Harga Komoditas Turun, Penerimaan Pajak Mulai Lesu

Penerimaan pajak Januari-Mei hanya tumbuh 17,7%

Jakarta, IDN Times - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penerimaan pajak hingga akhir Mei 2023 terkumpul Rp830,29 triliun atau 48,33 persen dari target tahun ini.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan secara kumulatif (Januari hingga Mei), penerimaan pajak hanya tumbuh 17,7 persen. Jumlah itu menurun jika dibandingkan dengan periode Januari-Mei 2022, yang mampu tumbuh 53,5 persen.

Sementara itu, berdasarkan kinerja per bulan, penerimaan pajak Mei hanya tumbuh 2,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

"Kinerja penerimaan per bulan baik growth per bulan maupun kumulatif memang makin melandai atau menurun dan tidak sekuat seperti awal tahun. Karena tahun lalu pertumbuhannya sudah sangat tinggi," ucap Menkeu dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Senin (26/6/2023).

Baca Juga: Menunggak Pajak Rp71 Miliar, 91 Rekening Wajib Pajak Diblokir DJP Bali

1. Faktor penerimaan pajak melambat

Harga Komoditas Turun, Penerimaan Pajak Mulai LesuIlustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat) (2020)

Sri Mulyani menyampaikan kinerja penerimaan pajak yang melambat, disebabkan faktor high base effect, yakni penerimaan pajak pada 2022 sudah sangat tinggi. Menkeu menjelaskan, hal itu dipengaruhi tingginya harga komoditas pada tahun lalu.

Sementara itu, tren harga komoditas menurun hingga Mei, sehingga terjadi perlambatan impor.

“Penerimaan pajak hingga Mei tumbuh 17,7 persen, masih tumbuh dua digit. Ini hal yang tentu patut kita syukuri dan kita jaga karena ini akan terus meningkatkan penerimaan negara dalam rangka menopang kegiatan perekonomian dalam bentuk belanja-belanja,” imbuhnya.

Ke depan, penerimaan pajak diperkirakan akan termoderasi. Pasalnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tidak berulang pada tahun ini. Sementara penerimaan pajak mengikuti fluktuasi konsumsi, belanja pemerintah, impor, dan harga komoditas.

Baca Juga: Ada Gerakan Tolak Bayar Pajak, Ini 6 Manfaat Pajak buat Masyarakat

2. PPh Non Migas masih tinggi

Harga Komoditas Turun, Penerimaan Pajak Mulai Lesuilustrasi arus kas (IDN Times/Aditya Pratama)

Bendaraha Negara memerinci, Pajak Penghasilan (PPh) non migas tercatat Rp486,94 triliun atau 55,74 persen dari target. Pencapaian ini tumbuh 16,40 persen jika dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu.

Sementara itu, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPnBM akhir Mei 2023 ini tercatat Rp300,64 triliun atau 40,47 persen dari target. Realisasi ini juga tumbuh 21,31 persen yang didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi yang ekspansif.

"Kenaikan dari PPh non migas dan PPN ini menggambarkan secara langsung tidak langsung kegiatan ekonomi, karena ini kegiatan ekonomi yang kemudian menimbulkan implikasi kewajiban pajak," katanya.

Kemudian, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya juga tumbuh 77,24 persen atau Rp5,78 triliun. Realisasi PBB dan pajak lainnya ini juga telah mencapai 14,45 persen dari target.

"Untuk PPh Migas tercatat Rp36,94 triliun atau 60,12 persen dari target. Kinerja PPh Migas tumbuh 2,48 persen (YoY), ini didorong oleh penurunan harga komoditas," kata Sri Mulyani.

Baca Juga: Ramai Seruan Tak Usah Bayar Pajak, Dirjen Pajak Buka Suara

3. Kontribusi PPh Badan hingga 28,7 persen

Harga Komoditas Turun, Penerimaan Pajak Mulai Lesuilustrasi dokumen pajak. (Pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan, secara keseluruhan pajak tumbuh positif, meski beberapa jenis mengalami perlambatan dibandingkan 2022.

Perlambatan ini, disebabkan rendahnya basis penerimaan tahun 2021 akibat insentif pajak, yaitu PPh 22 Impor dan PPh Badan. Secara rinci, PPh 21 tumbuh 16,7 persen atau menyumbang 11,1 persen terhadap total penerimaan negara.

"Ini menggambarkan di sektor tenaga kerja formal, tingkat upah relatif baik, stabil dan meningkat atau sisi rekrutmen penciptaaan kesempatan kerja. Sehingga ini jadi hal positif," imbuhnya.

Kemudian, PPh 22 impor tumbuh 0,9 persen dan memiliki kontribusi 3,7 persen terhadap total penerimaan pajak. Selanjutnya, PPh OP tumbuh 6,9 persen dan PPh Badan tumbuh 24,8 persen.

“Untuk hal yang memberikan dampak besar yaitu PPh Badan 28,7 persen kontribusinya terhadap total penerimaan pajak kita. Secara kumulatif (Januari-Mei) pertumbuhannya 24,8 persen, tahun lalu PPh Badan itu sudah melonjak tinggi karena tahun lalu pemulihan ekonomi yang terkuat tumbuh 127,5 persen, jadi pertumbuhan 24,8 persen itu diatas kenaikan tahun lalu yang sudah sangat tinggi,” jelas Menkeu.

Selain itu, PPh 26 tumbuh 25,7 persen , PPN DN tumbuh 32,5 persen, PPN Impor tumbuh 4,4 persen, sedangkan PPh Final terkontraksi -10,5 persen.

“PPh Final terkontraksi karena adanya kebijakan PPS tahun 2022 yang tidak terulang pada tahun 2023,” pungkasnya. 

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya