[CERPEN] Aminah

"Aku sangat bersyukur kita bisa saling memahami."

"Iko, cepetan dikit dek, kakak terlambat nanti," teriak Aminah sambil menghidupkan motor maticnya di garasi.

Pukul 07.00 pagi, Aminah dan adiknya siap menjalani rutinitas hariannya sebagai mahasiswa dan siswa sekolah dasar. Mereka hanya dua bersaudara dan tinggal bersama ibunya. Semenjak setahun yang lalu, ibu dan ayahnya resmi bercerai. Yang mana ayahnya adalah seorang pebisnis, sedang ibunya mengurus rumah tangga.

Aminah merupakan mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi swasta. Selain kuliah, dia juga menjadi karyawan di salah satu toko elektronik. Hal ini tentunya bagian dari inisiatifnya sendiri, sebagai anak tertua karena dia juga tak mau menggantungkan dirinya kepada sang ayah dan ingin menjadi wanita yang lebih mandiri.

Meski tanpa dia meminta kepada ayahnya, sebulan sekali ayahnya sering mengirimi mereka uang. Dia bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, membiayai kuliah dan sekolah untuk adiknya yang sudah duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar.

Aminah mengambil kelas pagi, sehingga tiba siang dia segera menjemput adiknya, kemudian lanjut menuju tempatnya bekerja hingga pukul 10 malam.

"Bu, Ami pergi dulu ya!" Aminah mencium tangan ibunya.
"Iko, jagain ibu ya dek, jangan hanya main game aja, Assalamu'alaikum," ucap Aminah kepada sembari menuju ke depan pintu rumah.

Kreng....kreng...(nada panggil ponsel Aminah). Seketika diangkat, ada suara pria dengan lembutnya bertanya.
"Assalamu'alaikum, Ami!" sapa si pria melalui telpon.

"Wa'alaikumsalam," jawab Ami.

"Kamu sibuk ya hari ini? Aku mau kita keluar sore nanti, gimana mau gak?" Tanpa jeda pria ini mengajukan dua pertanyaan sekaligus.

"Emmm, gimana ya? Aku lagi kerja nih mas, nanti aku hubungi kembali ya!" Tet.. tet..tet.. Aminah segera menutup teleponnya.

Pria ini namanya Ganjar, yang akrab dipanggil Mas Gan oleh Aminah. Dia adalah tunangan sekaligus teman kuliah Aminah, namun beda jurusan. Aminah jurusan Teknik Informatika, sementara Ganjar jurusan Manajemen. Ganjar dan Aminah bertunangan sejak dua bulan yang lalu. Tepatnya di bulan Oktober.

Sebelum bertunangan, mereka sudah cukup kenal satu sama lainnya, apalagi mereka sering bertemu saat rapat BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Ganjar sendiri telah memiliki ketertarikan yang begitu kuat kepada Aminah, semacam hatinya sedang mengisyaratkan cinta. Tanpa basa basi, Ganjar mengajukan "proposal" untuk melamar Aminah.

Sebagai seorang wanita, Aminah tentunya merasa terkejut dan juga merasa canggung dengan sikap Ganjar. Semuanya terjadi tiba-tiba, tanpa ada tanda-tanda atau apalah semacamnya.

"Aminah, setelah rapat nanti, boleh gak kita ngobrol sebentar di taman kampus?" Bisik Ganjar.

"Boleh, tapi?" Aminah mengangguk setuju sambil menatap kosong ke arah Ganjar

"Tapi, kenapa Ami?" Desak Ganjar, karena merasa penasaran.

"Oh iya, gak kenapa-kenapa kok. Maaf ya, aku tadi hanya bingung." Seakan mengkhayal lalu Aminah menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya.

Lima belas menit kemudian, rapat BEM berakhir. Aminah dan Ganjar pun beranjak dari ruangan. Lalu berpapasan menuju taman kampus yang dimaksud oleh Ganjar. Taman kampus selalu ramai di setiap waktu selama jam perkuliahan berlangsung, karena banyak mahasiswa yang berkumpul di sana. Mulai dari mahasiswa yang suka nongkrong, diskusi atau pun sekedar bersantai menikmati alam.

"Wah, segar juga angin di sini ya mas Gan," cetus Aminah.

"Ngomong-ngomong, kamu mau ngobrolin apa ya mas Gan? Tampaknya kamu begitu serius," delik Aminah dengan sedikit rasa penasaran.

Dengan kalimat yang tertata rapi namun diselimuti gugup yang mendera. Ganjar pun akhirnya menyatakan pendaman rasanya kepada Aminah. Dengan segera Ganjar melepaskan segala hal tentang perasaannya.

"Ami, aku suka sama kamu!" terang Ganjar.

Seketika langit tampak begitu bersinar disertai angin dingin oleh rindangnya pepohonan sekitar taman membuat Aminah menggigil entah karena cuaca atau ucapan Ganjar yang baru saja berlalu. Ganjar berhasil membuat Aminah kalang kabut karena pernyataannya.

"Eh, eh..." Aminah terhenyak dan tanpa sadar mengucapkan kata yang aneh ini.

