Standard Chartered Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI Tumbuh 5,1 Persen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Standard Chartered memperkirakan perekonomian Indonesia tahun ini akan tumbuh 5,1 persen. Proyeksi ini tercatat lebih tinggi dari perkiraan konsensus sebesar 4,9 persen.
Senior Economist Standard Chartered Indonesia Aldian Taloputra mengatakan, pertumbuhan ekonomi RI tahun ini masih akan didukung oleh kondisi di dalam negeri seperti tingkat inflasi yang mereda, koreksi harga komoditas yang moderat, dan pengeluaran terkait pemilu akan mendukung konsumsi.
"Standard Chartered memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5,1 persen pada tahun 2023," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (15/2/2023).
1. Investasi akan tetap meningkat
Lebih lanjut, laju investasi di tahun ini juga diperkirakan akan meningkat lantaran didukung oleh Foreign Direct Investment (FDI) di industri pengolahan mineral dan investasi publik di bidang infrastruktur akan terus mendukung peningkatan investasi.
Baca Juga: Standard Chartered Incar Anak-anak Pewaris Usaha
2. Tantangan global harus diwaspadai
Menurut Aldian saat ini sejumlah bank-bank sentral di seluruh dunia diperkirakan akan mengambil kebijakan moneter yang ketat di tahun ini, terutama The Fed Amerika Serikat dan Bank Sentral Eropa (ECB), masih akan memberlakukan kebijakan moneter yang ketat dalam upaya menurunkan inflasi yang didorong oleh permintaan.
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia pada Januari lalu kembali menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen.
Editor’s picks
Dengan demikian, Standard Charted memperkirakan hambatan yang dihadapi banyak negara di tahun 2022 masih akan berlanjut hingga beberapa bylan mendatang. Artinya pemulihan ekonomi baru terjadi di paruh kedua tahun ini.
"Standard Chartered memperkirakan pertumbuhan PDB Global di tingkat moderat sebesar 2,5 persen di tahun 2023, atau melambat dari perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,4 persen untuk tahun 2022,"pungkasnya.
3. Pengetatan kebijakan moneter di global dorong resesi di AS dan Inggris
Dia menyebutkan, pendekatan restriktif (pengetatan moneter global) kemungkinan akan mendorong Amerika Serikat dan ekonomi Zona Euro termasuk Inggris ke dalam resesi.
Adapun Zona Euro dan Inggris mungkin sudah mencapai titik tersebut, sementara perekonomian AS yang berada di posisi yang lebih kuat diperkirakan Standard Chartered akan masuk ke dalam resesi pada paruh pertama tahun 2023.
"Namun demikian, pertumbuhan perekonomian global diperkirakan akan meningkat di paruh kedua tahun 2023 setelah AS dan zona Euro keluar dari resesi yang relatif dangkal," tuturnya.
Sementara itu, China akan menjadi pendorong penting bagi pemulihan global yang diharapkan terjadi di paruh kedua tahun ini, menyusul pertumbuhan yang lesu pada 2022.
Tingkat konsumsi di China diperkirakan mulai pulih pada kuartal kedua seiring pelonggaran peraturan pembatasan kegiatan masyarakat terkait COVID di negara tersebut.
Sebaliknya, kawasan ASEAN mengalami perbaikan pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu setelah melewati tahun 2021 yang penuh tantangan, ketika pembatasan kegiatan masyarakat terkait COVID berdampak pada aktivitas ekonomi.
"Wilayah ini diperkirakan akan mengalami pemulihan yang berlanjut, khususnya pada konsumsi domestik, mobilitas tenaga kerja, dan pariwisata di tahun 2023,"tutupnya.
Baca Juga: The Fed Diprediksi Tak Lagi Agresif, Dolar AS Loyo di Penutupan