[PUISI] Selepas Melayat

Apa yang kamu lihat di hari kematianmu?
Masih kenalkah dengan raga yang terbujur kaku?
Mata tertutup, membungkam kalbu
Tak ada lagi rasa gengsi, sirna sudah rasa malu
Kamu butuh uluran tangan orang lain,
Untuk sekadar menutupkan kafan di atas raga
Membacakan doa supaya mengantar batin,
Katanya semakin banyak, pintu ilahi bisa bercahaya
Aku yang berada di sisi keluarga yang sendu
Melihat lirih tetesan air mata nan pilu
Merasakan berakhirnya kehidupan semu
Yang tak lagi bisa membuat semuanya bertemu
Melayat nyatanya tak bisa dipisahkan dari kehidupan,
Tinggal menunggu giliran kapan waktuku tiba
Kapan diriku yang diselimuti kedinginan
Sampai ajal menjemput dengan kereta kencana
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.