[CERPEN] Rahasia Lembah Abadi

Makhluk spesial tinggal di sana

Nging, kunang-kunang terbang meninggalkan dengungan kecil. Suara hewan-hewan malam yang bersahutan semakin mengisi atmosfer lembah yang melandai itu. Bulan penuh terlihat bening menyebarkan cahaya putih di atas langit padang rumput.

Semakin ke utara, terdengar retihan api yang kian jelas. Bayangan-bayangan besar mengisi halaman belakang pondok kayu satu-satunya di lembah busut.

Suara desiran yang sengaja dibuat-buat memenuhi keheningan bersamaan dengan patahnya balok kayu dalam api unggun. “Kalian menantikannya?” tanya seorang lelaki yang mengenakan topi rajut kebesaran.

Dia berdiri memunggungi api unggun di depan tiga orang anak kecil yang duduk berimpitan. Mereka bertiga mengangguk antusias. Salah satunya seorang gadis kecil, menjatuhkan topi mungilnya karena terlalu bersemangat.

Sementara bocah lelaki di sampingnya tidak berhenti membakar marshmallow dari toples besar di pangkuannya dengan jari-jarinya sebelum ia makan. Satu anak lainnya menunggu dengan mata berbinar sambil memeluk kakinya yang berselimut jaket tebal.

Lelaki paruh baya itu berjongkok menambah kayu bakar ke api unggun seraya membelakangi ketiga anak yang penasaran. Setelah ia rasa kayu bakarnya cukup, ia berbalik menatap ketiga anak di depannya bergantian sambil bersiap-siap. “Baiklah.” Dia menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya perlahan.

Bukan napas biasa yang keluar dari mulutnya, melainkan bunga-bunga salju yang sedikit demi sedikit mewujud menjadi visi di udara. Dia berdeham sambil terus mengubah wujud butiran salju dengan kedua tangannya, meliuk-liuk menciptakan rupa.

“Dahulu kala bangsa peri hidup berdampingan bersama manusia dengan tetap menyembunyikan identitasnya.” Gambar-gambar di udara mulai memperlihatkan kisahnya.

“Awalnya bangsa peri menyembunyikan kekuatan sihirnya. Mereka tinggal dengan berkamuflase sebagai manusia biasa. Namun, seiring berjalannya waktu bangsa peri semakin memberikan kepercayaan kepada manusia. Mereka mulai memperlihatkan kemampuan sihir yang dimilikinya. Seperti dalam kisah epik lainnya, manusia selalu mengambil alih kekuasaan. Manusia menuduh kekuatan peri dapat berbahaya bagi bangsa mereka, sehingga bangsa peri harus pergi.

"Bagaimanapun bangsa peri tidak sudi dituduh menggunakan kekuatannya untuk mencelakai manusia. Akhirnya bangsa peri bersembunyi di tiap-tiap lembah yang jarang disentuh oleh manusia. Kedua belah pihak pun hidup nyaman tanpa saling mengganggu. Kemudian, identitas kita bangsa peri menjadi bagian dari folklor mereka.

“Setelah beratus-ratus tahun dalam persembunyian, bangsa peri mulai dihebohkan oleh rumor tentang manusia pemburu yang bisa mengambil kekuatan para peri untuk keuntungannya sendiri. Peri-peri yang ditangkap adalah mereka yang keluar dari lembah, mereka yang pergi dari persembunyian seorang diri.

"Pemburu itu akan melancarkan anak panahnya tepat di jantung peri. Anak panah itu tidak terlihat dan menyimpan racun mematikan bagi peri. Beruntungnya para peri yang tertangkap hanya kehilangan kekuatan, tidak dengan nyawanya. Sekarang, pemburu itu tidak hanya satu. Mereka yang berhasil mendapatkan kekuatan peri, dapat hidup hingga ratusan tahun. Mereka mulai mengajarkan keturunannya cara memburu peri.

“Ratu peri yang muak dengan tindak tanduk keserakahan manusia, akhirnya membentuk Askar handal untuk mencari pemburu tersebut. Dengan pelatihan mereka yang ketat dan sihir kuat, mereka siap menjaga perbatasan wilayah kita dari para pemburu. Askar tangguh yang memiliki kekuatan sihir bagai pedang Estoc yang habis diasah demi melindungi lembah!” Paman Alfred mengakhiri ceritanya dengan memperagakan Askar peri seolah-olah sedang melawan pemburu.

