Boeing Pangkas Proyeksi Permintaan Jet Selama 20 Tahun, Kenapa?

- Boeing memproyeksikan kebutuhan 43,6 ribu pesawat baru hingga 2044, turun dari sebelumnya 43,9 ribu pesawat hingga 2043. Penurunan ini mencerminkan dampak ketidakpastian perdagangan global dan gangguan rantai pasok.
- Boeing memprediksi pertumbuhan perjalanan udara global lebih dari 40 persen hingga 2030, dengan Asia sebagai pendorong utama. Sekitar 51 persen permintaan pesawat baru berasal dari ekspansi pasar.
Jakarta, IDN Times - Boeing merilis proyeksi terbaru permintaan jet komersial global selama dua dekade ke depan, dengan sedikit penurunan dibandingkan perkiraan sebelumnya. Laporan yang dirilis pada Minggu (15/6/2025), menjelang Paris Airshow, mencerminkan dinamika industri penerbangan yang dipengaruhi ketidakpastian ekonomi dan persaingan dengan Airbus.
Meski direvisi, Boeing tetap yakin pertumbuhan perjalanan udara global, terutama di Asia akan mendorong kebutuhan ribuan pesawat baru hingga 2044. Efisiensi operasional dan keberlanjutan menjadi fokus utama dalam proyeksi ini.
1. Penurunan proyeksi dan faktor penyebabnya
Melansir CNBC Internasional, Boeing memproyeksikan kebutuhan 43,6 ribu pesawat baru hingga 2044, turun dari sebelumnya 43,9 ribu pesawat hingga 2043. Penurunan ini mencerminkan dampak ketidakpastian perdagangan global dan gangguan rantai pasok. Namun, permintaan jangka panjang dinilai tetap solid.
"Volatilitas perdagangan tidak akan mengubah secara signifikan proyeksi jangka panjang kami," ujar Wakil Presiden Pemasaran Komersial Boeing, Darren Hulst.
Ia menambahkan, efisiensi bahan bakar dan teknologi baru akan terus mendorong pembaruan armada maskapai. Persaingan dengan Airbus juga memengaruhi penyesuaian proyeksi. Airbus baru-baru ini menaikkan prediksi permintaannya menjadi 43.4 ribu pesawat, menambah tekanan bagi Boeing untuk mempertahankan pangsa pasar.
2. Asia sebagai penggerak utama permintaan

Boeing memprediksi pertumbuhan perjalanan udara global lebih dari 40 persen hingga 2030, dengan Asia sebagai pendorong utama. Sekitar 51 persen permintaan pesawat baru berasal dari ekspansi pasar, bukan sekadar penggantian armada lama. Wilayah Asia-Pasifik diperkirakan membutuhkan banyak pesawat single-aisle dan widebody.
“Pasar Asia, khususnya Tiongkok dan India, akan menjadi motor utama pertumbuhan penerbangan global,” kata Hulst dalam konferensi pers.
Ia menyoroti potensi ekspansi maskapai di tengah tantangan tarif perdagangan. Namun, ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China menjadi hambatan.
Pada Selasa (15/4), China memerintahkan maskapainya menghentikan pengiriman jet Boeing sebagai respons atas tarif AS sebesar 145 persen terhadap produk China, yang berpotensi menggandakan biaya pesawat bagi pembeli di negara tersebut.
3. Fokus pada keberlanjutan dan efisiensi

Hingga 2044, Boeing memproyeksikan kebutuhan 33,3 ribu pesawat single-aisle, 7,8 ribu widebody, 955 kargo, dan 1.545 jet regional. Kebutuhan ini dipicu tuntutan maskapai terhadap armada hemat bahan bakar dan rendah emisi karbon.
“Dalam 20 tahun ke depan, maskapai akan mencari pesawat yang tidak hanya efisien tetapi juga ramah lingkungan,” ujar Hulst.
Ia menyebut, Boeing tengah mengembangkan teknologi untuk mendukung bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) dan desain pesawat inovatif.
Meski produksi 38 jet 737 MAX per bulan tercapai pada Mei, Boeing masih menghadapi gangguan rantai pasok dan isu kualitas yang bisa menghambat pemenuhan permintaan di masa depan.