Ternyata Harga TBS Sawit Anjlok karena Ekspor CPO Masih Seret

Anak buah Luhut ungkap ekspor CPO masih lambat

Jakarta, IDN Times - Anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani, disinyalir karena ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah dan turunannya yang belum kembali lancar.

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin mengatakan, eksportir membutuhkan proses yang panjang untuk melaksanakan ekspor usai larangan ekspor dicabut pemerintah.

"Kalau diingat, ini baru beberapa minggu yang kita lepas ekspornya ini. Kalau mau ekspor langsung, itu butuh logistik. Supply chain harus dimulai lagi. Harus cari kapal dulu, pembeli dulu, dan kontrak yang harus dicari dan sebagainya, itu butuh waktu," kata Rachmat dalam diskusi dengan media yang digelar virtual, Selasa (28/6/2022).

Baca Juga: Beli Migor Curah Rp14 Ribu Dibatasi, Anak Buah Luhut: Bisa Pinjam NIK

1. Ekspor CPO dipercepat untuk menguras tangki yang penuh di dalam negeri

Ternyata Harga TBS Sawit Anjlok karena Ekspor CPO Masih SeretPenasihat Khusus Bidang Teknologi dan Pengembangan Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin (IDN Times/Vadhia LIdyana)

Untuk mempercepat pelaksanaan ekspor CPO, pemerintah memberlakukan program flush out. Dalam program itu, eksportir yang belum terdaftar dalam Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH), tetap bisa ekspor dengan membayar biaya tambahan, yakni 200 dolar AS per ton.

Namun, target yang ditetapkan pemerintah dari flush out, yakni 1 juta ton CPO, sebenarnya hanya setengah dari rata-rata capaian ekspor per bulan.

"Kita ekspor rata-rata biasanya 2 juta, ini flush out cuma 1 juta. Jadi sebenarnya ini untuk menguras saja," ujar Rachmat.

2. Pemerintah tepis argumen DMO dan DPO bikin ekspor CPO macet

Ternyata Harga TBS Sawit Anjlok karena Ekspor CPO Masih SeretIlustrasi perdagangan ekspor. IDN Times/Istimewa

Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional dan Perjanjian Internasional Kemenko Marves, Firman Hidayat, menepis argumen yang menganggap kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) memperlambat ekspor CPO, sehingga penyerapan TBS sawit di tingkat petani masih rendah.

Menurut Firman, pemerintah sudah memberikan alokasi ekspor yang besar melalui SIMIRAH 1.0 dan flush out.

"Tadi flush out sekitar 1 juta, kemudian DMO SIMIRAH 1.0 sekitar 2,2 juta. Jadi total alokasi ekspor yang kita beri di Juni ini 3,4 juta ton yang bisa dilakukan oleh eksportir. Tapi memang sampai sekarang ini alokasi persetujuan ekspor (PE) sudah terbit 1,8 juta ton untuk 2 program," tutur Firman.

Meski PE sudah terbit untuk 1,8 juta ton CPO, para eksportir baru merealisasikan sebesar 1,2 juta ton.

"Kenapa masih lambat? Ada alasan-alasan, banyak faktor eksternal," ujar dia.

Baca Juga: Petani Sawit Teriak, Harga TBS Anjlok ke Rp300 per Kg!

3. Pemerintah yakin harga TBS kembali normal dalam 2 pekan

Ternyata Harga TBS Sawit Anjlok karena Ekspor CPO Masih SeretPekerja di pabrik kelapa sawit milik PTPN III Hapesong, Batangtoru, Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Meski begitu, pemerintah memprediksi pelaksanaan ekspor CPO dan produk turunannya bisa kembali normal dalam 2 minggu ke depan. Sehingga, harga TBS di petani bisa merangkak naik.

"Pemerintah sebenarnya yakin ini akan kembali normal dalam waktu 1-2 minggu ke depan, sampai pertengahan Juli. Jadi ini akan membantu harga TBS. Jadi DMO dan DPO menurut kami bukan permasalahan utama yang menyebabkan lambatnya ekspor," ucap Firman.

Di sisi lain, pemerintah mengaku telah mengantongi komitmen dari pengusaha sawit kelas kakap, untuk membeli TBS di tingkat petani seharga Rp1.600 per kg.

"Dan ini saya rasa sudah dijalankan oleh pengusaha-pengusaha tersebut. Sehingga dapat membantu meningkatkan harga TBS di tingkat petani," kata Firman.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya