[PUISI] Awan Memilin Hujan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Awan memilin hujan saat pelangi tiba
Kemudian laut beranak pinak demi berjengket menggayuh bohlam
Kemarin, ia datang bersama algojo kesayangannya
Berhenti mengendus, dan tetaplah meraba pantai!
Bagaimana mungkin hujan mencintai hal yang melulu dicumbu oleh ombak tak terpatahkan?
Lalu di sela-sela sengalmu, kusaksikan tabir pekat yang suka kau dekap
Kau membiarkan bulir-bulir bayangku bersama yang lain bertabrakan
Maka sejak itu, akulah si Malin yang pantas kau kutuk. Tidak. Tidak akan pernah.
Awan mulai mendekat melalui kisi-kisi rumah dan seka mataku
Atau bahkan melalui cerobong yang sungguh dibenci
Kau, menjulurkan ilusi untuk memaksa kapal tetap berlabuh bersama bayang serta hujan
Sayangnya ombak sudah menawarkan cumbu penawar resah
Ah, kau tidak tahu saja aku sudah mencintai lampu merkuri itu, batinnya
Namun kau setuju. Maka selepas ini, tinggallah aku si buta bersama ilusi yang bertaburan
Ya, aku tahu, aku salah
Editor’s picks
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.