Produknya Mau Diborong Indonesia, Ini Sejarah Panjang Boeing

- Boeing didirikan pada 1916 oleh William E. Boeing, awalnya memproduksi pesawat militer dan layanan pos udara.
- Pada 1960-an, Boeing memperluas bisnisnya ke sektor antariksa dengan mengerjakan proyek NASA dan ISS.
Jakarta, IDN Times - Indonesia akan membeli 50 unit pesawat Boeing 777 sebagai bagian dari kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS) setelah Presiden Donald Trump menetapkan tarif resiprokal sebesar 19 persen.
Presiden Prabowo Subianto mengonfirmasi rencana tersebut dan menyatakan pesawat-pesawat itu akan dioperasikan oleh maskapai milik negara, Garuda Indonesia.
Sebagai salah satu produsen pesawat terbesar di dunia, Boeing memiliki rekam jejak panjang dalam industri kedirgantaraan. Berikut sejarah singkat perjalanannya dilansir Britannica!
1. Asal usul dan perkembangan awal

Boeing berawal pada tahun 1916 saat William E. Boeing mendirikan Aero Products Company setelah mengembangkan pesawat amfibi B&W bersama perwira Angkatan Laut AS, Conrad Westervelt. Setahun kemudian, perusahaan tersebut berganti nama menjadi Boeing Airplane Company dan memproduksi kapal terbang untuk kebutuhan Angkatan Laut selama Perang Dunia I.
Pada dekade 1920 hingga 1930-an, Boeing menjual berbagai jenis pesawat militer kepada pemerintah AS dan mengembangkan layanan pos udara. Pada 1928, William Boeing membentuk Boeing Airplane & Transport Corporation, lalu berganti nama menjadi United Aircraft and Transport Corporation pada tahun 1929.
Perusahaan mengakuisisi sejumlah produsen pesawat dan membentuk United Airlines pada 1931. Namun, akibat regulasi antimonopoli AS pada 1934, bisnis manufaktur pesawat harus dipisahkan dari operasional maskapai. Boeing Airplane Company menjadi salah satu dari tiga entitas baru hasil pemisahan tersebut.
Menjelang dan selama Perang Dunia II, Boeing membangun pesawat-pesawat terkenal seperti Model 247, Model 314, dan Model 307 Stratoliner. Di sektor militer, perusahaan memproduksi B-17 Flying Fortress dan B-29 Superfortress yang digunakan Sekutu. Setelah perang, Boeing terus memproduksi pesawat militer termasuk B-47 dan B-52 Stratofortress.
Untuk bersaing di pasar global, Boeing mengembangkan pesawat jet penumpang 707 yang mulai beroperasi pada 1958. Keberhasilan ini diikuti peluncuran 727 dan 737, yang kemudian menjadi pesawat komersial terlaris di dunia. Peluncuran pesawat 747 pada 1970 memperkuat posisi Boeing di pasar penerbangan jarak jauh, meski pengembangannya sempat menimbulkan tekanan finansial.
Pada 1960, Boeing mengakuisisi Vertol Corporation, produsen helikopter independen terbesar saat itu. Unit tersebut mengembangkan CH-47 Chinook dan CH-46 Sea Knight. Di bidang persenjataan, Boeing memproduksi rudal Minuteman dan AGM-86B/C sejak dekade 1960-an.
2. Ekspansi ke sektor antariksa

Pada 1960 hingga 1970-an, Boeing membangun wahana Lunar Orbiter dan Mariner 10 untuk NASA, serta bertanggung jawab atas tahap pertama roket Saturn V yang digunakan dalam program Apollo. Boeing juga mengembangkan kendaraan penjelajah bulan dan tahap atas roket IUS.
Pada 1993, Boeing ditunjuk NASA sebagai kontraktor utama untuk Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Dua tahun setelahnya, perusahaan bertanggung jawab atas integrasi sistem, manufaktur, dan pengiriman komponen AS untuk ISS. Pada 2014, Boeing mendapatkan kontrak untuk mengembangkan CST-100 Starliner sebagai pengangkut awak ke ISS.
Selain eksplorasi luar angkasa, Boeing sempat mendiversifikasi bisnisnya ke sektor kapal laut, energi, dan pertanian, tetapi kembali fokus ke kedirgantaraan.
Boeing 767 diluncurkan pada 1981, disusul 757 pada 1982. Kedua pesawat itu dirancang dengan kesamaan sistem untuk efisiensi operasional maskapai. Pesawat 777 kemudian dikembangkan secara digital dan pertama kali terbang pada 1994.
3. Inovasi militer dan dreamliner

Pada 1991, Angkatan Udara AS memilih konsorsium yang melibatkan Boeing untuk mengembangkan F-22 Raptor. Pada 1996, Boeing juga mendapatkan kontrak untuk proyek Joint Strike Fighter bersama Lockheed Martin.
Di sektor peluncuran satelit, Boeing membentuk Sea Launch pada 1995 dan memulai peluncuran komersial pada 1999. Akuisisi terhadap bisnis satelit Hughes Electronics terjadi pada 2000.
Pesawat 787 Dreamliner mulai dipesan sejak 2003. Dengan efisiensi bahan bakar tinggi, struktur berbahan serat karbon, dan desain inovatif, 787 ditujukan untuk memenuhi kebutuhan maskapai menghadapi harga bahan bakar yang naik. Namun, proses pengiriman pertama baru terlaksana pada 2011 karena kendala produksi, termasuk kegagalan dalam uji stres.
Pada 2013, seluruh armada 787 sempat dihentikan sementara secara global karena potensi risiko baterai yang diidentifikasi oleh otoritas penerbangan AS.