Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi anak kecil sedang berjualan (pexels.com/Lê Quốc Hùng)
Ilustrasi anak kecil sedang berjualan (pexels.com/Lê Quốc Hùng)

Angin sore berembus lembut, membawa aroma takjil yang dijajakan orang-orang di sepanjang jalan. Ramadan telah tiba, namun bagi Dafa, bocah sepuluh tahun itu, bulan suci kali ini terasa berbeda. Biasanya, ibunya, Bu Sari, sudah pulang dari berjualan di pasar sebelum azan magrib berkumandang. Namun hari ini, sosok yang dinantikannya tak juga muncul di ambang pintu rumah mereka yang sederhana.

Perut Dafa mengerang pelan, tetapi lebih dari itu, hatinya dipenuhi kegelisahan. Ia melangkah keluar, matanya mencari-cari sosok ibunya. Seorang tetangga, Pak Rahman, datang tergesa-gesa. Nafasnya tersengal ketika ia berkata, “Dafa, ibu kamu... ibu kamu jatuh di jalan tadi siang. Sekarang ada di puskesmas.”

Dafa terdiam, tubuhnya membeku. Ia berlari menuju puskesmas, dan begitu sampai, ia mendapati ibunya terbaring lemah. Wajah pucat itu menampilkan senyum lembut saat melihatnya. “Nak, Ibu baik-baik saja,” lirih Bu Sari, meski suara itu terdengar rapuh.

Namun, kenyataan berkata lain. Kaki Bu Sari cedera dan tubuhnya demam tinggi. Dokter menyarankan agar ia beristirahat total, tapi Dafa tahu bahwa mereka membutuhkan uang untuk berobat. Tanpa ragu, keesokan harinya, Dafa mengambil alih dagangan ibunya. Ia membawa baki penuh gorengan ke pinggir jalan, mencoba menjajakan dagangan seperti ibunya biasa lakukan.

“Hanya seribu perak, Bu, Pak, untuk berbuka puasa,” serunya, menahan air mata agar tidak jatuh.

Hari berganti, dan Dafa terus berusaha. Ia berjualan hingga larut, berlari pulang dengan uang hasil dagangannya. Namun, keadaan ibunya tak membaik. Hingga suatu hari, saat ia kembali dengan kantong plastik berisi obat-obatan, suara tangisan tetangga menyambutnya.

Dafa menjatuhkan barang bawaannya. Pandangannya buram oleh air mata. Hatinya menolak menerima kenyataan, tapi tubuh ibunya yang terbujur kaku tak bisa disangkal.

Di malam takbiran, suara takbir menggema di langit. Tapi bagi Dafa, malam itu sunyi. Ia duduk di depan rumah, menatap bintang-bintang. Bulan Ramadan yang seharusnya penuh berkah kini menjadi saksi kehilangan terbesarnya.

Namun, di dalam hatinya, ia berjanji. Ia akan terus melanjutkan perjuangan ibunya. Sebab, meski raganya telah tiada, cinta dan ketulusan Bu Sari akan selalu menjadi cahaya di ujung senja kehidupan Dafa.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team