Tok! BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di 5,75 Persen

Jakarta, IDN Times - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (BI 7DRR) di level 5,75 persen. Dengan demikian, empat bulan berturut-turut, suku bunga acuan BI ditahan pada level tersebut.
Selain itu, tingkat suku bunga deposit facility dan lending facility masing-masing masing di level 5 persen dan 6,5 persen.
"Keputusan ini konsisten stance dengan kebijakan moneter untuk memastikan inflasi inti terkendali kisaran 3 plus minus 1 persen di sisa akhir 2023, dan inflasi indeks harga konsumen (IHK) dapat kembali ke dalam sasaran 3 plus minus 1 persen pada kuartal III 2023," tutur Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers RDG, Kamis (25/3/2023).
Baca Juga: BI Diproyeksikan Tahan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen
1. Fokus kebijakan BI jaga stabilisasi rupiah dan kendalikan impor
Perry menjelaskan fokus kebijakan BI akan diarahkan ke penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah, untuk mengendalikan barang impor atau (imported inflation). BI pun akan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan gobal ke pasar keuangan domestik.
"Kebijakan likuiditas dan makroprudensial longgar tetap dilanjutkan, untuk dorong penyaluran kredit dan pembiayaan dan tetap terjaganya stabilitas sistem keuangan," tuturnya.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Q1 Capai Rp6.025 Triliun
2. Ketidakpastian global masih tinggi
Editor’s picks
Perry menjelaskan ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi. Hal itu dipengaruhi dampak risiko stabilitas sistem keuangan (SSK) di negara maju, serta ketidakpastian penyelesaian permasalahan government debt ceiling di Amerika Serikat (AS).
"Pemulihan ekonomi negara maju, terutama AS tertahan. Hal ini sejalan dengan dampak kebijakan moneter ketat dan peningkatan risiko stabilitas sistem keuangan," tuturnya.
Meski demikian, meningkatnya ketidakpastian global diprediksi justru berdampak positif bagi negara berkembang. Khususnya, dari sisi aliran modal asing masuk (net inflow), sejalan dengan kondisi perekonomian negara berkembang yang lebih baik ketimbang negara maju.
Pertumbuhan ekonomi global 2023 diperkirakan akan mencapai 2,7 persen (yoy). Ekonomi global, diprediksi akan ditopang oleh pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang lebih kuat.
"Ekonomi China tumbuh lebih baik didorong oleh pembukaan ekonomi pascapandemik COVID-19. Prospek ekonomi India juga meningkat didukung oleh permintaan domestik yang kuat," ucapnya.
Baca Juga: BI Beri Sinyal Tahan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen
3. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menguat
Lebih lanjut, Perry menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap kuat. Hal ini tercermin dari realisasi kinerja ekonomi kuartal I yang tercatat tumbuh 5,03 persen (YoY).
Perkembangan positif ini, kata Perry, didorong oleh tingginya ekspor dan meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah yang meningkat serta investasi nonbangunan yang baik.
Dengan perkembangan terkini, BI meyakini kegiatan ekonomi pada kuartal II akan tetap baik, didukung oleh berbagai indikator dini seperti penjualan eceran, ekspansi Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur, dan kenaikan keyakinan konsumen.
"Kinerja ekspor pada April 2023 juga kuat di tengah membaiknya perekonomian global. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan tetap dalam kisaran 4,5-5,3 persen," ungkapnya.