Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi paylater (pexels.com/Tim Douglas)
ilustrasi paylater (pexels.com/Tim Douglas)

Intinya sih...

  • Memakai paylater sebagai modal investasi dengan risiko besar dan bunga tambahan.

  • Memakai paylater untuk keinginan impulsif yang tak produktif, sebaiknya gunakan uang sendiri.

  • Jangan punya nominal paylater di atas gaji, gunakan untuk kebutuhan mendesak atau produktif.

Paylater memberikan kemudahan yang membuat sang pemakai bisa membeli barang atau jasa dengan membayar di kemudian hari. Kemudahan bisa pakai barang atau jasa terlebih dahulu dengan bayarnya masih nanti ini tak jarang bikin pemakainya jadi terlena.

Padahal, jika dipakai secara bijak, paylater bisa menjadi solusi instan untuk pemenuhan kebutuhan yang punya nilai penting. Lantas, apa saja kesalahan penggunaan paylater yang harus dihindari? Langsung simak ulasan selengkapnya berikut ini.

1. Memakai paylater sebagai modal investasi

ilustrasi investasi emas (pexels.com/Michael Steinberg)

Niat awalnya tampak positif, bukan pakai paylateruntuk pengeluaran yang tanpa nilai berarti. Sebaliknya, justru punya keniatan untuk memakai paylater sebagai dana berinvestasi. Sayangnya, rumus utama dalam investasi ialah jangan pernah memakai uang panas dengan risiko yang cukup besar.

Logikanya, investasi yang kamu pilih belum tentu berikan keuntungan yang signifikan, tapi jelas pakai paylater harus bayar lebih lengkap dengan tambahan bunganya. Iya kalau investasimu itu berhasil? Kalau malah rugi? Jadi, stop pakai paylater alias uang hangat sebagai modal dalam investasi, ya.

2. Memakai paylater untuk keinginan yang bisa ditunda pemenuhannya

ilustrasi kegiatan belanja (pexels.com/Max Fischer)

Pakai paylater untuk investasi saja jelas gak bijak, apalagi jika dipakai pemenuhan keinginan impulsif terasa tiada habisnya. Oleh karena kemudahan bayar untuk beli ini dan itu tanpa harus punya dulu emang gak jarang bikin sang pelaku jadi overkonsumtif.

Padahal, di satu sisi apa yang dibeli itu bukan hal produktif, gak punya nilai bermakna, hanya sekadar lapar mata. Pun jika merasa mampu untuk membelinya, kenapa harus pakai paylater? Lebih bijak jika pakai uangmu sendiri.

Meski harus menahan diri dan menunggu hingga hari gajian tiba, ujungnya sama-sama bisa memiliki barang incaran bukan? Iya. Tapi, bedanya kalau gak bisa menahan diri ya harus bayar lebih, ada bunga paylater. Jadi, mau untung atau rugi? Bijaklah dalam penggunaan paylater, ya.

3. Punya paylater di atas nominal penghasilan

ilustrasi pengguna Shopee PayLater (freepik.com/freepik)

Bagaimana ceritanya bisa punya nominal paylaterdi atas gaji yang dimiliki. Lalu kekurangan nominal uangnya mau dibayar pakai apa? Itulah logika sederhananya. Bijaknya, paylater dipakai untuk kebutuhan mendesak atau kebutuhan produktif yang nominalnya sudah pasti tetanggung di gajimu. Bisa juga tertanggung pada calon keuanganmu, jika misalnya seperti masih menunggu bunga deposito cair.

Bukan malah tanpa ada perencanaan matang, ambil paylater untuk gaya hidup di luar batas. Lalu ujungnya bingung kelebihan nominal paylater siapa yang bayar. Jangan sampai berujung pada lingkaran utang yang gali lubang tutup lubang, deh.

4. Menganggap paylater sebagai uang tambahan

ilustrasi penggunaan paylater (pexels.com/Kaboompics.com)

Gak jarang, ada pemakai paylater yang menganggap uang pinjaman sebagai uang tambahan. Ya, saat punya limit paylater Rp5 juta, gaji bulanan Rp5 juta, artinya punya pendapatan yang bisa dipakai itu totalnya Rp10 juta.

Memang, pada awalnya paylater terasa seperti uang tambahan yang bisa dipakai beli ini dan itu. Tapi tetaplah sadar, paylater itu tetaplah utang, bukan uang tambahan yang gak perlu dibayar kembali.

Pada akhirnya, gak ada yang salah dengan penggunaan paylater. Justru, paylater di momen tertentu bisa menjadi solusi instan jika dipakai dengan tepat. Jadi, bijaklah dalam penggunaan paylater, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team