Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Milenial dan Gen Z Menghadapi Tantangan Keuangan, Judol jadi Ancaman?

Ilustrasi perencanaan finansial (pexels.com/Mikhail Nilov)
Intinya sih...
  • Generasi Milenial dan Gen Z dihadapi tantangan keuangan yang kompleks
  • Inflasi, upah minimum, pekerjaan informal, dan faktor eksternal memperburuk situasi ekonomi mereka
  • Milenial fokus pada kesejahteraan keluarga, sementara Gen Z lebih mengutamakan life balance

Menghadapi tantangan keuangan di era modern bukanlah hal yang mudah, terutama bagi generasi muda. Dengan biaya hidup yang semakin tinggi, ditambah dengan perubahan ekonomi yang tidak menentu, banyak orang dihadapkan pada dilema keuangan yang kompleks. Namun, situasi ini sebenarnya bisa menjadi peluang untuk saling mendukung dan mencari solusi bersama. Generasi Milenial dan Gen Z memiliki akses ke informasi yang luas dan teknologi yang canggih, yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kesulitan finansial secara lebih efektif.

Kunci penting dalam mengelola keuangan pribadi adalah menata ulang prioritas. Dalam dunia yang serba cepat ini, godaan untuk terus mengikuti tren gaya hidup bisa membuat anggaran berantakan. Tetapi dengan sedikit kesadaran dan perencanaan yang matang, generasi muda bisa belajar untuk lebih bijak dalam mengatur keuangan mereka. Bersama-sama, mereka dapat menemukan cara untuk tetap tangguh di tengah kesulitan, mengelola tanggung jawab keluarga, dan menciptakan keseimbangan dalam ekonomi yang dinamis. Semua ini adalah langkah awal untuk membangun masa depan keuangan yang lebih kuat.

1. Milenial dan Gen Z menghadapi winter tech dan PHK massal

Milenial dan Gen Z dalam mengatasi tantangan keuangan bersama (dok. IDN Times/IMGR 2025)

Generasi Milenial dan Gen Z di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mencapai keamanan keuangan, terutama karena biaya hidup yang terus naik sementara upah tak bergerak seiring. Inflasi yang terus melampaui pertumbuhan upah menyebabkan pemenuhan kebutuhan dasar jadi semakin sulit. Selama empat tahun terakhir, inflasi pangan melonjak 5,6 persen, sedangkan pertumbuhan upah minimum hanya 4,9 persen, menurut data Bank Indonesia. Kondisi ini membuat menabung tampak seperti mimpi yang semakin jauh.

Sebanyak 66 persen dari generasi ini menyatakan bahwa kenaikan biaya hidup menjadi tantangan utama dalam mengelola keuangan, terutama bagi Gen Z yang tinggal di kota besar. Upah rata-rata mereka di Indonesia untuk pekerjaan formal berkisar antara Rp2,2 juta hingga Rp3,4 juta. Penghasilan ini tidak cukup untuk menghadapi tekanan ekonomi yang kian berat, apalagi dengan semakin banyaknya pekerjaan informal dan menyusutnya kelas menengah.

Selain itu, faktor-faktor eksternal seperti "winter tech" dan PHK massal memperburuk situasi keuangan generasi ini. Saat ini, 60,12 persen dari angkatan kerja berada di sektor informal, jauh lebih besar dibandingkan sektor formal yang hanya 39,88 persen. Perubahan ini semakin memperlebar jurang antara pendapatan dan biaya hidup, membuat generasi muda terjebak dalam ketidakpastian ekonomi.

2. Perbedaan prioritas keuangan bagi anak muda

mengelola keuangan (pexel.com/kaboompics.com)

Mengatur prioritas keuangan bagi anak muda sangat penting untuk membangun fondasi keuangan yang kuat di masa depan. Seiring dengan siklus hidup yang berjalan, dua generasi muda utama saat ini yaitu Milenial dan Gen Z memiliki prioritas yang berbeda dalam mengatur keuangan. 

Milenial lebih fokus pada kesejahteraan keluarga

Saat ini generasi Milenial berada pada rentang usia berkeluarga. Mereka yang sudah membentuk keluarga kecilnya sendiri, tentu ingin memiliki keluarga yang makmur dan sejahtera. Oleh karena itu, di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu dan keterbatasan pendapatan, generasi Milenial berusaha keras untuk menyisihkan pendapatan mereka dan mengalokasikannya pada pos keuangan yang penting untuk keberlangsungan keluarga dalam jangka panjang.


Dalam Indonesia Millenial Gen Z Report 2025, dipaparkan bahwa sebanyak 47 persen Milenial menyisihkan pendapatannya untuk kebutuhan pendidikan anak. Hal ini menunjukkan komitmen Milenial untuk mempersiapkan pendidikan anak mereka sebaik mungkin sehingga kelak di masa depan, mereka mampu menghadapi tantangan zaman yang semakin sulit dan memikul tanggung jawab yang semakin besar.

Gen Z lebih mengutamakan life balance

Jika Milenial lebih berorientasi pada kebutuhan keluarga, maka di sisi lain, Gen Z lebih memperhatikan kesejahteraan hidup mereka secara individu. Hal ini terlihat dari prioritas keuangan yang berbeda.

Prioritas keuangan Gen Z lebih bervariasi. Masih dalam report yang sama, Gen Z membagi keuangannya pada pemenuhan dana darurat serta investasi di bidang properti. Lalu, disusul dengan pengalokasian dana liburan serta kegiatan rekreasional.  Adanya pemenuhan dana darurat ini menunjukkan bahwa meski Gen Z suka memanjakan diri mereka, namun generasi ini tetap membutuhkan stabilitas dan keamanan di bidang keuangan dalam jangka panjang.

3. Tetap tangguh di tengah tantangan keuangan

Tetap tangguh di tengah tantangan keuangan (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)

Seiring tantangan ekonomi yang berlanjut, Gen Z dan Millennial di Indonesia mengadopsi strategi hemat untuk menjaga keamanan keuangan. Gen Z, dengan 60 persen responden, aktif mencari promosi dan diskon sebagai cara utama mengurangi biaya, serta mengurangi aktivitas sosial dan memilih opsi kebugaran yang lebih terjangkau. Sementara itu, 66 persen Millennial lebih memilih memasak di rumah untuk menghemat uang dan mendukung gaya hidup sehat.

Hidup hemat bagi keduanya bukan tentang pengorbanan kenyamanan, melainkan tentang membuat pilihan yang bijak dan memahami nilai-nilai penting. Mereka sedang mendefinisikan ulang arti hidup sejahtera dengan menjauh dari budaya konsumerisme, membangun kehidupan yang aman secara keuangan dan beretika, serta menemukan kepuasan dari pilihan yang disengaja daripada pengejaran terhadap materi yang berlebihan.

Menurut Samuel Ray; seorang pembuat konten, penulis, dan pendukung gaya hidup hemat atau frugal, pilihan untuk menjalani hidup hemat atau frugal bukanlah soal mengorbankan kenyamanan, melainkan tentang membuat pilihan yang bijak dan sadar serta menolak tekanan untuk terus mengejar kemewahan demi penampilan semata. Dia menekankan pentingnya memahami apa yang benar-benar berarti, bahkan jika itu membutuhkan usaha lebih, dan berpegang teguh pada nilai-nilai tersebut daripada terjebak dalam pengejaran yang tiada henti. Bagi Samuel Ray, frugalisme adalah tentang mengutamakan esensi di atas gaya dan menemukan kepuasan dalam kesederhanaan, bukan dalam kelebihan.

4. Judi online mengancam keamanan keuangan Milenial dan Gen Z

Ilustrasi judi online (unsplash.com/introspectivedsgn)

Dalam beberapa tahun terakhir, judi online (judol) menjadi fenomena yang marak terjadi di masyarakat, terutama di kalangan Milenial dan Gen Z. Kerap dianggap sebagai solusi atau jalan pintas bagi orang-orang yang membutuhkan uang, judi online justru menghadirkan ancaman yang sangat serius bagi keamanan keuangan mereka.

Maraknya platform judi online, terutama setelah pandemi COVID-19, membuat praktik perjudian jadi sangat mudah diakses. Cepat atau lambat, fenomena tersebut menyebabkan adanya peningkatan utang dan ketidakstabilan keuangan.

Melalui Indonesia Millenial and Gen Z Report 2025, IDN Research Institute menggali lebih dalam tentang ancaman judi online terhadap keamanan keuangan kaum Milenial dan Gen Z di Indonesia.

Data dari laporan tersebut diambil 1.500 responden, yang terdiri dari 750 Milenial (usia 28-43 tahun per 2024) dan Gen Z (usia 12-27 tahun per 2024). Mereka berasal dari 12 wilayah dan kota besar, yaitu Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Solo, Banjarmasin, Balikpapan, and Makassar.

5. Judi online mengancam keutuhan rumah tangga

Ilustrasi pasangan suami istri bertengkar (unsplash.com/javaistan)

Milenial dan Gen Z di Indonesia menjadi kelompok yang saat ini bergulat dengan berbagai masalah. Mulai dari biaya hidup tinggi, pasar kerja yang tidak dapat diprediksi, hingga perjudian online. Masalah ketiga, yaitu perjudian online, menjadi tantangan berat dan memerlukan tindakan kolektif untuk mencegah penyebarannya.

Apalagi, konsekuensi dari perjudian online sangat berat, terutama bagi keharmonisan rumah tangga. Dilansir IDN Times pada Juli 2024, di daerah Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, ada lebih dari 1.000 kasus perceraian dilaporkan pada paruh pertama tahun 2024. Banyak pasangan yang menyebut bahwa perjudian sebagai penyebab utama keretakan rumah tangga mereka.

Sementara itu, di Bandung Barat, Jawa Barat, banyak wanita mengajukan gugatan cerai dengana alasan kekacauan keuangan dan penipuan akibat judi online yang dilakukan oleh suami mereka.

Aksesibilitas pada judi online mengakibatkan sumber daya keuangan yang seharusnya ditujukan untuk kebutuhan rumah tangga jadi terbuang sia-sia. Hal ini menyebabkan tekanan ekonomi yang signifikan.

Ketidakstabilan ini sangat terlihat di rumah tangga berpenghasilan menengah ke bawah. Dampaknya tidak hanya kerugian keuangan, tetapi juga kehancuran hubungan karena adanya kerahasiaan dan ketidakpercayaan.

Annisa Steviani, seorang Content Creator dan Certified Financial Planner, menyoroti bahwa tekanan keuangan akibat perjudian dapat mengganggu stabilitas seluruh keluarga, memicu konflik terkait uang, dan alokasi sumber daya. Seiring dengan bertambahnya utang, pasangan sering kali memilih untuk merahasiakannya, sehingga mengikis kepercayaan yang penting untuk menjaga hubungan.

6. Perlu kerjasama pemerintah dan masyarakat untuk menekan penyebaran judi online

ilustrasi judi online (unsplash.com/kipic)

Dampak buruk dari perjudian online terhadap keamanan keuangan di kalangan Milenial dan Gen Z harus menjadi perhatian yang mendesak oleh para pembuat kebijakan (dalam hal ini pemerintah) dan masyarakat. Masalah ini pun telah mendorong Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mengadvokasi upaya pencegahan perjudian dalam konseling keagamaan.

Anwar Saadi dari Kementerian Agama Republik Indonesia memberikan tanggapannya terkait masalah tersebut. “Perjudian bukan hanya ancaman ekonomi, tetapi juga masalah sosial utama yang memicu kejahatan, depresi, kekerasan dalam rumah tangga, dan keretakan keluarga. Untuk memerangi ini, kita memerlukan upaya bersama, termasuk intervensi pemerintah, dan pendidikan masyarakat sangat penting untuk menjaga ketahanan ekonomi kita,” ujarnya.

Bagi Generasi Milenial dan Gen Z, menghindari godaan perjudian online hanyalah permulaan. Untuk benar-benar mengamankan masa depan keuangan, mereka membutuhkan lebih dari sekadar disiplin pribadi, yaitu dukungan kolektif.

Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengekang penyebaran perjudian online, melindungi kesejahteraan ekonomi masyarakat, serta memastikan bahwa mereka memiliki perangkat dan lingkungan yang diperlukan untuk berkembang secara keuangan.

7. Ketidakstabilan ekonomi memengaruhi pilihan hidup Milenial dan Gen Z

Ketidakstabilan ekonomi memengaruhi pilihan hidup Milenial dan Gen Z (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)

Ketidakstabilan ekonomi global telah menyebabkan banyak orang menunda keputusan penting dalam hidup mereka, termasuk pernikahan dan membentuk keluarga. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh generasi Milenial, tetapi juga oleh Gen Z yang saat ini mulai memasuki usia dewasa.

Melalui Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025, IDN Research Institute mengungkapkan bagaimana tekanan keuangan yang semakin berat memengaruhi keputusan hidup kedua generasi tersebut di Indonesia.

Survei ini dilakukan pada 1.500 responden yang terdiri dari 750 Milenial (berusia 28 hingga 43 tahun) dan 750 Gen Z (berusia 12 hingga 27 tahun) yang tersebar di 12 kota besar Indonesia, dari Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Solo, Banjarmasin, Balikpapan, dan Makassar, selama Maret hingga Agustus 2024.

Berdasarkan hasil survei, terlihat bahwa ketidakstabilan ekonomi memainkan peran besar dalam membentuk pilihan hidup mereka, khususnya dalam hal menunda pernikahan dan memiliki anak.

Lalu, bagaimana dampaknya terhadap kedua generasi ini?

8. Milenial dan Gen Z memprioritaskan keamanan keuangan

Milenial dan Gen Z lebih memilih keamanan keuangan (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)

Tekanan keuangan yang dialami oleh generasi Milenial dan Gen Z di Indonesia mempengaruhi keputusan hidup mereka secara signifikan, terutama terkait pernikahan dan perencanaan keluarga. Dalam menghadapi ketidakstabilan ekonomi, banyak dari mereka memilih untuk menunda pernikahan dan mempertimbangkan gaya hidup tanpa anak sebagai respons atas ketidakpastian keuangan. Mereka lebih memprioritaskan keamanan keuangan dibandingkan mengikuti pola tradisional dalam membentuk keluarga.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mengungkapkan peningkatan jumlah anak muda yang belum menikah. Pada usia 16 hingga 30 tahun, angka ini meningkat dari 59,8 persen pada 2020 menjadi 68,3 persen pada  2023. Tren ini bukanlah bentuk penolakan terhadap nilai keluarga, melainkan tindakan pragmatis dalam menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks.

9. Tekanan ekonomi membuat kedua generasi memiliki fokus yang berbeda

Tekanan ekonomi membuat kedua generasi memiliki fokus yang berbeda (dok. IDN Times/IMGR 2025)

Faktor utama yang mempengaruhi keputusan Gen Z dan Milenial dalam menunda pernikahan atau tidak memiliki anak adalah tekanan ekonomi. Sekitar 68 persen Milenial dan 63 persen gen Z menyebutkan bahwa ketidakstabilan ekonomi, seperti ketidakpastian pekerjaan dan tingginya biaya hidup, menjadi faktor yang sangat mempengaruhi keputusan mereka.

Generasi Milenial, yang mungkin telah lebih mapan dalam karier mereka, merasakan tekanan ekonomi lebih kuat karena tanggung jawab keuangan yang lebih besar. Mulai dari mendukung keluarga atau mempertahankan standar hidup tertentu.

Sementara itu, Gen Z lebih fokus pada pencapaian karier dan kebebasan pribadi. Sebanyak 51 persen dan 47 persen dari mereka mengungkapkan alasan ini sebagai penyebab utama menunda pernikahan atau tidak memiliki anak, dibandingkan dengan 45 persen dan 43 persen di kalangan generasi Milenial.

Selain itu, faktor kesehatan juga menjadi pertimbangan penting, dengan 36 persen Milenial dan 29 persen Gen Z menyebutkannya sebagai alasan dalam keputusan mereka. Ini mencerminkan kesadaran yang lebih besar akan pentingnya kesehatan dalam memilih jalan hidup.

Meskipun demikian, stabilitas ekonomi tetap menjadi perhatian utama bagi kedua generasi. Namun, kedua generasi ini memiliki fokus yang berbeda. Gen Z lebih mengejar otonomi pribadi dan kesuksesan karier. Sedangkan Milenial lebih memprioritaskan keamanan keuangan dan kesejahteraan keluarga.

IDN menggelar Indonesia Millennial and Gen-Z Summit (IMGS) 2024, sebuah konferensi independen yang khusus diselenggarakan untuk dan melibatkan generasi Milenial dan Gen Z di Tanah Air. Dengan tema Catalyst of Change, IMGS 2024 bertujuan membentuk dan membangun masa depan Indonesia dengan menyatukan para pemimpin dan tokoh nasional dari seluruh nusantara.

IMGS 2024 diadakan pada 22–23 Oktober 2024 di The Tribrata Dharmawangsa, Jakarta. Dalam IMGS 2024, IDN juga meluncurkan Indonesia Millennial and Gen-Z Report 2025. Survei ini dikerjakan oleh IDN Research Institute bekerja sama dengan Populix sebagai Research Partner. Melalui survei ini, IDN menggali aspirasi dan DNA Milenial dan Gen Z Indonesia.

Penulis: 

  • Merry Wulan
  • Siantita Novaya
  • Febrianti Kusumaningrum
  • Fina Wahibatun
  • Dhiya Awlia Azzahra
  • Fasrinisyah Suryaningtyas

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
Merry Wulan
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us