Sebagai freelancer yang sering mengakhiri hari di jam 3 pagi, podcast J.A. adalah satu-satunya suara yang kurasa tidak menghakimiku.
Malam sunyi adalah setting kerjaku, dan suara J.A. yang dingin, teratur, dan sangat tenang adalah jangkar emosionalku yang menahan kegelisahan.
Sampai aku menyadari bahwa ketenangan itu hanyalah kulit tipis di atas kekacauan, siap merobek idealisme setiap pendengar setia.
Aku, Umar, seorang freelancer yang kecanduan true crime, adalah pendengar setia podcast Kopi dan Opini. Awalnya J.A., si Podcaster misterius itu, hanya membawakan cerita komedi santai.
Namun, beberapa hari ini, J.A. beralih ke narasi horor. Suara seraknya membuat adrenalin para penggemar semakin tinggi. Aku tidak menyangka bahwa kesukaanku pada true crime akan terpuaskan sedalam ini olehnya.
Malam itu, aku harus menyelesaikan pekerjaan hingga lewat tengah malam. J.A. selalu mengunggah di jam-jam sepi itu. Aku membuka aplikasi di laptopku dan menemukan episode baru.
Pembawaan santainya kontras dengan cerita yang dibawakan. J.A. memulai: "Kalian pasti akan menyukai ini. Kali ini cerita memang cukup berbeda. Namun, seperti biasa setiap cerita adalah kisah nyata."
"Aku akan bercerita tentang seorang pria 23 tahun yang tidak memiliki pekerjaan stabil. Panggil saja dia Jery. Pria itu sangat tertekan karena tuntutan ekonomi. Ia justru tinggal di lingkungan elit, mengikuti ego dan gengsinya dibanding kenyataan."
Aku tahu vibe Jery: ambisi yang dipaksa. J.A. melanjutkan deskripsi mengerikan tentang jam kerja Jery yang abnormal, dari pukul 9 malam hingga 4 pagi, demi pekerjaan baru itu.
"Sampai suatu malam, sebuah suara aneh berbisik pada Jery: 'Aku akan mengabulkan keinginanmu, jadi lakukanlah...'"
Perubahan suara itu di cerita J.A. bukan gimmick—ia terdengar sedang menahan ketakutan Jery. Sial, alur cerita ini membuatku merinding.
Tidak heran jika J.A. membacakan cerita dengan detail yang begitu spesifik. Selama ini, J.A. memang terkenal karena rutin membawakan kisah nyata.
Ia mengumpulkan ceritanya dari dua sumber utama: laporan detail yang dikirimkan langsung oleh penggemarnya, atau rangkuman kasus kriminal dan berita viral yang tidak terliput media besar.
Namun, cerita Jery ini terasa unik. Alurnya terlalu pribadi dan baru, yang membuatku yakin ini adalah kisah yang baru dikirimkan oleh salah satu penggemar yang sedang mengalami tekanan hidup luar biasa.
Ide bahwa seseorang membuka hidupnya, bahkan sisi tergelapnya, kepada J.A. untuk dijadikan materi podcast terasa sangat menarik. Aku tidak sabar menunggu episode selanjutnya.
Hari terus berjalan, dan setiap dua hari J.A. akan membagikan episode barunya. Aku selalu tepat waktu mendengarkan. Semakin lama cerita itu semakin tampak nyata, bahkan bagi aku penggemar true crime veteran.
Ketegangan yang dibawakan J.A. bahkan lebih bagus dibanding ketegangan para podcaster horor profesional.
Dua minggu kemudian, di Episode Akhir, J.A. menceritakan pembunuhan Jery dan clue paling penting dicerita.
"Pelaku tidak hanya membersihkan darah. Pelaku tahu polisi akan mencari jejak sepatu basah. Jadi, ia meninggalkan selembar alas kaki plastik sekali pakai di keranjang sampah yang tersembunyi di balik tumpukan koran lama."
Aku mencengkeram headphone-ku, keringat dingin muncul di telapak tanganku. Detail itu, detail alas kaki itu, terlalu spesifik.
Ketegangan di cerita benar-benar aku rasakan, bahkan jantungku ikut berdegup kencang.
Cerita yang dibawakan J.A. kali ini terasa seperti fiksi kriminal, karena tidak mungkin J.A. bisa membacakan kisah nyata dengan detail TKP yang sedalam ini.
Mungkinkah seorang pembunuh menghubungi J.A. dan memaksanya bercerita? Itu lebih tidak masuk akal, sial! Pembunuh mana yang sebegitu bodohnya mengungkapkan dirinya?
Aku sempat berpikir J.A. membawakan cerita fiksi, meskipun itu mengkhianati penggemar. Namun, di X, aku bergabung dalam beberapa topik tentang Kopi dan Opini. Banyak penggemar lain juga sepertiku; kami tidak lagi peduli apakah ini fiksi atau nyata—kami hanya kecanduan.
Namun, ketegangan yang sesungguhnya muncul di pagi hari setelah Episode Akhir diunggah. Aku sedang duduk santai di kafe yang ramai, menikmati kopi pagi, ketika berita viral muncul: Kasus Nyata Persis di Apartemen 303. Korban seorang pria 23 tahun.
Aku tersedak kopi yang sedang kuminum. Bukan tanpa alasan aku sangat terkejut.
Saat aku membaca berita lengkapnya, kasus diberita sama persis dengan apa yang diceritakan J.A., meskipun hanya beberapa detail yang mirip karena belum ada hasil otopsi lengkapnya. Ini jelas sangat mengejutkan, dan aku tidak sendirian.
Di media sosial, ratusan pendengar setia Kopi dan Opini segera berkumpul. Aku membaca semua thread dengan deg-degan, menyadari bahwa clue J.A. tentang alas kaki plastik adalah bukti hukum yang tidak terdeteksi polisi.
Salah satu penggemar yang berdomisili sama dengan korban, yang kami kenal sebagai Jery, mencoba melaporkan penemuan alas kaki plastik itu kepada pihak berwajib. Kami, para pendengar, adalah saksi tanpa sadar.
Detektif mulai mencari kebenaran, dan saat menggeledah apartemen korban, benar-benar ditemukan alas kaki itu. Apa yang dikatakan J.A. adalah kebenaran yang valid. Seketika bulu kudukku mulai berdiri.
Bahkan suasana cerah di luar sangat kontras dengan suasana hatiku. Aku yang merasa ini tidak masuk akal, memilih menginap di rumah temanku. Aku butuh rumah dengan banyak suara, setidaknya di sana banyak orang, yang membuatku sedikit tenang.
Ketakutanku bukan pada hantu, namun jujur saja kejadian itu lebih menakutkan dari apapun. Apalagi aku dan semua penggemar podcast Kopi dan Opini adalah saksi yang tak sengaja.
Dua hari aku tidak membuka ponselku dan tidak mengambil pekerjaan sementara karena mood-ku yang masih bergejolak. Bahkan temanku juga sangat khawatir.
Lalu malam harinya, berita paling mengerikan muncul: Polisi sudah mengidentifikasi mayat tanpa wajah yang jelas itu sebagai Jery, dari cerita seorang podcaster.
Dan hasil forensik mengonfirmasi: Jery dan Podcaster J.A. adalah orang yang sama! J.A. hanyalah persona yang diciptakan Jery sebagai pelarian dari tekanan hidup. Ia tewas sebelum Episode Akhir diunggah.
Aku membaca laporan media bahwa beberapa penggemar dipanggil polisi untuk bersaksi karena validitas kesaksian kami. Kami semua merasakan hal yang sama: idola kami justru korban di cerita itu.
Dan ketakutan itu bukan hanya aku yang merasakan. Bahkan penggemar yang selama ini tinggal dekat dengan J.A. tanpa tahu identitas idolanya sangat ketakutan. Dia sempat memposting bahwa dia memilih pindah apartemen dan tidak lagi tinggal di kota yang sama.
Banyak juga penggemar yang memilih ke psikolog karena ketakutan mereka membayangi kegiatan dan mengganggu keseharian.
Aku kembali ke situs podcast dengan tangan gemetar. Aku ingin mendengarkan lagi bisikan aneh itu. Aku memutar ulang Episode Terakhir. Aku fokus pada suara yang mengucapkan: "dia bebas. inilah yang dia inginkan..."
Aku menyadari, suara itu tidak terdengar seperti J.A. Suara itu terdengar tenang, mendominasi, dan terorganisir, meskipun sedikit mirip J.A., namun jelas orang itu sangat berbeda.
Tidak, ini pasti dia.
Aku menutup laptopku. Aku semakin takut. Jika itu orang lain, maka... sial, itu berarti Pembunuh tahu aku mendengarkan.
Aku bersumpah tidak akan mencari tahu lebih jauh. Aku hanya akan menunggu, karena aku tahu, pihak itu masih di luar sana, dan pasti orang itu sangat menikmati karyanya. Itu membuatku semakin merinding di sekujur tubuh.
Temanku yang melihatku sedikit bergetar segera mengambil laptop dari tanganku dan meletakkannya. Ibu dari temanku yang sedang menonton televisi pun ikut panik melihat keadaanku.
Sejak saat itu, aku harus mencari hobi lain dari hobi lamaku. Aku tidak lagi mencoba mendengarkan podcast yang sangat kunikmati.
Cerita true crime yang menggugah adrenalin bahkan membuatku membuat reaksi buruk. Aku harus rutin ke psikolog ditemani temanku untuk menjaga kestabilan emosional. Aku bahkan tidak lagi bekerja freelance karena larut malam membuatku makin terpuruk.
Yah, setidaknya sekarang emosionalku stabil dan aku akhirnya memilih membantu toko orang tua temanku, berinteraksi dengan dunia nyata dan tidak lagi terpaku pada hal-hal seperti itu.
Di sisi lain, seorang pria tampak tersenyum lebar dan tertawa pelan, memandangi berita tentang Jery di layar laptopnya. 'Sangat memuaskan,' gumamnya.
Bahkan saluran Kopi dan Opini kini dihapus olehnya. Di laptop terlihat akun podcast baru. 'Ini akan menjadi sangat menyenangkan. Cerita baru akan dimulai.'
