Geram Disindir Suka Ngutang, Sri Mulyani: Anda Ketinggalan Kereta!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku geram atas sindiran yang dilontarkan beberapa pihak yang menjulukinya gemar berutang. Kenyataannya, kata dia, memang butuh pembiayaan besar untuk menangani dan mengantisipasi tantangan globa.
"Kalau di ruangan ini Anda hanya mengatakan menteri keuangan itu utang melulu. Anda ketinggalan kereta jauh banget, karena sekarang itu we are taking about so many choices of instrument untuk menghadapi tantangan yang makin kompleks," kata Sri Mulyani dalam acara Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2023 di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Kamis (20/7/2023).
Baca Juga: Bukan China, Ini Negara Pemberi Utang Luar Negeri Terbesar untuk RI
1. Isu perubahan iklim berkaitan dengan masalah pembiayaan dan keuangan negara
Sri Mulyani mengatakan perubahan iklim menjadi ancaman besar bagi kemanusiaan, ekonomi, sistem keuangan, dan cara hidup kita. Apalagi, laju emisi gas rumah kaca terus meningkat secara eksponensial.
Dia menjelaskan, perubahan iklim, sebagai salah satu tantangan terbesar global, berkaitan juga dengan masalah pembiayaan. Oleh karena itu, dia menekankan perlu kerja sama global untuk menghadapi tantangan ini, baik dari sisi pembiayaan, teknologi, dan keahlian untuk mencapai transisi energi yang adil dan terjangkau bagi semua negara.
Bagi Indonesia, perubahan iklim memiliki konsekuensi terhadap keuangan negara yang sama besarnya dengan pandemik dan krisis keuangan.
"Inilah kenapa kementerian keuangan sering mengatakan soal perubahan iklim, dan kita harus mempersiapkan dari sekarang," ungkap Menkeu.
Baca Juga: Pengamat: Investasi Global Percepat Transisi Energi Indonesia
2. Indonesia punya opsi sumber pembiayaan
Di tengah kondisi itu, dia menyebut Indonesia memiliki beberapa macam sumber pembiayaan untuk membiayai perubahan iklim, misalnya dengan utang atau ekuitas seperti pasar karbon.
"Apakah menggunakan instrumen pajak atau insrtumen subsidi. Apakah menggunakan instrumen utang atau instrumen ekuitas," tuturnya.
3. Komitemen Indonesia atasi perubahan iklim tidak sekedar retorika
Lebih lanjut, Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk mencapai target emisi nol pada 2060 atau lebih awal. Salah satunya, melalui Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia yang telah ditingkatkan.
Pengurangan emisi CO2 yang awalnya ditargetkan hanya 29 persen, sekarang ditingkatkan menjadi 31,89 persen melalui upaya sendiri. Sedangkan apabila digabungkan dengan dukungan global, target pengurangan emisi CO2 meningkat menjadi 43,2 persen dari target semula 41 persen.
Dengan begitu, Menkeu menilai Indonesia perlu menyeimbangkan antara memenuhi komitmen bersama secara global soal penurunan emisi, Di sisi lain, perlu juga mempertimbangkan kepentingan nasional dan memberikan edukasi ke masyarakat terkait berbagai kebijakan yang ditempuh pemerintah.
"Tidak hanya retorika tapi juga tekun menghadapi dari sisi kebijakannya akan gimana, instrumen apa yang harus dipakai, ngobrol sama bisnisnya seperti apa, kemudian edukasinya ke masyarakat seperti apa," kata Sri Mulyani.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Pandemic Fund G20 Baru Terkumpul Rp25,5 Triliun