Pengemplang Pajak Dapat Keringanan Sanksi, Sri Mulyani: Fair Dong!

UU HPP ringankan sanksi denda bagi pengemplang pajak

Jakarta, IDN Times - Pemerintah mengurangi sanksi bagi pengemplang pajak di dalam Undang-Undang (UU) nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, keringanan yang diberikan itu adil bagi pengemplang pajak.

Misalnya saja keringanan sanksi pemeriksaan dan Wajib Pajak (WP) tidak menyampaikan SPT atau membuat pembukuan. Untuk kasus PPh kurang dibayar dan kurang dipotong, dalam UU HPP, sanksi yang diberikan berupa bunga per bulan yang besarnya sesuai dengan suku bunga acuan, ditambah uplift factor 20 persen dalam waktu maksimum 24 bulan.

"Jadi kalau Anda menunda 2 tahun ya berarti habis bayar bunga itu tadi. Kita masih memberikan, sama seperti bunganya, plus sedikit hukuman. Kan fair dong. Kalau enggak semua orang mangkir, gak mau bayar pajak," kata Sri Mulyani dalam acara Kick Off Sosialisasi UU HPP yang ditayangkan di YouTube Direktorat Jenderal Pajak, Jumat (19/11/2021).

Baca Juga: Sri Mulyani Soal KTP Jadi NPWP: Gak Punya Pendapatan, Gak Bayar Pajak!

1. Sanksi dalam UU pajak yang lama dinilai tak berperikemanusiaan

Pengemplang Pajak Dapat Keringanan Sanksi, Sri Mulyani: Fair Dong!Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat) (2020)

Dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), untuk kasus PPh kurang dibayar akan dikenakan sanksi 50 persen, dan pada kasus PPh kurang dipotong sanksinya 100 persen.

Lalu, untuk kasus PPh dipotong tetapi tidak disetor, dikenakan sanksi 100 persen. Begitu juga dengan kasus PPN dan PPnBM kurang dibayar. Dalam UU HPP, sanksi keduanya ialah 75 persen.

"Kalau dulu UU KUP itu sanksinya menurut pengusaha ini Pak Arsjad dan Pak Suryadi, tidak berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Karena sanksinya itu untuk PPh kurang bayar 50 persen, PPh kurang potong 100 persen. Gak peduli berapa nilainya dan bagaimana. PPh dipotong tapi tidak disetor 100 persen. PPN dan PPnBM yang kurang bayar, sanksinya 100 persen," ujar Sri Mulyani.

2. Sanksi setelah kasus sampai di pengadilan juga diringankan

Pengemplang Pajak Dapat Keringanan Sanksi, Sri Mulyani: Fair Dong!ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Tak hanya itu, UU HPP juga meringankan sanksi setelah upaya hukum, namun keputusan/keberatan pengadilan menguatkan ketetapan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dalam UU KUP, untuk keberatan dikenakan sanksi 50 persen. Adapun untuk banding dan peninjauan kembali dikenakan sanksi 100 persen. Dalam UU HPP, sanksi keberatan diringankan menjadi hanya 30 persen. Adapun banding dan peninjauan kembali hanya 60 persen.

Menurut Sri Mulyani, keringanan ini diberikan kepada pengemplang pajak demi menciptakan keadilan.

"Kalau Anda menyampaikan keberatan, KUP langsung dikenakan sanksinya 50 persen, sekarang hanya 30 persen. Ini supaya tetap menciptakan level playing field, supaya WP tetap berani. Banding dan peninjauan juga diturunkan, sehingga WP merasa punya hak kalau merasa diperlakukan tidak adil," ujar dia.

Sebagai informasi, pemerintah juga menghapus sanksi pidana bagi pengemplang pajak, meskipun kasusnya sudah sampai di pengadilan.

Baca Juga: Menelaah Ketentuan Pajak Karbon dalam UU HPP yang Baru Disahkan

3. Negara tetap beri hukuman bagi pengemplang pajak

Pengemplang Pajak Dapat Keringanan Sanksi, Sri Mulyani: Fair Dong!ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Melihat ketentuan di atas, menurut Sri Mulyani negara tidak menghilangkan hukuman bagi pengemplang pajak. Hanya saja, perhitungannya didasarkan pada potensi kerugian negara.

"Jadi tetap ada hukuman, namun penghitungannya berdasarkan opportunity loss. Kalau negara harusnya dapat Rp1 miliar, tapi gak disetorkan, ya Rp1 miliar plus bunganya. Plus kemudian sedikit di atasnya uplifting factor 20 persen, itupun maksimum 2 tahun, untuk 24 bulan. Untuk PPh dipotong, tapi tidak disetorkan, UU HPP ini menurunkan menjadi 75 persen, 75 persen.

Untuk keberatan juga sama. Kalau Anda menyampaikan keberatan, KUP langsung dikenakan sanksinya 50 persen, sekarang hanya 30 persen. Ini supaya tetap menciptakan level playing field, supaya WP tetap berani," tutur Sri Mulyani.

Baca Juga: Sri Mulyani Waspadai Fenomena Pekerja yang Mulai Nyaman WFH

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya