Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[PUISI] Kemarau di Dadaku

gambar musim kemarau (pexels.com/George Becker)

Rintik hujan yang kerap kali jatuh di mata
Nyatanya tetap tak bisa membasahi kemarau di dada
Segalanya telah kering kerontang
Tak ada lagi namamu di antara kemarau yang penuh luka

Meski sesekali hujan menjatuhkan diri
Ketika aku tiba-tiba mengingat kita
Tapi, semua tanaman di dada yang subur dulu
Kini telah mati dan kemarau tak mau pergi

Tidak juga denganmu maupun yang lain
Musim ini betah menghuni dadaku
Seolah tak butuh tanaman lain untuk tumbuh
Atau barangkali tercipta trauma yang dalam

Trauma karena ditinggalkan
Trauma karena dianggap tak ada
Membuat yang seharusnya tumbuh subur
Menjadi kemarau yang panjang
Yang sampai detik ini tak kutahu bagaimana mengakhirinya

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nimatus Sholihah
EditorNimatus Sholihah
Follow Us