Rupiah Sempat Tembus Rp15.900, Jokowi Pastikan Depresiasi Masih Aman

Rupiah pagi ini di level Rp15.886 per dolar AS

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko Widodo "Jokowi" Widodo menegaskan kurs rupiah yang mengalami pelemahan dalam beberapa waktu terakhir masih dalam kondisi aman. Optimisme itu disebabkan berbagai indikator pendukung lainnya masih stabil, di antaranya sektor riil, keuangan, dan juga inflasi.

Pada awal perdagangan, Selasa (24/10/2023), rupiah dibuka menguat di level Rp15.886 per dolar AS, atau menguat 0,3 persen dibandingkan penutupan Senin (23/10/2023) di level Rp15.934 per dolar AS. 

"Kalau persentase depresiasi mata uang kita juga masih aman. Aman untuk sektor riil, keuangan, dan juga inflasi," klaim Jokowi dalam BNI Investor Daily Summit 2023 di Hutan Kota Plataran GBK, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2023). 

Baca Juga: Apa yang Terjadi Jika Rupiah Terus Melemah Terhadap Dolar AS?

1. Bersyukur ekonomi masih bisa tumbuh di atas 5 persen

Rupiah Sempat Tembus Rp15.900, Jokowi Pastikan Depresiasi Masih AmanIlustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Di tengah ketidakpastian global yang tinggi, Jokowi menegaskan kondisi ekonomi dalam negeri masih baik karena masih konsisten tumbuh diatas 5 persen (yoy). Selanjutnya, pertumbuhan kredit perbankan hingga September 2023 maish tumbuh 8,96 persen (yoy). Laju kredit ini pun dinilainya masih cukup baik ditengah perlambatan ekonomi global. 

Adapun penerimaan pajak tercatat masih tumbuh 5,6 persen (September) dari baseline tahun lalu. Dengan demikian, kinerja ekonomi masih bertumbuh dengan baik dan penerimaan negara pun masih terus meningkat yang tercermin dari laju penerimaan pajak. 

"Artinya kalo orang bayar pajak bisnis dia jalan. Ceknya di sini saya biasanya, jadi asal penerimaan negara masih tumbuh, penerimaan pajak masih tumbuh. Artinya ekonomi kita masih baik," ujarnya.

Baca Juga: Ini 3 Investasi yang Tetap Cuan Saat Rupiah Lesu

2. Suku bunga moneter masih akan tinggi

Rupiah Sempat Tembus Rp15.900, Jokowi Pastikan Depresiasi Masih AmanChairman Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell pada Rabu (21/9/2022) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) untuk kelima kalinya tahun ini. (dok. YouTube Washington Post)

Ketidakpastian global yang meningkat, Jokowi pun memproyeksi kebijakan suku bunga tinggi higher for longer,  masih akan ditempuh oleh Bank Sentral di negara maju seperti Amerika Serikat. Kondisi ini pun dinilainya akan mendorong aliran modal asing keluar dari pasar keuangan domestik. 

"Kebijakan kenaikan suku bunga yang tinggi dan dalam waktu yang lama AS juga semakin merumitkan utamanya negara-negara yang berkembang. Capital outflow semua lari ke AS, semakin juga merumitkan kita semuanya," ucapnya. 

Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa pemerintah akan terus mengkalkulasi kondisi keuangan Negara. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan ekonomi Indonesia dapat bertahan hingga sejauh mana.

“Kita betul-betul harus kita kalkulasi tahan sampai kapan, kalau APBN saya cek sampai Jumat, 13 Oktober kemarin Ibu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani masih pegang uang menurut saya masih gede bangetlah, kira-kira Rp616 triliun,” kata Jokowi. 

3. KSSK akan stress test merespons gejolak ekonomi global dan pelemahan rupiah

Rupiah Sempat Tembus Rp15.900, Jokowi Pastikan Depresiasi Masih AmanKonferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Senin, (8/5/2023). (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan berkumpul pada akhir Oktober 2023 untuk lakukan stress test dan akan merilis paket kebijakan untuk merespons ketidakpastian ekonomi global. 

“KSSK akan berkumpul pada akhir bulan ini sesuai dengan waktu berkumpul atau rapat berkala dan nanti kita akan terus melakukan secara teliti berbagai kondisi sektor keuangan termasuk kita terus melakukan berbagai stress test untuk meyakinkan bahwa sektor keuangan akan baik,” tuturnya. 

Untuk diketahui, stress test merupakan pengujian daya tahan untuk menentukan batas kritis di dalam suatu kondisi kritis, dalam hal ini terjadi pada sistem/industri keuangan.

Dengan demikian, Menkeu memastikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter akan terus berkoordinasi secara singkron harmonis, tentu kita harus saling melakukan penyesuaian.

"Kita menggunakan dari mulai instrumen di market maupun dari sisi komunikasi kebijakan yang akan terus kita lakukan bersama antara BI dan Kemenkeu. ini akan nanti akan masih di-follow up," jelasnya. 

Baca Juga: 7 Perbedaan Kebijakan Fiskal dan Moneter, Terlengkap!

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya