[PUISI] Jalan Berliku di Nablus

Di lembah sunyi, di mana batu berbicara,
Angin merintih, meraba-raba, membelai debu sejarah.
Jejak-jejak terhapus, tertutup serpihan kenangan,
Di jalan berliku, di Nablus yang gelap, penuh bayangan.
Di balik bukit, suara berbisik, menyusup di balik kelam,
Nablus meratap, merengkuh kesunyian yang abadi.
Pohon-pohon tua, saksi bisu cerita yang terlupakan,
Ranting-rantingnya menggapai langit, merindukan pelangi.
Langit menangis, meneteskan air mata kelabu,
Mengguyur batu, mencuci dosa-dosa masa silam.
Di sana, di jalan berliku, waktu berhenti sejenak,
Menyaksikan duka yang terpahat dalam benak.
Gema langkah kaki di gang-gang sempit,
Memecah keheningan, membawa pesan dari masa lalu.
Cahaya lampu redup, menyinari luka yang menganga,
Di Nablus yang merana, rindu menjadi ratapan.
Awan-awan mengarak, membawa cerita yang tak terucap,
Menyelimuti kota dengan selimut hitam pekat.
Di jalan berliku, bayangan bermain-main,
Menari di atas kesedihan, menggapai tangan yang menggigil.
Rumah-rumah tua, berdiri dalam kesendirian,
Menyimpan rahasia, tersimpan dalam bisikan angin.
Di Nablus yang terluka, mimpi-mimpi terpecah belah,
Terkoyak oleh waktu, tertinggal dalam kenangan suram.
Bintang-bintang berkedip, menyanyikan lagu kesunyian,
Mengiringi malam yang panjang, tak berujung.
Di jalan berliku, langkah menjadi goyah,
Tersandung batu kenangan, terjerat dalam masa lalu.
Nablus, kota yang menyimpan seribu cerita,
Terperangkap dalam waktu, tak pernah terlupa.
Di sana, di jalan berliku, mimpi-mimpi terbungkus sepi,
Tertulis dalam puisi, dalam derai air mata sunyi.
Dalam keremangan, dalam pelukan malam,
Nablus berbisik, mengisahkan luka yang terdalam.
Di jalan berliku, di bawah langit kelabu,
Hati-hati yang rapuh, mencari cahaya dalam bayang-bayang semu.