Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kripto Disebut Aset of Fear oleh Bos BlackRock, Mengapa?
Ilustrasi koin kripto (freepik.com)

Intinya sih...

  • Larry Fink menyebut kripto sebagai "asset of fear" karena dipicu oleh kekhawatiran akan stabilitas keuangan dan ketidakpastian global.

  • Kemudahan akses melalui ETF, solusi kustodi yang matang, serta kerangka regulasi yang jelas menjadi pendorong utama adopsi kripto saat ini.

  • Kripto jauh lebih volatil dibandingkan emas, dan perdebatan soal tujuan utama investasi kripto akan terus berlangsung.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sebagian investor membeli cryptocurrency karena khawatir terhadap melemahnya nilai dolar AS atau potensi krisis ekonomi global. Fenomena ini baru-baru ini disoroti oleh CEO BlackRock, Larry Fink.

Dalam forum Future Investment Initiative di Riyadh, Fink menyebut aset kripto sebagai “asset of fear” atau aset yang lahir dari rasa takut, seperti dikutip Bloomberg.

Namun, tidak semua pakar sepakat dengan pandangan tersebut. Sejumlah analis keuangan menilai Fink terlalu menyederhanakan alasan di balik meningkatnya minat terhadap aset digital.

Menurut mereka, ada perubahan struktural besar yang tengah berlangsung dan berpotensi mengubah cara institusi memandang serta berinvestasi di cryptocurrency secara permanen.

1. Apa yang sebenarnya disampaikan Larry Fink?

Ilustrasi koin kripto (freepik.com)

Mengacu pada laporan Daily Hodl, Fink menyatakan, kepemilikan kripto didorong oleh kekhawatiran akan stabilitas keuangan. Ia menyamakan peran kripto dengan emas, yakni sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global. Pernyataan ini muncul di saat rasio utang pemerintah Amerika Serikat diproyeksikan menembus 143 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Pandangan tersebut menandai perubahan sikap yang cukup signifikan. Pada 2017, Fink sempat meremehkan kripto. Kini, BlackRock justru mengelola sekitar 82,4 miliar dolar AS melalui iShares Bitcoin Trust per 7 November 2025, berdasarkan data resmi iShares.

2. Faktor yang lebih penting dari sekadar rasa takut

Ilustrasi koin kripto (freepik.com)

Josip Rupena, CEO Milo, mengakui bahwa faktor ketakutan— seperti inflasi dan risiko geopolitik— memang mendorong sebagian minat terhadap Bitcoin. Namun, ia menilai ada aspek yang jauh lebih penting dan sering luput dari perhatian.

Menurut Rupena, kemudahan akses melalui ETF, solusi kustodi yang matang, serta kerangka regulasi yang jelas menjadi pendorong utama adopsi kripto saat ini. Infrastruktur keuangan baru tersebut telah menggeser kripto dari aset spekulatif menjadi instrumen yang semakin diterima secara luas.

Ia mencontohkan kehadiran spot ETF dan regulasi Uni Eropa seperti MiCA (Markets in Crypto-Assets), yang menetapkan aturan seragam bagi pasar kripto di kawasan tersebut. Regulasi ini dinilai meningkatkan legitimasi aset digital di mata institusi.

Selain itu, banyak profesional keuangan kini memandang Bitcoin bukan sekadar alat lindung nilai, melainkan juga sebagai diversifikator portofolio dengan korelasi rendah terhadap aset tradisional. Data CNBC menunjukkan l ETF emas dan Bitcoin sama-sama mencatat arus dana masuk yang kuat karena investor mencari alternatif diversifikasi.

3. Perbedaan cara kerja emas dan kripto

Ilustrasi bitcoin (freepik.com)

Meski sering disandingkan, emas dan kripto memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Rupena menekankan bahwa kripto jauh lebih volatil dibandingkan emas. Investor emas umumnya berasal dari bank sentral dan dana makro, sementara kripto didominasi investor ritel, kuantitatif, dan teknologi.

Emas cenderung bergerak mengikuti imbal hasil riil, sedangkan kripto lebih sensitif terhadap likuiditas pasar, siklus halving, dan perubahan regulasi. Riset State Street menunjukkan emas mencatatkan rata-rata imbal hasil lebih dari 4,7 persen saat pasar saham melemah, sementara Bitcoin justru turun lebih dari 35 persen. Inilah alasan emas masih menjadi lindung nilai utama dalam skenario risiko ekstrem.

4. Apa yang akan menentukan peran kripto ke depan?

Ilustrasi bitcoin (freepik.com)

Rupena menilai, perdebatan soal tujuan utama investasi kripto akan terus berlangsung. Namun, kejelasan regulasi, kemampuan menghasilkan imbal hasil, dan kesiapan infrastruktur institusional akan menentukan apakah kripto berperan sebagai aset defensif atau instrumen pertumbuhan.

Bitcoin, dengan pasokan terbatas dan korelasi sekitar 0,15 terhadap saham, mulai diposisikan sebagai aset makro yang langka. Sementara itu, Ethereum menawarkan daya tarik melalui imbal hasil staking yang mendukung perannya sebagai infrastruktur blockchain.

Dengan regulasi yang semakin matang, kripto berpotensi menjadi alokasi kecil namun terukur dalam portofolio—bukan sekadar aset lindung nilai, tetapi juga bukan hype semata.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team