Pemerintah Tunda Penerapan Cukai Plastik dan MBDK

Target pendapatan cukai MBDK dikosongkan dalam Perpres 75

Jakarta, IDN Times - Pemerintah memutuskan untuk menunda implementasi cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2023. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 untuk merevisi Perpres Nomor 130 Tahun 2022 mengenai perincian APBN 2023.

Rencana penerapan pungutan cukai atas plastik dan MBDK, rencananya baru akan diterapkan pada 2024 mendatang.

1. Minuman dengan kadar gula besar tarif cukainya tinggi

Pemerintah Tunda Penerapan Cukai Plastik dan MBDKilustrasi minuman bersoda (pexels.com/sebastian coman)

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan tarif cukai yang dikenakan terhadap produk MBDK berpotensi lebih besar. 

Sebab, produk MBDK ada yang memiliki kandungan gula, baik pemanis alami maupun buatan. Nantinya, inuman dengan kadar gula lebih tinggi akan dikenakan tarif cukai besar pula, karena makin berbahaya untuk kesehatan.

"Karena ada pemanis buatan yang tingkat pemanisnya jauh lebih tinggi. Iya, lebih besar (tarif cukainya)," ujar Nirwala.

Baca Juga: Kerek Devisa Negara, Bea Cukai Beri Fasilitas Kepabeanan

2. Rincian kategori barang masih dibahas

Pemerintah Tunda Penerapan Cukai Plastik dan MBDKilustrasi kalkulator dan uang (pexels.com/olia danilevich)

Nirwala tidak merinci kategori barang yang masuk dalam pungutan cukai minuman berpemanis tersebut. Menurutnya, masih banyak ketentuan yang harus disiapkan pemerintah, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk mendukung implementasi pungutan cukai minuman berpemanis tersebut.

Terkait penerapan cukai plastik, diakuinya akan lebih menantang dari cukai MBDK. Hal ini dikarenakan plastik termasuk ke dalam komoditas unik yang penggunaannya perlu diatur. Sehingga, penerapannya harus dilakukan secara hati-hati. 

"Plastik itu memang unik, karunia sekaligus bencana kalau tidak bijak penggunaannya. Jadi perlu diatur," ujar Nirwala.

3. UNICEF dukung pengenaan cukai berpemanis

Pemerintah Tunda Penerapan Cukai Plastik dan MBDKIlustrasi Racun (IDN Times/Mardya Shakti)

UNICEF mendukung pengenaan cukai dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengurangi konsumsi produk-produk tidak sehat, termasuk minuman berpemanis. Dalam laporan tersebut, pengenaan cukai dapat menjadi alat ampuh untuk mengurangi konsumsi produk-produk tidak sehat, termasuk minuman berpemanis.

"Ringkasan kebijakan ini menyoroti cukai untuk minuman berpemanis dapat menjadi strategi yang efektif untuk mencegah kelebihan berat badan, obesitas, PTM, dan implementasi cukai tersebut di Indonesia dapat membantu meningkatkan kesehatan masyarakat secara signifikan serta melindungi hak anak untuk masa depan yang lebih sehat," tulis UNICEF dalam laporannya dikutip Senin (13/11/2023).

Menurut UNICEF, Indonesia tengah menghadapi tantangan yang semakin besar pada kelebihan berat badan, obesitas, dan penyakit tidak menular (PTM).

Faktor pendorong utama dari peningkatan kelebihan berat badan, obesitas, dan PTM, adalah perubahan pola makan yang ditandai dengan konsumsi makanan dan minuman tinggi gula, garam, dan lemak secara berlebihan, termasuk minuman berpemanis, seperti  minuman ringan, jus buah dan sayuran, teh, dan kopi siap minum.

"Produk-produk ini seringkali mengandung gula berkadar tinggi, dan konsumsinya telah meningkat secara global, termasuk di Indonesia karena ketersediaan yang meningkat, harga murah, dan pemasaran agresif," jelas laporan tersebut.

Baca Juga: Bea Cukai se-ASEAN Perkuat Kerja Sama Prosedur Pabean

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya