaktur global Purchasing Manufacturing Index (PMI) juga menurun seiring permintaan yang melemah. Bahkan dalam catatannya, hanya 24 persen negara yang PMI-nya bisa dikategorikan ekspansi dan akselerasi yakni India, Filipina, Rusia, Jepang, dan Tiongkok.

Kemudian hanya 14 persen negara yang PMI nya dikategorikan di zona ekspansi di antaranya Meksiko, Thailand, dan Indonesia.

"Mayoritas negara PMI manufakturnya dalam kondisi kontraksi dan ini memang menggambarkan bahwa kondisi ekonomi keseluruhan, termasuk perdagangan global mengalami pelemahan," ucapnya.

Proyeksi laju perdagangan Internasional juga menunjukkan pelemahan sangat signfikan yakni hanya 2,4 persen tahun ini. Proyeksi ini jauh melemah dibandingkan  realisasi tahun lalu yang sebesar 5,1 persen dan di 2021 sebesar 10,6 persen.

Di sisi lain, permintaan akan mulai menurun seiring melemahnya ekonomi global. Sri Mulyani memperkirakan akan menurun, tetapi levelnya masih jauh lebih tinggi dari kondisi sebelum terjadi pandemik.

"Ini gambarkan pergulatan kebijakan level makro dan moneter masih akan jadi satu tema yang sangat dominan," tegasnya.

Baca Juga: Waspada, Menkeu Ingatkan Manufaktur Mulai Merosot

2. Laju ekonomi global makin tidak pasti

Gawat, Banyak Negara Tidak Mampu Bertahan Hadapi Gejolak Global ilustrasi perekonomian (pixabay.com/Geralt 9301)

Menkeu menyebut proyeksi pertumbuhan ekonomi global makin tidak pasti. Hal ini sesuai proyeksi lembaga Internasional seperti IMF, World Bank, dan OECD.

"Pelemahan ini diakibatkan berbagai hal. Bank Dunia tahun ini proyeksi ekonomi global 2,1 persen, IMF 2,8 persen dan OECD 2,7 persen. Tahun depan ekonomi global, sedikit lebih membaik, namun masih banyak ketidakpastian," ujarnya.

Baca Juga: 96 Negara Jadi Pasien IMF, Jokowi: Situasi Dunia Sangat Sulit

3. Harga komoditas mulai turun

Gawat, Banyak Negara Tidak Mampu Bertahan Hadapi Gejolak Global ilustrasi batu bara (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, dia mengatakan untuk harga komoditas diproyeksi masih menurun seiring permintaan global yang melemah. 

Komoditas natural gas periode Januari-Juni atau year to date (ytd) sudah terkoreksi 38 persen, batu bara mengalami penurunan hingga 63,8 persen (ytd), sedangkan Brent juga turun 14,3 persen (ytd). Begitu juga dengan CPO turun 15,1 persen, komoditas gandum juga menurun 7,6 persen, harga kedelai turun 7,1 persen, dan jagung turun 0,8 persen (year to date).

"Harga pangan masih alami gejolak dan ketidakpastian. Ini timbulkan dampak pelemahan ekonomi dunia. Satu sisi harga sebabkan inflasi," tuturnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya