Molor Lagi, Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis Diterapkan 2024

Kemenkeu sebut masih perlu dibahas dengan DPR

Jakarta, IDN Times - Rencana penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) kembali ditunda hingga tahun depan. Padahal, kebijakan ini sudah beberapa kali ditunda. Bahkan, pemerintah sudah memasang target penerimaan dari cukai plastik dan minuman berpemanis sebesar Rp4,06 triliun pada APBN 2023.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan rencana penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis telah masuk dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024. Oleh karena itu, Kemenkeu masih perlu melakukan pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

"Ini tentunya kita sudah mulai dalam penyusunan APBN 2024, dalam KEM-PPKF sudah kita masukkan kebijakan ini dan sudah mulai kita bahasa dengan DPR," ujar Askolani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (24/7/2023). 

Baca Juga: CISDI Desak Pemerintah Berikan Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan

1. Alasan kebijakan MBDK belum diterapkan

Molor Lagi, Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis Diterapkan 2024ilustrasi minuman botol yang mengandung pemanis buatan (pexels.com/Charlotte May)

Asko membeberkan alasan yang membuat kebijakan cukai plastik dan minuman berpemanis ini belum bisa diterapkan di tahun ini. Pertama, kinerja ekonomi masih tahap pemulihan ekonomi baik dari sisi domestik maupun global.

"Ini tentunya menjadi konsen kita juga," kata dia.

Selain itu, dalam pelaksanaannya, penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis juga membutuhkan regulasi dalam bentuk (Peraturan Pemerintah). Oleh karena itu, penerapannya belum bisa dilakukan pada tahun ini.

"Ini satu langkah yang harus kita siapkan secara komprehensif sehingga implementasi dari pada ekspansi cukai itu betul-betul kita bisa jalanin dengan baik dan sesuai dengan ketentuan perundangan," imbuh Askolani.

Baca Juga: UMKM dan Legislator Surabaya Tolak Cukai Minuman Berpemanis

2. UNICEF sebut cukai berpemanis bakal ampuh kurangi konsumsi minuman tidak sehat

Molor Lagi, Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis Diterapkan 2024ilustrasi minuman kemasan (pexels.com/Junjie Xu)

Sebelumnya, UNICEF mendukung pengenaan cukai dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengurangi konsumsi produk-produk yang tidak sehat, termasuk minuman berpemanis.  Dalam laporan tersebut, pengenaan cukai dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengurangi konsumsi produk-produk yang tidak sehat, termasuk minuman berpemanis.

"Ringkasan kebijakan ini menyoroti cukai untuk minuman berpemanis dapat menjadi strategi yang efektif untuk mencegah kelebihan berat badan, obesitas, PTM, dan implementasi cukai tersebut di Indonesia dapat membantu meningkatkan kesehatan masyarakat secara signifikan serta melindungi hak anak untuk masa depan yang lebih sehat." ucap UNICEF dalam laporannya yang dikutip, Senin (24/7/2023). 

Menurut UNICEF, Indonesia tengah menghadapi tantangan yang semakin besar pada kelebihan berat badan, obesitas, dan penyakit tidak menular (PTM).

Faktor pendorong utama dari peningkatan kelebihan berat badan, obesitas, dan PTM adalah perubahan pola makan yang ditandai dengan konsumsi makanan dan minuman tinggi gula, garam, dan lemak secara berlebihan, termasuk minuman berpemanis, seperti  minuman ringan, jus buah dan sayuran, teh dan kopi siap minum.

"Produk-produk ini seringkali mengandung gula dalam jumlah yang sangat tinggi, dan konsumsinya telah meningkat secara global, termasuk di Indonesia, karena ketersediaan yang meningkat, harga yang rendah, dan pemasaran yang agresif," ungkap laporan tersebut.

3. Penerimaan Bea Cukai turun 18,83 persen

Molor Lagi, Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis Diterapkan 2024Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan data APBN KiTa, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai tercatat mencapai Rp135,43 triliun hingga Juni 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai turun sebesar 18,83 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Penurunan ini terutama disebabkan oleh kontraksi dari sisi bea keluar yang realisasinya tercatat turun hingga 76,97 persen, anjlok menjadi sebesar Rp5,32 triliun.

"Bea keluar tembaga dan bauksit yang turun pun dipengaruhi oleh penurunan volume ekspor sejalan dengan adanya larangan ekspor mineral mentah mulai Juni 2023.  Sementara itu, realisasi bea masuk pada periode yang sama masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,65 persen dengan realisasi Rp24,2 triliun," ujarnya. 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya