UU Deforestasi Eropa Akan Rugikan Indonesia Rp105 Triliun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, implementasi Undang-Undang Uni Eropa tentang Deforestasi (EUDR) mengancam merugikan perdagangan Indonesia hingga 7 miliar dolar AS atau sekitar Rp105 triliun (kurs Rp15.000 per dolar AS).
Ia menjelaskan, kebijakan EUDR ini menyasar pada tujuh komoditas yang harus terjamin bebas deforestasi, di antaranya sapi, kakao, sawit, soya, kayu, hingga karet.
"Potensi kerugian dari EUDR bisa mencapai 7 miliar dolar AS, tapi kalau mereka bisa menerapkan standar, jadi kita bisa ada kesepaktaan dan itu bisa tetap berjalan," katanya di Istana Kepresidenan, Kamis (13/7/2023).
Sebagai informasi, UE resmi memberlakukan UU Anti-Deforestasi sejak 16 Mei 2023. Dengan demikian, UE akan menutup ekspor bagi produk pertanian atau perkebunan yang dianggap menyebabkan deforestasi.
1. Implementasi EUDR bakal sulitkan 17 juta petani
Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan bahwa implementasi EUDR akan menyulitkan 15-17 juta petani kecil, karena komoditas tersebut harus diverifikasi berdasarkan uji kelayakan lahan (due dillgence).
Salah satu faktor yang dinilai dapat merugikan petani adalah keharusan menerapkan geolocation tagging, atau penyerahan data lengkap titik koordinat geografis lahan tempat komoditas ditanam.
"Kita keberatan masalah geolocation, karena tidak perlu geolocation itu juga kami cek, karena kita berbasis standar sertifikasi sawit berkelanjutan atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK)," ucapnya.
Baca Juga: Uni Eropa Akan Cabut Pembatasan Produk Impor Makanan Jepang
2. EUDR bentuk klasifikasi risiko deforestasi di setiap negara
Melalui regulasi EUDR, maka negara-negara termasuk Indonesia akan diklasifikasikan risiko deforestasinya. Airlangga mencatat produk beresiko tinggi mendapatkan bea tambahan sebanyak 8 persen, risiko sedang 6 persen, dan risiko rendah 4 persen.
Agar tidak mendapat bea tambahan tersebut, produk yang akan masuk ke Eropa harus terverifikasi. Oleh karena itu, Airlangga mengajukan agar panduan verifikasi tersebut mengadopsi beberapa sertifikasi lokal.
"Dalam berbagai kasus, tentu mereka perlu verifikasi dan itu ada ongkosnya, siapa yang akan menanggung biayanya?" ungkapnya.
3. Bakal dibentuk satgas atasi masalah EUDR
Airlangga telah membentuk Satuan Tugas Khusus bersama Pemerintah Malaysia dan Uni Eropa terkait implementasi aturan tersebut. Satgas akan melakukan dialog agar kebijakan tidak diskriminatif.
Sebagai tindak lanjut, akan dijajaki usulan pembentukan mekanisme konsultasi/platform dialog (task force) antara Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa. Juga melibatkan multi-stakeholder dalam rangka penyusunan implementing regulation dari EUDR yang tidak akan membebani dan memberatkan pelaku industri kelapa sawit dan para petani kecil.
"Dan Indonesia akan membahas join task force ini, untuk melakukan dialog agar kebijakan itu tidak diskriminatif, sehingga para stakeholder dan smallholder diberikan capacity building," ucapnya.
Baca Juga: Mayoritas Kebun Sawit Rakyat Jauh dari Pabrik, Petani Jadi Susah Cuan