Trump Bakal Kenakan Tarif 50 Persen untuk Impor Tembaga

- Trump bakal kenakan tarif 50 persen untuk impor tembaga
- Tarif juga diterapkan pada baja, aluminium, dan otomotif
Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif baru sebesar 50 persen untuk semua impor tembaga. Ia menyampaikan hal ini dalam rapat Kabinet pada Selasa (8/7/2025), meski belum disebutkan kapan tarif tersebut mulai berlaku.
“Hari ini kita akan menangani tembaga,” kata Trump, seraya menambahkan bahwa tarifnya akan sebesar 50 persen, dikutip dari CNN International, Rabu (9/7).
Harga tembaga langsung melonjak ke rekor tertinggi sepanjang masa setelah pernyataan tersebut. Kontrak berjangka tembaga di New York sempat naik 15 persen menjadi 5,68 dolar AS per pon. Untuk pengiriman September, harga ditutup naik 13 persen pada 5,6855 dolar AS per pon.
1. Pasar global terdampak, analis prediksi kenaikan biaya

Harga tembaga di pasar global justru melemah karena kekhawatiran bahwa tarif AS akan menurunkan permintaan logam tersebut secara luas. Di London Metal Exchange, harga sempat anjlok 2,4 persen sebelum stabil di angka 9.653 dolar AS per ton. Menurut data Departemen Perdagangan AS, tahun lalu negara itu mengimpor tembaga senilai 17 miliar dolar AS, dengan 6 miliar dolar AS di antaranya berasal dari Chili.
Analis memperkirakan tarif ini akan mendorong kenaikan biaya di banyak sektor karena tembaga digunakan dalam elektronik, mobil, pusat data, dan teknologi energi terbarukan. Christopher LaFemina dari Jefferies mengatakan bahwa AS tidak memiliki kapasitas tambang, peleburan, atau pemurnian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik. Ia memperkirakan tarif tersebut akan memicu premi harga di AS dibanding wilayah lain.
Carsten Menke dari Julius Baer mengatakan, tarif itu akan bersifat inflasioner di dalam negeri dan deflasioner di pasar global. Sementara itu, Sekretaris Perdagangan AS Howard Lutnick mengungkap bahwa tarif bisa mulai berlaku pada akhir Juli atau awal Agustus.
2. Tarif juga diterapkan pada baja, aluminium, dan otomotif

Dilansir dari CNBC Internasional, sebelumnya, Trump telah menggandakan tarif baja dan aluminium menjadi 50 persen untuk sebagian besar negara. Kebijakan itu langsung berlaku keesokan harinya dan berdampak pada berbagai produk mulai dari lemari es hingga ritsleting. Untuk sektor otomotif, tarif sebesar 25 persen secara tidak proporsional memukul Jepang dan Korea Selatan, dua eksportir mobil terbesar ke AS.
Pada April lalu, Gedung Putih menandatangani perintah eksekutif yang melarang penumpukan tarif otomotif dengan beban lain seperti baja dan aluminium. Keputusan tersebut diumumkan sehari setelah Trump meluncurkan tarif pada 14 negara yang mulai berlaku 1 Agustus. Negara-negara itu antara lain Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Bangladesh, dan Afrika Selatan.
3. Tarif obat picu reaksi Australia dan Uni Eropa

Trump juga menyatakan, tarif sebesar 200 persen untuk obat-obatan akan segera diberlakukan. Namun, ia menyebut akan ada masa transisi sekitar satu hingga satu setengah tahun sebelum diberlakukan penuh. “Kami akan memberikan waktu sekitar satu tahun, satu setengah tahun untuk masuk, dan setelah itu mereka akan dikenakan tarif jika harus membawa obat-obatan ke negara ini dengan tarif yang sangat tinggi, seperti 200 persen,” ujar Trump, dikutip dari The Guardian, Rabu (9/7).
Pemerintahan ini juga telah meluncurkan penyelidikan terhadap impor obat-obatan pada pertengahan April berdasarkan alasan keamanan nasional.
Menanggapi hal ini, Bendahara Australia Jim Chalmers mengatakan pihaknya sedang mencari informasi lebih lanjut mengenai kebijakan yang disebut sangat mengkhawatirkan itu. Ia menambahkan bahwa industri farmasi Australia jauh lebih terpapar ke pasar AS, dan ekspor ke AS bernilai miliaran dolar. Sumber Uni Eropa menyatakan bahwa mereka berharap bisa mencapai kesepakatan tarif terbatas dengan AS dalam minggu ini.
Kanselir Jerman Friedrich Merz menyampaikan optimisme bahwa kesepakatan dapat tercapai dalam beberapa hari ke depan, paling lambat akhir bulan. Ia menyebut sedang dalam kontak erat dengan Trump dan Komisi Eropa untuk mengamankan kesepakatan dengan tarif serendah mungkin. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan pihaknya tetap pada prinsip mereka, membela kepentingan, terus bekerja dengan itikad baik, dan siap menghadapi semua kemungkinan jika perundingan gagal.