Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pria yang sedang stres (freepik.com/tonodiaz)

Masuk ke dunia investasi mungkin tampak menggiurkan. Banyak yang tertarik karena melihat janji keuntungan pasif, kebebasan finansial, atau cerita sukses orang lain di media sosial. Di balik peluang yang besar, investasi juga membawa banyak risiko. Kesalahan dalam mengambil langkah bisa berakibat fatal, terutama bagi kamu yang belum benar-benar siap secara mental, finansial, maupun pengetahuan.

Sebelum terburu-buru membeli saham, reksa dana, atau bahkan kripto, penting untuk mengenali apakah kamu sudah siap untuk berinvestasi atau belum. Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi terhadap diri sendiri dahulu. Berikut lima tanda yang menunjukkan kamu belum siap berinvestasi dan harus memperbaiki kondisi dasarnya terlebih dahulu.

1. Belum memiliki dana darurat

ilustrasi celengan (pexels.com/maitree rimthong)

Salah satu fondasi utama sebelum memulai investasi adalah mempunyai dana darurat. Dana ini berfungsi sebagai bantalan keuangan saat terjadi hal yang tidak terduga, seperti kehilangan pekerjaan, kecelakaan, atau biaya medis mendadak. Jika belum memiliki dana darurat setidaknya 3–6 bulan pengeluaran rutin, risiko investasi bisa menjadi beban tambahan saat kondisi keuangan sedang goyah.

Banyak orang mengira bahwa investasi bisa menggantikan dana darurat karena bisa dicairkan kapan saja. Padahal, nilai investasi bisa saja turun saat ingin dicairkan, apalagi jika berada di instrumen berisiko tinggi. Tanpa dana darurat yang memadai, tekanan untuk mencairkan investasi di waktu yang tidak ideal bisa memperparah kerugian.

2. Masih terlilit utang

ilustrasi dompet kosong (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Jika masih memiliki utang dengan bunga tinggi, seperti kartu kredit atau cicilan paylater, sebaiknya fokus melunasinya terlebih dahulu sebelum mulai investasi. Bunga dari utang jenis ini biasanya jauh lebih tinggi daripada imbal hasil investasi umum, sehingga keuntungan dari investasi akan tertutup oleh beban bunga utang. Bahkan jika investasi berhasil memberikan keuntungan, selisihnya cenderung tidak sebanding dengan akumulasi bunga utang yang terus berjalan setiap bulan.

Mengabaikan utang demi mengejar return investasi justru bisa menciptakan ilusi pertumbuhan kekayaan yang palsu. Situasi ini berisiko membuat keuangan semakin tidak sehat karena pengeluaran untuk bunga terus berjalan. Fokus pada pelunasan utang terlebih dahulu bisa memberikan ruang napas yang lebih stabil sebelum melangkah ke dunia investasi.

2. Tidak memahami instrumen investasi yang dibeli

ilustrasi investasi (pexels.com/Alesia Kozik)

Investasi bukan sekadar menaruh uang dan berharap untung, karena investasi tanpa pengetahuan sama seperti berjudi. Banyak yang tergoda ikut-ikutan tren atau rekomendasi dari media sosial tanpa melakukan riset yang mendalam. Membeli instrumen seperti saham, obligasi, reksa dana, hingga kripto, membutuhkan pemahaman mengenai pasar dan fundamental asetnya.

Kurangnya pemahaman ini seringkali membuat seseorang panik saat pasar turun dan malah menjual asetnya di saat rugi. Sebaliknya, investor yang memahami instrumen yang dimiliki akan lebih tenang dan tahu cara merespons kondisi pasar. Memahami risiko, cara kerja, dan tujuan dari tiap produk investasi adalah hal mendasar yang tidak bisa dilewatkan.

4. Berekspektasi cepat kaya

ilustrasi seorang investor (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Banyak orang masuk ke dunia investasi dengan ekspektasi yang tidak realistis. Mimpi untuk menjadi kaya dalam waktu singkat bisa mendorong seseorang mengambil risiko yang tidak sesuai dengan profilnya. Pola pikir seperti ini membuka celah untuk jatuh ke dalam penipuan hingga investasi bodong.

Investasi yang sehat membutuhkan waktu, konsistensi, dan kesabaran. Return tinggi biasanya datang seiring dengan risiko tinggi pula. Tanpa mindset yang tepat, proses berinvestasi akan terasa mengecewakan dan memicu keputusan emosional yang merugikan. Oleh karena itu, penting untuk membangun ekspektasi yang logis sebelum mulai berinvestasi.

5. Keuangan belum stabil dan tidak ada tujuan keuangan

ilustrasi seorang wanita dan uang (pexels.com/Kaboompics)

Jika arus kas bulanan masih negatif atau terlalu mepet, artinya belum ada ruang untuk menempatkan dana di luar kebutuhan pokok. Investasi sebaiknya berasal dari dana yang memang tidak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Memaksakan diri berinvestasi saat keuangan masih tidak stabil bisa mengganggu kebutuhan sehari-hari. Sebelum mulai investasi, penting untuk mengevaluasi kondisi keuangan seperti pengeluaran, uang dingin, hingga gaya hidup.

Selain itu, banyak orang terjun ke dunia investasi tanpa tahu apa sebenarnya yang ingin dicapai. Tidak memiliki tujuan keuangan yang jelas, seperti dana pensiun, dana pendidikan, atau pembelian aset tertentu, akan membuat proses investasi berjalan tanpa arah. Tanpa tujuan, sulit menentukan instrumen yang tepat, jangka waktu investasi, serta toleransi risiko.

Investasi adalah salah satu cara cerdas untuk menumbuhkan kekayaan, tapi tidak bisa dilakukan secara nekat dan tanpa persiapan. Mengenali kondisi diri dan keuangan adalah langkah awal yang justru lebih penting daripada memilih instrumen investasi itu sendiri. Jika kamu masih merasakan kelima tanda di atas, bersabar dan belajar dahulu supaya bisa berinvestasi dengan bijak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAgsa Tian