Daerah Penghasilnya Cuan, Larangan Ekspor Nikel Dilanjut
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menegaskan kebijakan larangan ekspor bijih nikel akan tetap diberlakukan.
Menurutnya kebijakan hilirisasi nikel tak hanya memberikan nilai tambah yang besar bagi perekonomian, tapi juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah penghasilnya.
“Akibat hilirisasi terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah terutama daerah penghasil komoditas bahan baku,” tutur Bahlil dalam konferensi pers, Jumat (30/6/2023).
Baca Juga: IMF Minta RI Hapus Larangan Ekspor Nikel, Bahlil: Keliru Besar!
1. Pertumbuhan ekonomi jadi merata
Bahlil mengungkapkan, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita untuk daerah penghasil nikel sejak 2019-2022 mengalami kenaikan, di antaranya Sulawesi tengah, Sulawesi tenggara dan Maluku Utara.
Sulawesi Tengah, rata-rata pertumbuhan PDRB-nya mencapai 20,3 persen dengan pendapatan per kapita di tahun 2019-2022 sebesar Rp61,05 juta naik menjadi Rp105,54 juta.
Kemudian, pertumbuhan PDRB Sulawesi Tenggara sebesar 6,7 persen, dengan pendapatan per kapita di tahun 2019 sebesar Rp48,51 juta, menjadi Rp58,76 juta.
Terakhir, untuk Maluku Utara rata-rata pertumbuhan PDRB selama periode tersebut sebesar 19,4 persen, atau pada 2019 mencapai Rp32,12 juta, meningkat menjadi Rp53,74 juta.
“Maluku utara, sebelum hilirisasi ada Antam. Antam ambil bahan bakunya saja bangun smelter. Dulu pertumbuhan ekonominya di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, sekarang Maluku Utara di atas pertumbuhan ekonomi nasional yakni 19 persen,” terangnya.
2. Hilirisasi ciptakan lapangan pekerjaan
Editor’s picks
Menurut Bahlil, program hilirisasi telah berhasil menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor pertambangan dan industri logam dasar. Berdasarkan data Kementerian Investasi, sejak diberlakukannya kebijakan hilirisasi, pertumbuhan penciptaan tenaga kerja rata-rata setiap tahunnya mencapai 26,9 persen.
Apabila ekspor komoditas atau bahan baku mentah terus dilakukan, kata Bahlil, akan ada jutaan bahan baku yang akan dikirim ke luar negeri tanpa memerhatikan pengelolaan lingkungan. Selain itu, Indonesia juga akan kehilangan lapangan kerja dan nilai tambah akibat rekomendasi IMF itu.
“Berapa orang yang lapangan pekerjaannya bisa tidak kita ciptakan dengan baik, berapa nilai yang hilang akibat rekomendasi ini. Jadi, ini standar ganda yang dibangun. Pada saat bersamaan negara-negara lain itu melarang ekspor,” tegasnya.
3. Hilirisasi bakal tetap lanjut
Pemerintah menegaskan tidak akan mengikuti rekomendasi Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), yang meminta Indonesia untuk meninjau kebijakan hilirisasi dan mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
Dengan begitu, Indonesia akan tetap memprioritaskan kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bahan mentah komoditas tambang.
"Bahwa langit mau runtuh pun, hilirisasi tetap akan menjadi prioritas negara dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, dan larangan ekspor tetap kita lakukan," kata Bahlil.
Ia mengaku tak masalah, apabila ada negara lain ingin mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
Penerapan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020, yang kemudian digugat Uni Eropa ke WTO. Meski sempat dimenangkan Uni Eropa pada Oktober 2022, namun di akhir tahun lalu pemerintah memutuskan mengajukan banding.
"Kalau kita ke WTO, ke WTO saja, masak negara lain boleh (hilirisasi), kita enggak boleh, yang benar saja," imbuh Bahlil.