Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi keluarga yang merayakan hari besar  (Pexels/Nicole Michalou)
Ilustrasi keluarga yang merayakan hari besar (Pexels/Nicole Michalou)

Hujan rintik-rintik menyelimuti kota kecil itu sejak sore. Jalanan yang biasanya dipenuhi hiruk-pikuk kendaraan kini sepi, hanya ada beberapa orang yang berlalu-lalang dengan payung di tangan. Namun, di sebuah rumah sederhana di ujung gang, suasana justru terasa hangat.

Ayu sedang sibuk di dapur, menyiapkan hidangan spesial untuk malam tahun baru. Keringat mengalir di pelipisnya, tapi senyumnya tak pernah pudar. Malam itu adalah malam yang istimewa baginya. Sudah lama ia bermimpi mengumpulkan semua anggota keluarganya dalam satu meja makan.

“Bu, ini masakan apa?” tanya Bima, anak bungsu Ayu yang baru berusia enam tahun. Bocah itu memandang ibunya dengan mata berbinar, memegangi apron kecil yang dipakainya.

“Ini namanya opor ayam, Nak. Favorit kakekmu. Nanti kamu bantu ibu, ya, menyusun piring di meja,” jawab Ayu sambil mengaduk panci besar di atas kompor.

Sementara itu, di ruang tamu, Pak Dedi, suami Ayu, sedang membantu memasang lampu hias di sudut ruangan. Lampu itu adalah lampu tua yang sudah ada sejak ia kecil. Meski beberapa bohlamnya sudah mati, ia tetap berusaha memperbaikinya, berharap malam itu menjadi sempurna.

“Ayah, kenapa lampunya tidak nyala-nyala?” tanya Rina, putri sulung mereka, yang kini duduk di bangku SMA.

“Sabar, Kakak. Ayah sedang coba memperbaikinya. Kalau tidak berhasil, ya sudah, kita nikmati saja apa yang ada,” jawab Pak Dedi sambil tersenyum kecil.

Jam menunjukkan pukul tujuh malam ketika semua persiapan akhirnya selesai. Meja makan telah dipenuhi berbagai hidangan lezat. Ada opor ayam, rendang, sate, dan kue-kue tradisional. Ayu memandang hasil kerjanya dengan rasa puas. Namun, rasa haru mulai menyelimutinya saat satu per satu keluarganya datang.

Kakek dan nenek Ayu datang lebih dulu, membawa buah tangan berupa dodol durian khas kampung mereka. Tak lama kemudian, adik Ayu yang tinggal di kota sebelah juga tiba bersama keluarganya. Tawa dan canda mulai memenuhi ruangan kecil itu.

Ketika jarum jam mendekati angka dua belas, Ayu mengajak semua orang keluar ke halaman depan. Hujan sudah berhenti, menyisakan udara dingin yang menyegarkan. Mereka membawa beberapa kembang api kecil yang dibeli sebelumnya.

“Kita hitung mundur bersama, ya!” seru Ayu.

“Sepuluh… sembilan… delapan…” Semua orang ikut berseru dengan semangat.

Begitu angka nol disebutkan, langit gelap seketika dipenuhi cahaya warna-warni. Meski hanya kembang api sederhana, tawa bahagia mereka memenuhi udara. Bima melompat-lompat kegirangan sambil memegang kembang api di tangannya, sementara Rina sibuk mengabadikan momen dengan kameranya.

Di tengah kegembiraan itu, Ayu memandangi keluarganya dengan mata berkaca-kaca. Ia menyadari bahwa kebahagiaan tidak harus datang dari hal-hal besar. Terkadang, momen kecil bersama orang-orang tercinta sudah lebih dari cukup.

“Bu, ini malam tahun baru terbaik yang pernah ada,” kata Bima sambil memeluk ibunya erat-erat.

Ayu tersenyum, memeluk anaknya kembali. “Iya, Nak. Malam ini memang istimewa.”

Di langit, kembang api terakhir meledak dengan indahnya, menutup tahun yang penuh kenangan dan membuka lembaran baru dengan harapan. Ayu berharap, malam itu akan selalu dikenang oleh keluarganya sebagai malam yang penuh cinta dan kebahagiaan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team