Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi orang pamer (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi orang pamer (pexels.com/cottonbro studio)

Intinya sih...

  • Surplus keuangan bisa dijadikan passive income jika dikelola dengan bijak
  • Kebutuhan tersier bisa mempengaruhi keputusan penggunaan surplus keuangan
  • Mengejar validasi dari sekitar atau passive income memiliki plus and minus masing-masing
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surplus dalam urusan finansial merupakan kondisi keuangan di mana jumlah pemasukan yang lebih besar daripada jumlah pengeluaran. Opsionalnya, sisa keuangan bisa dikelola dengan tepat dan bijak supaya bisa menjadi passive income bagi sang pemilik, ya.

Sayangnya, ada segelintir orang yang juga haus akan validasi di saat kondisi keuangannya mengalami surplus. Lantas, mana yang sebaiknya harus dipilih? Apakah mengejar validasi dari sekitar ataukah lebih baik mengejar passive income? Langsung simak ulasan berikut sebagai bahan pertimbangannya.

1. Mengejar validasi erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan tersier demi rasa gengsi

ilustrasi orang shopping (pixabay.com/STumisu)

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kebutuhan tersier ialah kebutuhan yang berkaitan dengan kemewahan hingga kepuasan yang bersifat keindahan atau estetika. Dalam kaitannya dengan kondisi keuangan yang surplus, maka tak jarang rasanya ingin menghabiskan uang yang tersisa buat bersenang-senang.

Berdalih membahagiakan diri diri dengan berlindung di balik self love padahal nyatanya ingin mengejar validasi sukses dan punya hidup bahagia dari sekitar. Mulai dari liburan ke luar negeri, membeli gaya busana yang bermerek, membeli mobil mewah, hingga HP keluaran yang paling terbaru.

Jika tak melakukan itu rasanya gengsi, punya uang tapi tidak diperlihatkan untuk bergaya mewah. Padahal, jika ditarik lebih lanjut, nyatanya fasilitas mewah itu hanya akan berakhir menjadi kenangan. Pun dengan barang-barang mewah yang cenderung turun nilainya seiring berjalannya waktu. Sepakat?

2. Bagi sebagian besar orang dapat validasi sekitar merupakan kebanggan tersendiri

ilustrasi orang pamer (pexels.com/cottonbro studio)

Meski haus validasi terlihat sangat merugikan diri dengan dengan menghabiskan uang secara cuma-cuma, dan memang faktanya seperti itu. Nyatanya, rasa bangga, berharga, diakui, dihargai, dikenal sukses dan punya hidup bahagia oleh banyak orang menjadi hal yang begitu luar bisa bagi orang-orang terkait.

Pengakuan telah sukses dan punya hidup bahagia dari orang sekitar itu bak menjadi bayaran atas kerja keras yang telah dilakukan. Well, tidak ada yang salah dengan semua itu, terlebih setiap orang berhak menentukan mau dipakai apa sisa uangnya. Selagi kamu sebagai sang pemilik merasa bahagia, pun paham akan risikonya, dan it's okay dengan hal itu, maka just do it, ya!

3. Di sisi lain, mengejar passive income berpeluang cuan lebih besar

ilustrasi memantau investasi (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Beralih ke ulasan terkait mengejar passive income, jelas secara logika lebih bisa menghasilkan cuan lebih banyak lagi, ya. Dibuat investasi ke berbagai instrumen seperti ke saham, emas, properti, deposito, dan sejenisnya.

Semua pilihan dalam menanamkan modal sisa uang ke investasi akan berpeluang menambah nilai dari pundi-pundi rupiahmu secara jangka panjang. Bahkan, bisa menjadi jalan untuk mencapai financial freedom yang membuatmu bebas hidup tanpa harus bekerja aktif selayaknya kerja kantoran. 

Ya, pada saat kamu berhasil menabung dari surplus di setiap waktunya. Maka bukan tidak mungkin jika di titik tertentu bisa mencapai bunga investasi yang senilai dengan kebutuhan hidupmu sehari-hari. Pada saat itu, kamu tinggal bersantai ria tak perlu bekerja, melainkan uangmu yang kerja, uang yang telah kamu tanam pada instrumen investasi. 

4. Sayangnya, umumnya mengejar passive income kurang mendapat validasi sukses dari dunia sosial

ilustrasi orang pamer (pexels.com/cottonbro studio)

Sayangnya, mengejar passive income cenderung tak terlihat wujudnya, bentuk kemewahan yang bisa dipamerankan supaya mendapat pengakuan telah sukses. Tentunya, situasi dan kondisi seperti ini tak mengenakkan bagi orang yang sukanya dipuji, yang haus akan validasi sekitar.

Uang yang kamu tabung sebagai bekal modal investasi akan berbeda rasanya dengan bisa pamer kemewahan tengah liburan dengan fasilitas yang fantastis. Mungkin bagi selegintir orang hal tersebut bukan masalah besar, tapi ada orang yang menganggap hal tersebut sebagai kekurangan dari mengejar passive income, lho. Ya, pengejaran passive income yang gak kelihatan itu gak keren, karena gak bisa dipamerkan. 

5. Mengejar passive income yang bisa dipamerkan untuk bahan validasi jadi win-win solution

ilustrasi financial freedom (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Tenang, untuk kamu yang hingga detik ini dibuat dilema, ingin mendapatkan keduanya, ada win-win solution-nya. Ya, bisa memilih untuk mengejar passive income yang bisa dipamerkan dalam nilai yang mewah, lho.

Selayaknya daripada investasi ke emas batangan, kamu bisa memilih untuk berinvestasi ke emas perhiasan. Meski lebih menjanjikan emas batangan, nyatanya itu risiko yang harus diterima.

Apalagi, emas perhiasan juga nilai jualnya cenderung stabil dan tinggi, lho. Terlebih, sekaligus bisa jadi momen unjuk kemewahan dan keindahan saat perhiasannya kamu pakai sebagai aksesoris untuk mendapatkan validasi orang sukses dari sekitar yang bisa membuatmu berbangga diri.

Pada akhirnya, setelah membaca ulasan di atas, semua keputusan ada berada di tanganmu, ya. Apakah ingin menggukan surplus keuangan untuk mengejar validasi sekitar, passive income, maupun keduanya dengan segala plus and minus yang ada di dalamnya. Ambil keputusan terbaik versi kamu dengan dipikirkan secara matang-matang terlebih dahulu, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team