[Sajak] Petrichor

Sebentar lagi musim kering akan tiba #IDNTimesFiction

Part I

Tuan, entah sudah berapa kali kugerakkan jemari ini menulis pesan untukmu. Harus mulai darimana? Aku tak pandai berbasa basi, tak mahir juga merangkai kata indah. Kuhapus, lalu kutulis ulang, kemudian kuhapus lagi. Adakah kata yang layak yang boleh kuucapkan?

Ah,Tuan, aku cuma ingin bertanya adakah kau baik baik saja di sana? Tapi tak kunjung jua pesan singkat ini kukirimkan. Tuan, kutitipkan saja pesan ini pada sang hujan, agar ia membawanya untukmu. Semoga saja kau menerima dan membalasnya.

Part II

Sebentar lagi musim kering akan tiba, sebentar lagi. Pesan ini akan kembali tak bertuan, usang, terabaikan, dan lenyap. Sebentar lagi, waktuku tinggal sedikit lagi Tuan. Aku semakin payah. Kucoba terus mencari di sudut-sudut sel-sel kelabuku. Aku takut jika kenangan itu memudar dan juga ikut berlalu tanpa pernah kutemukan jawabannya. Walau sepertinya itu lebih baik, seperti musim basah yang akan tergantikan musim kering. Tapi Tuan, biarlah kusimpan terus memori ini berharap Tuhan tidak merenggutnya, karena hanya dengan kenangan ini aku tahu, aku hidup.

Part III

Aku iri padamu Tuan. Kau selalu tahu kemana harus berjalan, kapan harus memulai dan kapan saatnya harus berhenti. Kau tak pernah ragu, kau punya kendali atas segala perasaan yang akan menarikmu kembali ke belakang. Aku juga ingin Tuan, ingin bebas menjadi aku, bebas memeluk diriku tanpa perlu bersembunyi dibalik buruknya rupaku.

Akan kah suatu saat nanti aku bisa sepertimu, Tuan? Bebas, bebas, dan bebas!

Part IV

Tuan, ingatkah kau pernah berjanji padaku, kau akan mengajakku ke tempat-tempat indah, yang katamu ada hamparan hijau yang sangat luas, angin yang menyapa dan menyanyikan gemerisik, lalu pada malam hari akan ada  ribuan bintang menampilkan pertunjukan yang sangat indah. Aku masih ingat setiap detail kata yang kau ceritakan saat itu. Kau tahu, Tuan, aku sudah begitu lama menunggunya. Aku tak sabar.

Bayangan indah itu terus terpatri dalam benakku. Aku menunggu hingga saat itu akan tiba. Aku bahkan telah menyiapkan pakaian yang pantas untuk saat itu. Kuhitung-hitung hari hingga kau datang menjemputku. Tapi, kau tak kunjung datang, Tuan. Apa kau lupa? Kau tak pernah mengingat janjimu. Aku ingin membencimu. Aku marah.

Part V

Kita telah berbincang banyak hal, tentang mimpi, cinta, kebencian, dan amarah. Tapi, kita tak pernah bicara tentang rindu dan penantian. Kau tak pernah mengajarkanku tentang itu. Seperti apa penantian? Apa karena kau tahu bahwa kau memang akan pergi dan bukan untuk kembali.

Apa kau sebebas itu, Tuan? Tak bisa direngkuh dan tak ingin jua mengenggam. Sejauh mana kelanamu? Tak kah kau lelah? Lalu sebatas apa penantian itu? Adakah pertanda kapan penantian ini berhenti? Sudikah kiranya kau beri aku jawabannya?

Part VI

“..And I don’t want the world to see me cuz I don’t think that they’d understand. When everything’s made to be broken. I just want you to know who I am…”

(Iris-Goo Goo Dolls)

Pada akhirnya kita harus kehilangan. Pada akhirnya kita harus merelakan. Raga ini juga bukan milik kita. Aku dan juga kau, Tuan, kita cuma punya waktu dan kita telah sampai di batasnya. Akan kulanjutkan perjalanan yang tertunda ini. Terlalu lama aku telah berdiam diri.

Seperti yang kusampaikan sebelumnya, aku telah renta dan kucukupkan penantian ini.

Baca Juga: [PUISI] Monodi

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Deeserenad Photo Writer Deeserenad

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya