Rupiah Terus Melemah Dekati Rp16.000, Ini Biang Keroknya

BI jaga suplai dan demand di pasar

Intinya Sih...

  • Rupiah melemah karena faktor eksternal dan internal, mencapai Rp15.922,5 per dolar AS.
  • Faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan sikap the Fed mempengaruhi pelemahan rupiah.
  •  

Jakarta, IDN Times - Pergerakan rupiah dalam beberapa waktu terakhir terus mengalami pelemahan karena pasar mencermati berbagai aspek eksternal dan internal yang berkaitan dengan sengketa pilpres hingga arah kebijakan fiskal 2025. 

Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 15.00 WIB, rupiah melemah hingga menyentuh level Rp15.922,5 per dolar AS atau mengalami pelemahan yang lebih dalam dibandingkan pembukaan tadi pagi. 

"Pelemahan rupiah terhadap dolar AS ini memang tidak bisa dihindari karena faktor eksternal dan internal yang saat ini sedang berlangsung," ucap pengamat pasar uang Ariston Tjendra kepada IDN Times, Rabu (3/4/2024). 

Baca Juga: Rupiah Makin Tak Berdaya, Dibuka di Level Rp15.920 per Dolar AS 

1. Faktor eksternal yang pengaruhi pergerakan rupiah

Rupiah Terus Melemah Dekati Rp16.000, Ini Biang KeroknyaIlustrasi pertumbuhan. (IDN Times/Arief Rahmat)

Ariston merinci beberapa faktor eksternal yang menekan rupiah, yakni eskalasi keteganagn geopolitik di kawasan Timur Tengah karena Israel, Ukraina, dan Rusia.

Selanjutnya ada juga faktor sikap Federal Reserve (the Fed) yang mengungkapkan tidak akan terburu-buru atau lebih berhati-hati untuk memangkas suku bunga acuannya. Hal ini ditopang oleh data ekonomi AS yang masih cukup solid dan berpotensi masih bisa mengerek inflasi. 

The Fed saat ini masih menahan suku bunga acuan di level 5,25 persen hingga 5,5 persen. Di sisi lain, laju inflasi AS pada Februari secara tahunan (yoy) masih melonjak di level 3,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan konsensus pasar sebesar 3,1 persen. 

"Ketegangan geopolitik ini bisa merembet ke perekonomian global, yaitu menimbulkan gangguan suplai sehingga meningkatkan inflasi dan memicu pelambatan ekonomi global. Ini menyebabkan pelaku pasar masuk ke aset aman di dollar AS dan juga emas," ucapnya. 

Menurutnya, sikap the Fed Ini menyebabkan yield obligasi AS masih berada di level tinggi sehingga masih menarik bagi pelaku pasar untuk berinvestasi di aset-aset AS. Terlebih, ada isu Pilpres AS dimana ada proyeksi Donald Trump akan menang bila dihadapkan dengan Biden.

"Dolar berpotensi menguat bila Trump berkuasa karena kebijakan Trump yang US centric," ucap Ariston. 

Baca Juga: Uang Dicuci dan Disetrika, Apakah Boleh? Ini Penjelasan BI

2. Isu fiskal hingga wacana kenaikan PPN 12 persen jadi faktor penyebab rupiah melemah

Rupiah Terus Melemah Dekati Rp16.000, Ini Biang Keroknyailustrasi bayar pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara dari dalam negeri ada sentimen current account defisit  yang dialami saat ini dan menjadi penekan rupiah karena kebutuhan dolar naik.

"Isu kenaikan inflasi dan prospek inflasi ke depan juga bisa menjadi penekan rupiah karena inflasi ini akan menurunkan daya beli dan melambatkan pertumbuhan ekonomi," ujarnya. 

Tak hanya itu, isu fiskal yang berkaitan dengan wacana kenaikan tarif PPN 12 persen di tahun depan dan anggaran untuk mewujudkan berbagai program dari presiden terpilih pun ikut menjadi sentimen yang diperhatikan pasar. 

Diketahui, kenaikan PPN 12 persen itu sudah tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau lebih dikenal dengan UU HPP Bab IV pasal 7 ayat (1) tentang PPN.

Sedangkan dalam pasal 7 ayat 3 dijelaskan tarif PPN dapat diubah paling tinggi 15 persen dan paling rendah 5 persen.

"(Pelemahan rupiah) juga dipengaruhi faktor enaikan PPN 12 persen dan mungkin anggaran untuk program yang dijanjikan Presiden baru. Dengan faktor di atas, peluang pelemahan masih terbuka. Peluang ke atas Rp16 ribu pun masih terbuka," tutur dia. 

 

3. BI jaga suplai dan demand valas di pasar

Rupiah Terus Melemah Dekati Rp16.000, Ini Biang KeroknyaIlustari Gambar Uang(pexels.com/Pixabay)

Sementara itu, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) Edi Susianto menyampaikan, pelemahan rupiah banyak dipengaruhi oleh pelemahan yuan China. Dari domestik ada permintaan dolar AS terkait tepatriasi dan masih outflow-nya asing di pasar SBN.

"Data inflasi pada Maret 2024 yang berada di atas ekspektasi juga turut memicu pelemahan nilai tukar rupiah," ucap Edi kepada IDN Times. 

Sebagaimana diketahui, tingkat inflasi pada Maret 2024 tercatat sebesar 0,52 persen secara bulanan (month to month/mtm) atau 3,05 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Inflasi pada komponen harga bergejolak (volatile food) khususnya, melonjak ke level 2,61 persen secara bulanan atau 10,33 persen  secara tahunan.

“Rilis data inflasi Indonesia kemarin yang di atas ekspektasi, yang banyak disebabkan oleh volatile food, ikut mendorong pelemahan rupiah,” kata Edi.

Meski demikian, BI pun memastikan akan terus berada di pasar untuk menstabilkan rupiah dan menjaga keseimbangan supply demand valas. 

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya