Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Logo Bank Indonesia
Logo Bank Indonesia

Intinya sih...

  • Potensi pemangkasan suku bunga akan mempertimbangkan sejumlah faktor, antara lain kondisi inflasi yang tetap rendah serta stabilitas nilai tukar rupiah yang masih sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi.

  • Terkait inflasi, BI memproyeksikan inflasi inti pada 2025 dan 2026 tetap rendah, berada dalam kisaran target 1,5–3,5 persen. Pada Juni 2025, inflasi inti tercatat turun menjadi 2,37 persen secara tahunan (year-on-year).

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Bank Indonesia (BI) masih membuka peluang untuk kembali memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) pada tahun ini. Sepanjang tahun ini, BI telah memangkas suku bunga acuan sebanyak empat kali, yakni pada Januari, Mei, Juli, dan Agustus, masing-masing pemangkasan sebesar 25 basis poin (bps), sehingga suku bunga acuan saat ini berada di level 5 persen atau yang terendah sejak November 2022.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pihaknya masih akan mempertimbangkan ruang untuk pemangkasan lanjutan guna mendorong pertumbuhan ekonomi, sesuai kapasitas perekonomian nasional.

“Artinya, kapasitas perekonomian kita masih lebih besar dari permintaan. Karena itu, kami telah menurunkan suku bunga sebanyak empat kali, dan akan terus mencermati kemungkinan penurunan lanjutan,” ujarnya dalam konferensi pers virtual usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (20/8/2025).

1. Potensi pemangkasan suku bunga acuan akan mengacu ve

Ketua the Fed Jerome Powell (YouTube the Fed)

Perry menjelaskan potensi pemangkasan suku bunga akan mempertimbangkan sejumlah faktor, antara lain kondisi inflasi yang tetap rendah serta stabilitas nilai tukar rupiah yang masih sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi. Namun, ia juga menyoroti ketidakpastian global yang masih tinggi, terutama akibat kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS).

Ia mencatat sejak 7 Agustus 2025, AS telah memperluas cakupan negara yang dikenakan tarif resiprokal dari 44 menjadi 70 negara. Beberapa negara, seperti India dan Swiss, bahkan dikenai tarif yang lebih tinggi dibandingkan pengumuman awal.

“Kebijakan tarif resiprokal AS ini berisiko menekan pertumbuhan ekonomi global,” ujarnya.

Indonesia sendiri dikenakan tarif sebesar 19 persen, lebih rendah dari angka awal yang diumumkan yaitu 32 persen, setelah dilakukan negosiasi. Meskipun demikian, Perry mengingatkan agar semua pihak tetap waspada terhadap dampak lanjutan dari kebijakan tersebut. “Situasinya sulit diprediksi. Pengenaan tarif ini tentu akan memengaruhi kinerja ekspor dan dapat menurunkan volume perdagangan antarnegara,” jelasnya.

2. Inflasi rendah buka ruang pemangkasa suku bunga acuan

Ilustrasi inflasi (Foto: IDN Times)

Terkait inflasi, BI memproyeksikan inflasi inti pada 2025 dan 2026 tetap rendah, berada dalam kisaran target 1,5–3,5 persen. Pada Juni 2025, inflasi inti tercatat turun menjadi 2,37 persen secara tahunan (year-on-year).

“Rendahnya inflasi ini membuka ruang bagi penurunan suku bunga, yang sudah kami lakukan sebanyak empat kali tahun ini. Kami terus mencermati peluang penurunan lebih lanjut,” kata Perry.

3. Alasan BI pangkas suku bunga acuan hari ini

Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers RDG edisi Novemer. (IDN Times/Triyan).

Di sisi lain, Bank Indonesia menyampaikan penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini dilakukan sebagai langkah yang konsisten dengan perkiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang tetap rendah, yakni dalam kisaran sasaran 2,5±1 persen. Selain itu, keputusan tersebut juga mempertimbangkan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah serta perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan kapasitas perekonomian.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar akan terus diperkuat untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan, menurunkan suku bunga perbankan, serta meningkatkan likuiditas di sektor perbankan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi, antara lain melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, penguatan struktur industri sistem pembayaran, serta peningkatan daya tahan infrastruktur sistem pembayaran.

Editorial Team