Pajak Karbon Molor Setahun, Sri Mulyani: Masih Siapkan Instrumen 

Pajak karbon untuk capai target net zero emission 2060

Jakarta, IDN Times - Kementerian Keuangan mengaku masih menyiapkan instrumen pajak karbon yang hingga kini belum juga diberlakukan. Pajak karbon merupakan salah satu instrumen untuk memitigasi peningkatan emisi karbon atau CO2 di Indonesia.

Instrumen ini sedianya akan diberlakukan pada April 2022, namun kemudian targetnya mundur ke Juli 2022. Pelaksanannya kembali molor dan hingga kini belum jelas kapan pajak karbon akan diterapkan.

"Kita sedang terus mempersiapkan pajak karbon," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani usai Acara World Bank di SCBD, Selasa (9/5/2023).

Baca Juga: Siap-siap! Bursa Karbon RI Bakal Meluncur September 2023 

1. Pajak Karbon bentuk komitmen capai target net zero emission

Pajak Karbon Molor Setahun, Sri Mulyani: Masih Siapkan Instrumen Ilustrasi Pajak Karbon (IDN Times/Aditya Pratama)

Bendahara negara tersebut menekankan, pajak karbon bukan sekadar instrumen untuk menambah penerimaan negara saja. Pajak karbon merupakan komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca atau untuk mencapai target net zero emission di 2060.

Sri Mulyani mengungkapkan  pemerintah masih melihat momentum ekonomi Indonesia berlangsung solid dan berdaya tahan. Hal ini tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I yang tercatat tumbuh 5,03 persen (YoY).

"Kita lihat dari sisi ekonomi kita, momentum ekonominya robas dan kuat ini berarti cukup baik," terang Menkeu.

Baca Juga: Pemerintah Tak Mau Pasar Karbon Dikuasai Negara Tetangga

2. Penerapan pajak karbon bakal kerek penerimaan negara

Pajak Karbon Molor Setahun, Sri Mulyani: Masih Siapkan Instrumen Satu Kahkonen World Bank/ Triyan Pangastuti

Pada kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen, mengatakan penerapan pajak karbon bakal mengerek penerimaan negara dan meningkatkan daya saing Indonesia. Oleh karena itu, ia menekankan agar pemerintah segera menerapkan pajak karbon.

"Pajak karbon bakal tingkatkan penerimaan dan akan meningkatkan daya saing Indonesia, misalnya terkait dengan ekspor ke negara-negara yang mengenakan tarif impor untuk produk-produk berkandungan karbon tinggi dengan mekanisme penyesuaian batas karbon," ujarnya.

Baca Juga: Roadmap Pasar Karbon Belum Sinkron, Pajak Karbon Bakal Tertunda?

3. Bursa karbon bakal meluncur September

Pajak Karbon Molor Setahun, Sri Mulyani: Masih Siapkan Instrumen ilustrasi pencemaran udara (IDN Times/Nathan Manaloe)

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengatakan pihaknya akan menyelesaikan Peraturan OJK (POJK) terkait mekanisme perdagangan karbon bulan depan. Setelah itu, bursa karbon akan diluncurkan pada September mendatang. 

"Bursa karbon apa yang sudah disiapkan, dan kita juga koordinasi dengan apa yang akan dilakukan pemerintah. Yang terkait dengan OJK, rencananya kami menerbitkan POJK itu bulan depan," kata Mahendra dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin (8/5/2023).

Mahendra mengatakan, pada perdagangan perdana nanti, akan diluncurkan hasil result based payment (RBT) 100 juta ton CO2. Dalam proses itu, OJK melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

"Kita sudah melakukan perdagangan perdana yang rencana awal akan dilakukan antara lain juga dengan perdagangan launching hasil dari apa yang sudah diakui sebagai bagian dari result based payment (RBT) sebesar 100 juta ton CO2 yang dalam hal ini Kementerian LHK sedang memfinalisasi. Itu yg terkait kesiapan dan proses menyiapkan diri untuk Bursa Karbon," ujar Mahendra.

Dalam mekanismenya, Bursa Karbon mengatur perdagangan dan mencatat kepemilikan unit karbon berdasarkan mekanisme pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui kegiatan jual-beli unit karbon, atau transaksi sertifikat pengurangan emisi karbon. Adapun sertifikasi pengurangan emisi karbon itu juga akan dikeluarkan oleh pemerintah

"Secara paralel tentu saja persiapan yang dilakukan pemerintah akan sangat menentukan, karena hal itu berarti secara paralel juga pemerintah menyiapkan seluruh perangkat untuk sistem registrasi nasional, lalu sertifikasi penurunan emisi," kata Mahendra.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya