Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perbedaan Milenial dan Gen Z Mengonsumsi Informasi, Apa yang Populer?

ilustrasi anak muda memakai media sosial (pexels.com/cottonbrostudio)
ilustrasi anak muda memakai media sosial (pexels.com/cottonbrostudio)
Intinya sih...
  • Media online menjadi sumber utama berita bagi Gen Z dan Milenial di Indonesia
  • Media nomad menggabungkan kreativitas pembuat konten dengan kredibilitas jurnalisme
  • Generasi Milenial dan Z tertarik pada topik-topik kemanusiaan, keadilan, dan lingkungan hidup di media sosial

Dalam Indonesia Millennial and Gen Z Report (IMGR) 2025, IDN menawarkan suatu pandangan penting terkait meningkatnya peran dua generasi utama yang akan menentukan nasib masa depan Indonesia, yaitu golongan Milenial dan Gen Z. Salah satu diskusi yang tak mungkin luput dari pokok perbincangan adalah bagaimana pola kedua generasi tersebut mengonsumsi informasi dan media. 

Pola konsumsi arus informasi dan keterbukaan di Indonesia, khususnya di kalangan Milenial dan Gen Z, adalah cerminan dari pergeseran lebih besar yang sedang terjadi di ranah digital. Generasi ini mendefinisikan ulang bagaimana informasi dikonsumsi lewat pendekatan pemanfaatan teknologi sesuai karakteristik mereka untuk menciptakan pengalaman yang lebih personal, interaktif, dan relevan. 

Selaras dengan cara Milenial dan Gen Z mengonsumsi informasi, pergeseran yang sedang terjadi juga sampai membentuk perubahan atas pola belanja mereka sebagai konsumen hingga bagaimana media bekerja, lho! Mengupas vitalnya peran sosial media hingga kesadaran untuk terlibat dalam keberlanjutan lingkungan, intip bagaimana pergeseran konsumsi media hari ini dari kacamata Milenial dan Gen Z menurut laporan yang disajikan IMGR 2025 berikut, yuk!

1. Media online masih menjadi sumber utama milenial dan gen Z dalam mencari berita

ilustrasi membaca berita (pexels.com/Jane Trang Doan)
ilustrasi membaca berita (pexels.com/Jane Trang Doan)

Berdasarkan riset dari Indonesia Milennial and Gen Z Report 2025, media online menjadi sumber utama bagi Gen Z dan Milenial di Indonesia dalam mencari berita. Sebanyak 47 persen dari total responden mengatakan demikian. Bahkan, data tersebut lebih besar pada responden Gen Z. Sebanyak 49 persen Gen Z lebih memilih portal media online sebagai sumber informasi utama mereka. Sementara di kota kecil, data menunjukkan sekitar 50 persen milenial juga mengandalkan media digital. Peningkatan konektivitas internet di berbagai pelosok negeri juga turut memperkuat tren ini.

Berbeda dari asumsi yang beredar, ternyata relevansi portal berita online masih penting di mata khalayak. Pasalnya, media online menyediakan informasi dengan beragam topik secara cepat dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Konten-konten yang relevan tersebut membuat milenial dan gen Z tetap memercayai media online sebagai sumber utama informasi mereka. Bahkan, 38 persen milenial dan gen Z mengikuti akun resmi portal berita online di media sosial (44 persen di kalangan gen Z).

2. Kemunculan media nomad yang semakin dipercaya publik dan pentingnya centang biru di akun berita

deretan nomad media terpercaya bagi milenial dan gen Z (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)
deretan nomad media terpercaya bagi milenial dan gen Z (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)

Kamu tahu @cretivox, @ussfeeds, hingga @whatisupindonesia? Mereka bisa diklasifikasikan sebagai media nomad. Media nomad adalah jenis media baru yang menggabungkan kreativitas pembuat konten dengan kredibilitas jurnalisme. Platform yang mereka gunakan untuk menyebarkan kontennya adalah media sosial, seperti Instagram, X, hingga TikTok. 

Kehadiran media nomad menjadi angin segar yang bikin milenial dan gen Z semakin up-to-date dengan berita. Konten multimedianya dinamis dengan akurasi jurnalistik sangat disukai oleh generasi muda. Beberapa media nomad yang dianggap paling populer di antaranya adalah @ussfeeds, @cretivox, @thinkpolicyid, @whatisupindonesia, hingga @ecommurz. Nah, Biasanya mereka menambahkan kredibilitas dengan adanya centang biru di akunnya. 

Membicarakan centang biru, ternyata riset dari Indonesia Milennial and Gen Z Report 2025 menunjukkan adanya hubungan antara akun terverifikasi tersebut dengan kepercayaan publik, lho. Berikut ini laporannya:

  • Sebanyak 31 persen responden milenial percaya centang biru menjamin kredibilitas sebuah akun berita.
  • Sebanyak 20 persen responden gen Z percaya centang biru menjamin kredibilitas sebuah akun berita. 

Keberadaan centang biru di akun-akun berita memang dianggap penting oleh sebagian responden. Namun tak hanya itu, akun media nomad kini juga berupaya untuk membangun kepercayaan dengan menyajikan berita yang kredibel dan mendorong pembacanya menjadi kritis. 

3. Bagaimana generasi muda menggunakan media sosial

ilustrasi sosial media (pexels.com/Tracy Le Blanc)
ilustrasi sosial media (pexels.com/Tracy Le Blanc)

Ada 3 topik yang paling banyak disukai generasi Milenial dan Z di media sosial:

  • 64 persen tentang kemanusiaan
  • 48 persen tentang keadilan
  • 47 persen tentang lingkungan hidup

Di dunia yang kini dipenuhi konten, ternyata tiga topik di atas secara konsisten menarik perhatian generasi Milenial dan Z. Topik tentang kemanusiaan menjadi yang paling menarik perhatian, mencerminkan generasi saat ini peduli dengan kesejahteraan sosial, kesetaraan dan kasih sayang.

Topik tentang keadilan dan lingkungan juga turut menarik perhatian, karena menunjukkan komitmen generasi saat ini terhadap kesetaraan dan hak dalam masalah lingkungan. Dengan tujuan untuk keberlanjutan dan konservasi yang sejalan dengan gerakan global.

Minat dalam topik-topik ini, juga menggambarkan generasi saat ini tidak hanya berpengetahuan luas, tetapi juga terlibat aktif dalam tantangan sosial dan lingkungan yang membentuk dunia saat ini.

Transformasi dan Peluang TikTok

TikTok kini mengalami perubahan yang signifikan, mulai yang awalnya dikenal lewat video pendek dan viral, menjadi platform yang mengakomodasi berbagai jenis dan durasi konten. Salah satu yang paling menonjol adalah video dengan durasi panjang, yang memungkinkan kreator mengunggah konten hinggal 10 menit.

Perbaruan ini memungkinkan merek bisa mengembangkan konten lebih mendalam dan menarik. Selain video yang lebih panjang, TikTok kini mendukung kiriman gambar dan teks saja, ini penawaran menarik untuk mengekspresikan diri. Perubahan ini menandakan TikTok menjadi lebih serbaguna.

Strategi konten platform yang terus berkembang tercermin dari perubahan algoritmanya, yang kini lebih menyukai video yang lebih panjang dan lebih informatif daripada konten yang cepat dan menarik perhatian. Penyesuaian ini berarti merek harus beralih dari membuat klip yang hanya menghibur menjadi memproduksi konten yang mendidik, informatif, dan menarik. 

Algoritma sekarang mempertimbangkan waktu tonton, rasio penyelesaian, dan retensi pengguna, mendorong merek untuk fokus pada penceritaan berkualitas tinggi yang memikat penonton atau pengguna TikTok sendiri. 

Keunggulan Otentik Gen Z

Untuk melibatkan Generasi Milenial dan Gen Z secara efektif di media sosial, penting untuk memahami apa yang mendorong mereka untuk mengikuti akun tertentu atau berinteraksi dengan konten tertentu. Bagi Generasi Milenial, media sosial sering kali berfungsi sebagai platform untuk pencitraan merek pribadi.

Sebaliknya, Gen Z menyukai pendekatan yang lebih autentik, mereka menghargai momen asli dan tanpa filter yang menunjukkan jati diri mereka yang sebenarnya. Tumbuh di era kelebihan informasi dan meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental, baik Generasi Milenial maupun Gen Z sangat menyadari tekanan yang terkait dengan mempertahankan persona online yang ideal. 

Dan ternyata 55 persen responden Gen Z mengatakan bahwa mereka mengikuti sebuah akun sosial karena motivasi dan inspirasi yang mereka tawarkan. Hal ini menunjukkan konten yang menginspirasi bagi meraka bisa membangkitkan semangat. 

Platform seperti What Is Up, Indonesia? (WIUI) berhasil memanfaatkan permintaan yang terus meningkat akan keaslian ini, dengan menggunakan berbagai alat untuk terhubung dengan Gen Z lewat cara yang bermakna. 

WIUI memanfaatkan kiriman Instagram, A), artikel, glosarium jargon politik, dan profil partai politik yang terperinci untuk membuat topik politik yang rumit lebih relevan dan mudah diakses. 

ilustrasi live streaming (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)
ilustrasi live streaming (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)

Live Streaming: Merangkul Semangat Ekspresi Anak Muda

Ada tiga platform live streaming yang paling banyak digunakan:

  • Tiktok Live
  • YouTube Live
  • Instagram Live

Live streaming dengan cepat menjadi format konten yang disukai di kalangan Generasi Milenial dan Generasi Z, dengan TikTok Live sebagai yang terdepan. Enam puluh tiga persen responden menggunakan TikTok Live, angka yang meningkat menjadi 68 persen untuk Generasi Z.

Keberhasilan TikTok sebagian besar disebabkan oleh kombinasi konten yang singkat dan menarik serta fitur interaktif, yang dirancang dengan sempurna untuk generasi yang menghargai pengalaman yang cepat dan dinamis secara visual. 

YouTube Live dan Instagram Live juga mempertahankan basis pengguna yang kuat, dengan masing-masing 46 persen dan 45 persen responden menggunakan platform ini. Meskipun TikTok mendominasi, tetap ada minat yang cukup besar terhadap konten yang lebih kaya secara visual dan mendalam yang disediakan oleh YouTube dan Instagram.

Yang membedakan live streaming bagi Generasi Milenial dan Generasi Z adalah keasliannya yang melekat. Tidak seperti konten yang direkam sebelumnya, live streaming terjadi secara langsung, yang menawarkan sekilas konten yang tidak diedit yang sedang disajikan. Bagi generasi ini, yang menghargai kejujuran dan transparansi, format mentah dan tanpa filter ini sangat menarik. 

Streaming langsung bukan hanya tentang hiburan, ini tentang membina hubungan yang tulus. Interaksi yang dinamis antara streamer dan audiens mereka menciptakan rasa memiliki dan komunitas, sesuatu yang semakin berharga dalam lingkungan digital yang sering terputus saat ini. 

4. User-Generated Content: Memberdayakan suara generasi baru

ilustrasi media sosial (freepik.com)
ilustrasi media sosial (freepik.com)

User-Generated Content (UGC) memiliki tempat khusus bagi Generasi Milenial dan Gen Z di Indonesia. Ini bukan sekadar jenis konten lain, ini adalah cara bagi generasi ini untuk mengekspresikan diri, terhubung dengan orang lain, dan membangun kepercayaan sejati dengan merek. 

Mereka ingin menciptakan, berbagi, dan menjadi bagian dari percakapan. Bagi merek, UGC adalah alat yang ampuh untuk meningkatkan kehadiran mereka di platform seperti TikTok. UGC menawarkan cara bagi merek untuk menghasilkan konten yang autentik dan relevan yang sesuai dengan pengguna. Dengan mendorong audiens untuk membuat dan berbagi konten, merek memanfaatkan kreativitas dan antusiasme mereka, membangun rasa kebersamaan dan kepercayaan. 

5. Menyeimbangkan hiburan dengan informasi

ilustrasi keseimbangan informasi dan hiburan (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)
ilustrasi keseimbangan informasi dan hiburan (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)

Generasi Milenial dan Gen Z sangat tertarik dengan isu sosial, tetapi mereka juga mencari keseimbangan antara hiburan dan informasi dalam konsumsi media mereka. Dengan 74 persen responden menyukai konten yang menghibur, jelas bahwa humor, cerita, dan visual yang menarik memiliki daya tarik yang luas.

Namun, hiburan saja tidak cukup untuk generasi ini. Enam puluh lima persen responden lebih menyukai konten yang informatif, menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menggulir secara pasif tetapi secara aktif mencari pengetahuan yang memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang dunia di sekitar mereka.

6. Kekuatan meme dalam mengomunikasikan ide-ide rumit

potret meme kucing tidur (reddit.com/user/DaisyAshlynn)
potret meme kucing tidur (reddit.com/user/DaisyAshlynn)

Meme telah menjadi bagian penting dari cara Generasi Milenial dan Generasi Z berkomunikasi secara daring. Cuplikan konten yang cepat dan sering kali lucu ini lebih dari sekadar hiburan. Meme merupakan cara untuk mengomentari isu-isu sosial dan budaya, meringkas ide-ide rumit menjadi visual atau frasa yang mudah dibagikan. 

Pada dasarnya, meme seperti singkatan digital, yang membuat konsep-konsep besar menjadi mudah diakses dan relevan. Di Indonesia, meme memainkan peran utama dalam percakapan publik. Meme menangkap humor, rasa frustrasi, dan masalah sehari-hari generasi muda, bertindak sebagai sumber tawa dan bentuk ekspresi diri. Kekuatan meme sebenarnya terletak pada bagaimana meme dapat mengambil topik-topik rumit dan memecahnya menjadi konten yang ringkas dan sering kali menghibur yang disukai banyak orang.

Seiring berkembangnya meme, meme akan tetap menjadi bagian penting dari lanskap digital, membentuk cara generasi muda memandang dan berinteraksi dengan dunia. 

7. Memahami bagaimana merek dipersepsikan di media sosial

ilustrasi media sosial (pexels.com/Magnus Mueller)
ilustrasi media sosial (pexels.com/Magnus Mueller)

Merek atau brand memanfaatkan media sosial untuk terhubung dengan Generasi Milenial dan Generasi Z dengan cara yang semakin menarik. Menurut data, sebagian besar audiens ini menganggap konten merek informatif dan menghibur, dengan 58 persen responden menganggapnya menghibur dan 57 persen menghargai aspek informatif, khususnya terkait detail produk. 

Ini menunjukkan bahwa merek secara efektif menggunakan media sosial tidak hanya untuk promosi produk, tetapi juga untuk membangun koneksi yang lebih dalam dengan menggabungkan hiburan dengan informasi yang berharga. 

Namun, hiburan dan informasi saja tidak cukup untuk menarik loyalitas Generasi Milenial dan Generasi Z, yang tumbuh di dunia yang penuh dengan berita palsu dan influencer yang tidak autentik. Paparan terus-menerus terhadap konten yang dipertanyakan ini telah mempertajam kemampuan mereka untuk membedakan keaslian, membuat mereka lebih skeptis terhadap merek dan kreator yang gagal memenuhi standar tinggi mereka. 

Empat puluh sembilan persen responden menghargai ketika merek menawarkan promosi melalui akun media sosial resmi mereka. Selain itu, 39 persen responden menghargai konten interaktif dan hadiah, yang menunjukkan keinginan kuat untuk keterlibatan dan partisipasi nyata daripada konsumsi pasif. 

8. Menangani misinformasi dan hoaks di era digital

foto hanya ilustrasi (IDN Times/Irma Yudistirani)
foto hanya ilustrasi (IDN Times/Irma Yudistirani)

Di era di mana misinformasi menyebar dengan cepat di internet, memahami bagaimana orang menavigasi hoaks dan informasi palsu sangatlah penting. Terdapat 56 persen responden secara aktif menghindari berita dengan tajuk berita yang sensasional. Selain itu, 43 persen responden mengambil langkah ekstra untuk memverifikasi fakta dari sumber berita tepercaya lainnya.

Selain itu terdapat 40 persen responden hanya mengakses berita dari portal berita atau situs web yang memiliki reputasi baik. Dan ada 38 persen yang mengonfirmasi keaslian alamat situs web, yang menunjukkan meningkatnya literasi digital dan kesadaran tentang risiko mengakses situs yang tidak dapat diandalkan.

9. Menyeimbangkan kehidupan daring dan luring

ilustrasi anak muda (pexels.com/Elina Fairytale)
ilustrasi anak muda (pexels.com/Elina Fairytale)

Seiring media sosial terus mengaburkan batas antara kenyataan dan virtualitas, kemampuan untuk membedakan keduanya menjadi semakin penting. Orang-orang secara sadar berupaya untuk menjaga keseimbangan yang sehat antara kehidupan daring dan luring mereka. 

10. Mengatasi negativitas dan menangani "haters" di media sosial

Di antara Gen Z, mereka yang berada di kota besar menunjukkan kecenderungan lebih tinggi 57 persen persen untuk menggunakan fitur blokir dan bisukan, dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di kota-kota kecil 51 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna Gen Z perkotaan lebih proaktif dalam mengelola keselamatan daring mereka.

Bagi Milenial, trennya serupa tetapi bahkan lebih jelas. Lima puluh enam persen Milenial di kota besar menggunakan fitur blokir atau bisukan untuk menangani ancaman, jauh lebih tinggi daripada 39 persen Milenial di kota-kota kecil yang melakukan hal yang sama. 

Perbedaan mencolok ini menunjukkan bahwa Generasi Milenial di daerah perkotaan yang lebih besar cenderung lebih memanfaatkan perangkat ini untuk melindungi diri mereka secara daring. 

11. Peran media sosial dalam terbentuknya tren milenial dan gen Z

ilustrasi menonton Netflix (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)
ilustrasi menonton Netflix (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)

Algoritma media sosial punya pengaruh besar terhadap cara milenial dan gen Z di Indonesia menemukan serta terlibat dengan tren. Milenial lebih bergantung pada algoritma rekomendasi Instagram Feed dan influencer, sementara gen Z lebih menyukai TikTok yang menawarkan interaksi dan spontanitas. Hal ini memengaruhi perilaku konsumen: milenial cenderung melakukan pembelian impulsif berdasarkan visual yang menarik, sedangkan gen Z memprioritaskan tren yang cepat dan relevan. Dalam pembuatan konten, milenial lebih memilih visual yang rapi, sedangkan gen Z menghargai keaslian dan partisipasi.

Untuk bertahan dengan algoritma yang acapkali berubah, konsumen, kreator konten, dan pemilik usaha atau brand perlu menerapkan strategi yang tepat. Konsumen harus bijak menghindari pembelian impulsif, fokus pada kualitas, dan menyesuaikan tren dengan tujuan jangka panjang. Kreator konten dapat membedakan diri dengan kreator lain dengan memanfaatkan tren viral untuk berinteraksi dengan audiens. Sementara, pemilik usaha atau brand harus cepat beradaptasi dengan tren sambil memperhatikan keberlanjutan. Mereka pun bisa bekerja sama dengan kreator yang memiliki visi serupa.

Contoh nyata dari pengaruh algoritma dalam hiburan ialah sistem rekomendasi Netflix. Algoritma ini menyesuaikan saran konten dengan preferensi pengguna berdasarkan perilaku mereka. Hal ini membantu pengguna menemukan konten yang relevan dengan lebih mudah. Dengan begitu, pengguna bisa lebih menghemat waktu pencarian dan lebih punya banyak waktu untuk menikmati konten.

Namun, fokus pada personalisasi juga menghadirkan tantangan, seperti bias algoritmik dan "filter bubbles”. Maksudnya, rekomendasi ini hanya didasarkan pada preferensi dapat membatasi eksplorasi konten. Netflix berupaya mengatasi hal ini dengan menyeimbangkan personalisasi dan keberagaman dalam penawaran konten, termasuk menghubungkannya dengan tema sosial yang relevan seperti kesehatan mental dan kesetaraan gender.

“Algoritma Netflix menyajikan konten yang melampaui preferensi individu. Algoritma ini mengurasi pengalaman menonton yang unik sesuai dengan selera individu. Algoritma ini berfungsi layaknya kurator pribadi karena meramalkan preferensi dan menyajikan konten yang paling relevan pada saat individu tersebut inginkan,” tutur Putri Silalahi, Kepala Humas Netflix Indonesia.

12. Dari scroll lanjut belanja: Bagaimana media sosial membentuk kebiasaan berbelanja

ilustrasi scrolling berbelanja online (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)
ilustrasi scrolling berbelanja online (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)

Algoritma media sosial mengubah cara milenial dan generasi Z di Indonesia berinteraksi dengan tren, termasuk dalam kebiasaan berbelanja dan gaya hidup. Instagram dan TikTok jadi beberapa platform yang menumbuhkan impulsif.

Namun, gak hanya membeli baju baru, banyak generasi muda yang mulai bergeser membidik barang bekas, mulai dari pakaian hingga barang elektronik. Beberapa platform yang bisa digunakan adalah Huntstreet, Tinkerlust, dan Banananina. Selain media sosial, peran influencer juga mempengaruhi cara pandang milenial dan gen Z dan berbelanja.

13. Fashion sirkular: Cara baru untuk hidup lebih berkelanjutan

ilustrasi seorang model (pixabay.com/ryanbejar24)
ilustrasi seorang model (pixabay.com/ryanbejar24)

Perilaku berbelanja generasi milenial dan gen Z juga mengacu pada gaya berkelanjutan. Menurut Chitra Subyakto, founder Sejauh dan Studio Sejauh, ia melihat ada perbedaan jelas dalam prioritas generasi muda yang tertarik pada belanja berkelanjutan.

Menurut Chitra, sebagian dari milenial dan gen Z sudah berkomitmen memilih barang yang ramah lingkungan, tapi ada juga yang mementingkan estetika dan melihat keberlanjutan adalah bonus dari perilakunya.

Melalui perbedaan tersebut, Chitra kemudian mendefinisikan ulang arti keberlanjutan sebagai bentuk tanggung jawab atas barang yang sudah dibeli dalam keseharian. Dengan begitu, mencapai keberlanjutan bukanlah sebuah angan semata.

Media sosial, khususnya Instagram, menjadi alat andalan berbagai merek untuk melibatkan audiens. Platform tersebut tidak hanya menyebarkan popularitas sebuah merek, tetapi juga mendorong terjadinya perubahan dalam pola pikir dan perilaku konsumen.

“Kita berterima kasih bangat pada komunitas kami. Melihat banyak orang membahas pemakaian fashion secara berkelanjutan yang menandai kamu di postingannya. Ini menunjukkan bahwa mereka benar-benar paham akan pesan kami,” kata Chitra.

Fashion sirkular berpusat pada lima prinsip, yakni repair (perbaikan), recyle (daur ulang),  reuse (penggunaan kembali), resell (menjual kembali), dan rewear (pemakaian ulang). Kelima langkah itu sangat penting dalam mendorong industri fashion yang berkelanjutan. Dengan mendorong konsumen memperbaiki pakaian mereka, maka itu akan memutus rantai penumpukan limbah pakaian.

Mendaur ulang pakaian lama menjadi bahan baru juga akan mengurangi dampak lingkungan. Sementara itu, penggunaan kembali dan daur ulang akan mengasah kreativitas dan inovasi konsumen, yang mana banyak generasi milenial dan gen Z.

14. Generasi muda kini juga pentingkan minimalisme

ilustrasi melihat lemari pakaian (pexels.com/Ksenia Chernaya)
ilustrasi melihat lemari pakaian (pexels.com/Ksenia Chernaya)

Milenial dan gen Z kini mulai mengadopsi tren minimalisme dalam berpakaian. Hal tersebut didukung dengan salah satu gerakan, seperti #CapsuleWardrobe2024. Ia mengajak masyarakat, khususnya milenial dan gen Z untuk lebih jarang berbelanja pakaian. Atau, mereka bisa membeli pakaian dengan kualitas tinggi agar pemakaiannya lebih awet.

Menanggapi maraknya mode cepat dan konsumerisme, tren minimalis mulai menjamur di kalangan Milenial dan Gen Z. Gerakan seperti #CapsuleWardrobe2024 mempromosikan kepemilikan lebih sedikit pakaian berkualitas tinggi yang menawarkan fleksibilitas dan mendorong pilihan yang bijaksana daripada kuantitas. Pola pikir minimalis ini menarik bagi mereka yang ingin menyederhanakan hidup dan meminimalkan jejak lingkungan mereka.

Jurnalis fesyen dan founder SARE, Cempaka Asriani, mengatakan kalau capsule wardrobe bukan hanya soal punya pakaian lebih sedikit, tetapi lebih bijaksana dalam berpakaian. Daripada mementingkan kuantitas, sebaiknya berpaku pada kualitas. Perjalanan Cempaka membentuk gerakan #CapsuleWardrobe2024 didorong pengalaman pribadi dan komitmennya terhadap keberlanjutan. 

15. Membentuk bagaimana konsumsi media hari ini dari kacamata gen Z dan milenial Indonesia

ilustrasi media sosial sebagai corong informasi (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)
ilustrasi media sosial sebagai corong informasi (dok. IDN Research Institute/Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025)

Tak bisa dimungkiri, Generasi Z dan Milenial di Indonesia makin beralih ke konsumsi digital mengikuti tren dan perkembangan zaman. Peran portal media daring menjadi jauh lebih penting untuk mendukung kebutuhan atas informasi yang lebih cepat dari generasi tersebut. Selain soal kecepatan, keberagaman informasi yang ditawarkan oleh portal media daring masa kini menjadi salah satu faktor kunci yang mengikat kebutuhan masyarakat Indonesia atas sumber informasi yang lebih up to date dan fleksibel. 

Terkini, kebutuhan Gen Z dan Milenial atas informasi makin didukung lewat pertumbuhan nomad media yang menggabungkan unsur kreativitas para kreator konten dan kredibilitas jurnalisme. Pendekatan platform digital pembaharuan seperti ini umumnya menonjolkan pendekatan unsur cerita yang menggugah perasaan. Strategi seperti itu sangat pas untuk menjangkau audiens muda yang cenderung lebih tertarik atas sesuatu yang bersifat autentik dan mengundang keterlibatan. Maka dari itu, hadirnya nomad media menjadi produk gagasan yang segar tentang bagaimana media hari ini perlu beradaptasi memenuhi pola konsumsi informasi dan kebutuhan audiens muda. 

Meski begitu, hadirnya model media pembaharuan bukannya tanpa tantangan. Bagaimana cara membangun kepercayaan dari audiens muda hari ini bisa jadi lebih sulit dibandingkan sebelumnya. Ambil contoh dari konteks media sosial. Jika dulu simbol centang biru sudah cukup menjadi pembukti kredibilitas, pergeseran yang terjadi hari ini menuntut media perlu menyediakan ruang interaktif dan keterlibatan publik lebih tinggi untuk mencapai tingkat kepercayaan tertentu dari masyarakat. Makin otentik dan kredibel suatu informasi yang disampaikan, makin meningkat pula rasa percaya dari audiens, khususnya Gen Z dan Milenial.

Pandangan tersebut menegaskan bahwa peran media hari ini tak bisa lepas dari dinamika platform media sosial. Bahkan, tidak hanya sebagai corong pembentuk narasi publik, platform media sosial populer hari ini juga mampu memengaruhi gaya konsumsi Gen Z dan Milenial. Ambil contoh TikTok dan Instagram misalnya yang berhasil membuat pola belanja masyarakat jadi lebih spontan berdasarkan iklan-iklan menarik serta rekomendasi influencer yang telah mencapai taraf kepercayaan tertentu di benak masing-masing audiens. Ini bukan hanya soal quick buy, melainkan bagaimana suatu jenama membangun jembatan dengan audiens melalui strategi yang lebih menyenangkan dan personal. Bagaimana media hari ini melibatkan Gen Z dan Milenial juga perlu diramu untuk mencapai sensasi dan pengalaman serupa itu, yakni lebih menyenangkan dan personal.

Secara bersamaan, pergeseran-pergeseran pola konsumsi informasi yang terjadi di ranah Gen Z dan Milenial juga dibungkus apik oleh kesadaran atas dampak lingkungan dan keberlanjutan. Kampanye positif media dan influencer terkini telah berhasil menyokong wawasan dan pemahaman terkait pola konsumsi yang lebih sustainable. Dalam ranah konsumsi misalnya, popularitas thrift shopping atau second-hand fashion jadi contoh pembuktian bahwa pendekatan yang lebih personal dan cenderung melibatkan audiens untuk ikut aktif berkontribusi adalah model penyajian informasi yang krusial dilakukan oleh media.

Dunia semakin digital. Milenial dan Gen Z di Indonesia telah mendefinisikan era baru konsumsi media. Mengadaptasi pola Milenial dan Gen Z berinteraksi dengan media adalah kunci untuk tetap relevan dan menarik bagi generasi yang penuh gairah dan perubahan ini. Media tak lagi hanya sekadar corong informasi. melainkan tentang bagaimana konten disampaikan, dibentuk, dan dirasakan untuk membuat mereka merasa aktif dilibatkan hingga akhirnya menaruh kepercayaan dan kredibilitas terhadap media yang mereka konsumsi.

IDN menggelar Indonesia Millennial and Gen-Z Summit (IMGS) 2024, sebuah konferensi independen yang khusus diselenggarakan untuk dan melibatkan generasi Milenial dan Gen Z di Tanah Air. Dengan tema Catalyst of Change, IMGS 2024 bertujuan membentuk dan membangun masa depan Indonesia dengan menyatukan para pemimpin dan tokoh nasional dari seluruh nusantara.

IMGS 2024 diadakan pada 22–23 Oktober 2024 di The Tribrata Dharmawangsa, Jakarta. Dalam IMGS 2024, IDN juga meluncurkan Indonesia Millennial and Gen-Z Report 2025. Survei ini dikerjakan oleh IDN Research Institute bekerja sama dengan Populix sebagai Research Partner. Melalui survei ini, IDN menggali aspirasi dan DNA Milenial dan Gen Z Indonesia.

Penulis:

  • Diana Hasna
  • Izza Namira
  • Kidung Swara Mardika
  • Naufal Al Rahman
  • Viktor Yudha

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
Izza Namira
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us