“Baiklah anak-anak, Paman sudah pensiun dari Askar untuk merawat kalian.” sembari berhenti pamer. Ketiga anak yang masih duduk menyaksikan dengan terperangah.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Bagaimana Paman Alfred tahu tentang aksi pemburu itu? Tentang panahnya yang tak terlihat?” Lelaki yang baru saja meniup salju dari tangannya itu sedikit terkesiap dengan pertanyaan polos dari gadis kecil di depannya.

Paman Alfred menjawab dengan agak tersendat. “Tentu saja Almira, itu tadi adalah kisah turun temurun bangsa peri.” Paman Alfred mengelus lembut rambut Almira.

Paman Alfred menjelaskan dengan singkat bahwa pemburu tidak akan pernah bisa melewati batas wilayah bangsa peri yang telah dilindungi kekuatan magis dari Ratu peri. Setiap lembah yang diciptakan bangsa peri akan menjadi lembah abadi tempat tinggal mereka.

Kalau pun ada manusia yang melewati lembah, mereka hanya akan melihat gubuk-gubuk tak berpenghuni dengan kesan menakutkan yang tidak berani mereka cari tahu lebih jauh lagi. Manusia yang tersesat di lembah, akan tersihir pikirannya sehingga memutuskan untuk segera pergi dari lembah.

“Lalu seperti apa rupa para pemburu itu Ayah?”

“Kau tidak takut bukan Alfin?” anak yang dipanggil Alfin itu menggeleng dengan cepat. “Kebanyakan dari mereka berperawakan besar, berotot, memiliki jenggot yang tidak rapi, serta selalu membawa busur panah di punggungnya.” Usai mengatakannya, semua terdiam menatap siluet di belakang Paman Alfred.

Ivan yang sedari tadi makan marshmallow, kini tersedak melihat bayangan yang mulai jelas mendekat dari semak-semak. Seseorang berperawakan besar, berotot, berjenggot, dan mencangklong selongsong sesuatu di balik punggungnya muncul sambil menyeringai seram.

Ketiga anak dan Paman Alfred mengamati lelaki asing itu kemudian saling tatap. Mereka pun kompak berteriak ketakutan. Ivan baru saja akan menyerang lelaki asing itu dengan api dari tangan mungilnya sebelum Paman Alfred tiba-tiba menghentikannya.

“Tunggu!!” Lelaki yang semenjak tadi memperlihatkan senyumnya yang seram, sekarang waswas sambil menyodorkan kotak bungkusan dari punggungnya. “Sepertinya aku mengenalmu,” Paman Alfred mendekati dengan hati-hati. “Oh astaga, Millard! Sudah lama kau tidak berkunjung!” Lelaki itu pun ikut lega menerima tepukan punggung dari Paman Alfred. “Tidak apa anak-anak. Ini temanku dari Lembah Timur.”

Anak-anak yang semenjak tadi ketakutan mulai tersenyum. Mereka memberi salam pada Millard. Millard pun menyerahkan bungkusan yang dia bawa. Alfin menerima bungkusan tersebut, seraya tidak sabar ingin membuka setelah Millard bilang isinya kue-kue buatan istrinya.

“Anak-anak, ayah! Makan malam sudah siap!” Terdengar panggilan ibu dari dalam gubuk yang menuntun mereka semua masuk. Paman Alfred merangkul Millard dengan ramah, mereka berdua sudah asik saja bercerita panjang lebar.

Ketiga anak yang baru saja mematikan api unggun, mengekor Paman Alfred dan Millard di belakang. Almira tiba-tiba menghentikan langkah kedua bocah di sampingnya. Lalu ia menunjuk tengkuk Millard.

“Wow!” seru Almira. Sebuah tato manusia pemburu sedang menyasarkan anak panahnya kepada peri.
Ivan dan Alfin menggeleng tidak paham, “Apa yang kau tunjuk?” tanya keduanya.

Almira mengedikkan bahunya, “Tidak ada.”***

Jello sp. Photo Verified Writer Jello sp.

//The writer with flowers in mind (✿^‿^)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya