Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi utang negara (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Impian Indonesia untuk terlepas dari jeratan utang rasanya masih sulit untuk diimplementasikan dalam jangka menengah. Alih-alih ingin menurunkan utang, laju utang justru kian menggunung.

Pada masa akhir kepemimpinan Presiden Joko "Jokowi" Widodo utang pun kian menggendut. Berdasarkan data hingga akhir November 2023, utang pemerintah tembus Rp8.041,01 triliun.

Utang mengalami kenaikan signifikan saat terjadinya pandemik COVID-19 di tahun 2020-2021 dengan tujuan untuk memberikan perlindungan ke masyarakat. Namun pandemik yang telah terjadi 3 tahun lalu, perbaikan dari sisi ekonominya pun belum nampak, bahkan belum terliaht adanya penurunan laju utang.

1. Utang bertambah hingga Rp486,9 triliun dibandingkan November 2022

Utang kian menumpuk sepanjang Januari-November 2023.

Pergerakan utang Januari-November 2023 (year to date) sudah tembus Rp8.041,01 triliun. Utang ini pun mengalami kenaikan hingga1,13 persen atau Rp90,49 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp7950,52 triliun.

Lonjakan utang November naik hingga Rp486,9 triliun dibandingkan November 2022 yang saat itu hanya Rp7.554,2 triliun.

"Pemerintah senantiasa mengelola utang secara cermat dan terukur memperhatikan komposisi mata uang, suku bunga, serta jatuh tempo yang optimal," ungkap Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam buku APBN edisi Desember yang dikutip, Sabtu (30/12/2023).

Sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.

2. Bank Dunia soroti utang negara berkembang

Beasiswa The World Bank (worldbank.org)

Kondisi utang di sejumlah negara berkembang pun menjadi sorotan Bank Dunia atau World Bank. Sebab banyaknya utang di suatu negara dikhawatirkan akan memicu terjadinya krisis. 

Berdasarkan data terbaru International Debt Report, negara berkembang mengeluarkan dana sebesar 443 miliar dollar AS atau setara sekitar Rp6.874,25 triliun (asumsi kurs Rp 15.500 per dollar AS) untuk melunasi utang publik eksternal dan jaminan publik pada 2022. Besarnya biaya untuk melunasi utang, akan membuat pemerintah melakukan penggeseran belanja penting seperti pendidikan, kesehatan dan lingkungan. 

Bahkan laju pembayaran utang, termasuk pokok dan bunga, meningkat sebesar 5 persen  dibandingkan tahun sebelumnya di semua negara berkembang. Ini padahal terjadi saat era suku bunga tinggi menghantam dunia.

"Posisi utang tertinggi dan suku bunga yang tinggi menempatkan banyak negara menuju krisis," ujar Chief Economist and Senior Vice President Bank Dunia, Indermit Gill, dalam keterangannya, dikutip Sabtu (30/12/2023). 

Bank Dunia pun mengungkapkan lonjakan suku bunga acuan telah meningkatkan kerentanan utang di seluruh negara berkembang. Bank Dunia mencatat, dalam kurun waktu 3 tahun terakhir saja, terdapat 18 utang luar negeri yang dinyatakan gagal bayar di 10 negara berkembang.

"Tingkat suku bunga tinggi mengakibatkan semakin banyak negara berkembang yang tertekan, dan menghadapi pilhan sulit untuk melunasi utang publiknya atau berinvestasi di bidang kesehatan, masyarakat, pendidikan dan infrastruktur," tutur Gill.

3. Rasio utang masih di bawah ketentuan undang-undang

ilustrasi utang (IDN Times/Nathan Manaloe)

Meski nominal utang selalu menunjukkan tren peningkatan sejak awal tahun, namun sisi rasio utang pun masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan undang-undang.

Kondisi ini pun dibenarkan oleh Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang memastikan utang yang dimiliki pemerintahan Jokowi masih aman, bahkan lebih baik ketimbang negara berkembang lainnya.

Apabila dirinci, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38,11 persen. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 17/2023 tentang keuangan negara, kondisi rasio utang masih cukup aman, karena masih jauh di bawah batas aman 60 persen terhadap PDB.

"Rasio utang kita juga level aman di bawah 40 persen yaitu 38 persen," kata Airlangga di acara Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia, Jumat (22/12/2023).

Bahkan rasio utang diklaim pemerintah juga masih lebih baik ketimbang yang ditetapkan pada kisaran 40 persen dalam Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026.

Sementara itu,  pembayaran bunga utang pemerintah dalam outlook 2023 direncanakan senilai Rp437,43 triliun. Nilai tersebut lebih tinggi dari realisasi 2022 yang sejumlah Rp386,34 triliun.

4. Dominasi utang dalam bentuk rupiah

Ilustrasi obligasi (IDN Times/Aditya Pratama)

Apabila dilihat lebih detail, komposisi utang masih didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dengan denominasi rupiah dibandingkan SBN Valas. Hal ini memiliki tujuan untuk meminimalkan risiko terhadap fluktuasi nilai tukar dan mengoptimalkan sumberdaya domestik.

Januari 2023. 

Posisi utang pemerintah di awal tahun 2023 tercatat Rp7.755 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 38,56 persen.

Apabila dirinci, utang pemerintah didominasi Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,9 persen dari seluruh komposisi utang atau senilai Rp6.894,36 triliun. Kemudian, porsi pinjaman mencapai Rp860,62 triliun dari total posisi utang, sedangkan penarikan utang dalam bentuk pinjaman luar negeri memiliki porsi lebih banyak, yakni Rp838,94 triliun.

Februari 2023
 
 Posisi utang pemerintah pada Februari naik Rp106,68 triliun dari bulan sebelumnya atau month to month (mtm) menjadi Rp7.861,68 triliun dengan rasio utang pemerintah menjadi 39,09 persen. Masih sama dengan bulan Januari, utang pemerintah di Februari didominasi oleh SBN yakni sebesar 88,92 persen atau sekitar Rp6.990,24 triliun. Sementara pinjaman tercatat 11,08 persen atau senilai Rp 871,44 triliun.
 
Maret 2023 

Posisi utang pada Maret tercatat Rp7.879 triliun atau naik Rp 17,32 triliun dari bulan sebelumnya. Realisasi tersebut turut mengerek rasio utang pemerintah menjadi 39,17 persen. Utang Indonesia di Maret didominasi oleh porsi kepemilikan SBN sebesar 89,02 persen atau sekitar Rp7.013,58 triliun. Sementara porsi pinjaman tercatat turun menjadi 10,98 persen atau senilai Rp865,48 triliun.

5. Utang alami fluktuasi dengan tren meningkat

IDN Times/Aditya Pratama

Sejak bulan April hingga Oktober laju utang pun mulai mengalami fluktuasi dengan posisi utang tertinggi terjadi pada November yang tembus Rp8.041 triliun

April 2023
 
Utang pemerintah Indonesia tercatat turun tipis pada April menjadi Rp 7.850 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 38,15 persen. Dominasi utang pada periode tersebut dipegang oleh SBN yakni sebesar 89,26 persen atau sekitar Rp7.007 triliun. Sementara pinjaman terus turun menjadi 10,98 persen atau senilai Rp842,56 triliun.
 
 
Mei 2023

Apabila dibandingkan bulan April, laju utang Mei turun menjadi Rp7.787,51 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,85 persen. Komposisi utang pada periode ini didominasi olehSBN sebesar 89,04 persen dengan nilai Rp6.934,25 triliun. Sementara pinjaman dengan persentase 10,96 persen senilai Rp853,26 triliun.
 

Juni 2023
 
Posisi utang pemerintah naik pada Juni 2023 menjadi Rp7.805,19 triliun, dengan rasio utang 37,93 persen terhadap PDB. Mayoritas utang atau 89,04 persen adalah kepemilikan SBN dengan nilai Rp6.950 triliun dan pinjaman senilai Rp855,09 triliun.
 
Juli 2023
 
Utang pun kembali naik pada periode Juli menjadi Rp7.855,53 triliun dengan rasio 37,78 persen terhadap PDB. Porsi kepemilikan SBN tercatat 89 persen dan pinjaman 11 persen. Masing-masing senilai Rp6.985,2 triliun dan Rp870,33 triliun.
 
 
Agustus 2023

Kenaikan utang pun berlanjut hingga Agustus sudah tembus Rp7.870,35 triliun atau naik Rp14,82 triliun (mtm), dengan rasio utang tercatat 37,84 persen. Utang didominasi oleh kepemilikan SBN sebesar 88,88 persen dan pinjaman 11,12 persen.

Dengan rincian, SBN domestik memiliki porsi 71,97 persen atau senilai Rp6.995,18 triliun dan SBN valas senilai Rp1.331,24 triliun. Sementara pinjaman tercatat senilai Rp875,17 triliun.
 
September 2023

Posisi utang pemerintah kembali naik Rp21,26 triliun (mtm) menjadi Rp7.891,61 triliun, dengan rasio utang 37,95 persen terhadap PDB. Utang Indonesia masih didominasi oleh kepemilikan SBN sebesar 88,86 persen dengan nilai Rp7.012 triliun dan pinjaman 11,14 persen atau senilai Rp878,85 triliun.
 
 
Oktober 2023
 
Utang pemerintah di Oktober naik Rp58,91 triliun (mtm) menjadi Rp7.950,52 triliun, dengan rasio utang 37,68 persen terhadap PDB. Persentase kepemilikan SBN tercatat 88,66 persen senilai Rp7.048,9 triliun dan pinjaman 11,34 persen atau tembus Rp901,62 triliun.

November 

Jelang tutup tahun 2023, utang pemerintah hingga di November didominasi oleh SBN yang mencapai 88,61 persen dari seluruh komposisi utang turun menjadi Rp7.124 triliun. Porsi pinjaman menjadi Rp 916,03 triliun yang terdiri dari pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

Editorial Team