"Perasaan ini telah lama adanya, ketika kita masih di SMA dulu." Lanjut Ganjar setelah mendengar tanggapan singkat dari Aminah.

"Aku hanya belum siap waktu itu untuk mengungkapkannya," tambah Ganjar.

"Ami, kenapa kamu diam saja?" Gerlingan Ganjar seakan membuat Aminah tercenung dan dadanya berdegup kencang.

"Emmm, maksud kamu gimana mas Gan?" Aminah balik bertanya dan seakan tak peka mendengar penjelasan Ganjar.

"Mungkin ini terasa aneh, tapi inilah adanya. Dan aku berniat ingin melamar kamu," tegas Ganjar tanpa ada ketakutan apapun.

"Apa?" Aminah terhenyak seketika dan wajahnya mulai menampakkan kemerahan. Sambil menarik napasnya untuk menenangkan diri, Aminah dengan cekatan memberikan tanggapannya atas pernyataan jujur dan terbuka oleh Ganjar.

'Aku juga sebenarnya suka sama kamu ,Gan. Jika saja kamu tahu, aku ingin sekali menjadi orang terdekat hingga menjadi bagian penting dari hidup kamu,' bisik Aminah dalam hati.

Aminah kembali memberikan pertanyaan balik, "Tapi Gan, kamu kan belum kenal dengan keluarga aku?"

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Bulan depan, aku akan ke rumah kamu bersama kedua orang tua aku, untuk membuat semua ini menjadi sebuah kepastian yaitu ingin melamar kamu," Ganjar justru menimpa sanggahan Aminah tanpa peduli dengan pertanyaannya. Ganjar begitu yakin bahwa Aminah mau menerimanya.

Ganjar terus melanjutkan pertanyaannya, "Gimana, apa kamu setuju kalau aku dan keluargaku datang?"

"Iya, boleh." Aminah mengangguk pelan sebagai tanda kalau dia setuju.

Pertemuan mereka berdua pun di taman kampus terbatas, karena Ganjar akan ada kelas untuk siang nanti. Sementara Aminah, bergegas menjemput Iko adiknya di sekolah, lalu bersiap menuju ke toko untuk bekerja.

Keesokan harinya, Ganjar kembali menelpon. Namun, Aminah menutup teleponnya. SMS pun kadang tak dibalasnya. Sebab, ia sedang bekerja. Ia takut karena bisa kena marah dari bosnya, jika tidak fokus pada pekerjaan. Keadaan ini terjadi hingga sepekan dan Ganjar pun mulai merasa gelisah dengan tingkah Aminah yang semakin hari semakin membuatnya khawatir plus menimbulkan kecurigaan.

Ganjar kemudian berinisiatif untuk datang ke tempat kerja Aminah. Tepat pukul 10 malam, Ganjar tiba di depan toko tempat Aminah bekerja dan melihat Aminah yang sedang memasang helm di kepalanya. Ganjar mendekati parkiran tempat motor Aminah berada.

"Ami!" sapa Ganjar kepada Aminah dengan suara yang cukup keras karena ramai dengan orang-orang lalu lalang dan para karyawan yang bersiap-siap untuk kembali ke rumahnya masing-masing.

"Loh Mas Ganjar, ngapain di sini?" Aminah merasa kaget dengan kemunculan Ganjar yang tiba-tiba.

Tanpa basa basi, Ganjar mengajak Aminah ke tempat duduk yang berada depan toko.

"Ami, kamu turun dulu dari motornya aku mau ngobrol penting sama kamu," cetus Ganjar dengan wajah yang terkesan ingin marah.

"Mas Gan, aku mau pulang dulu, aku capek nih dan aku masih ada urusan di rumah yang harus aku selesaikan, ya! Nanti aku hubungi kamu ya mas, Assalamu'alaikum!" Aminah menanggapi dengan tenangnya.

Tanpa ada rasa ingin tahu, kenapa Ganjar datang, Aminah segera mengenakan helmnya dan menghidupkan sepeda motornya kemudian bergegas pulang, karena ibu dan adiknya pasti sedang menunggunya.

Dia khawatir jika mereka harus begadang karena menunggu Aminah pulang kerja. Dan ia juga harus membersihkan rumahnya, cuci piring serta pakaian yang menumpuk dan berbagi rutinitas pekerjaan rumah lainnya.

Itu semua dia lakukan, karena ia ingin berbakti kepada sang ibu yang begitu ia sayangi dan tidak mau membebaninya. Ia membebaskan ibunya untuk beristirahat saja di rumah agar tidak memaksakan diri bekerja. Selain sudah berumur, ibunya juga sering sakit-sakitan.

Kegelisahan Ganjar semakin meradang, ia pun mulai berprasangka buruk terhadap Aminah.

Pagi pun tiba. Aminah mengantarkan adiknya Iko menuju sekolahnya. Hari ini, Aminah tidak masuk kuliah. Semalam, ia meminta kepada pemilik toko untuk bekerja pada pagi hari dan bisa segera pulang pada sore hari.

Tanpa sepengetahuan Aminah, Ganjar membuntutinya selama di perjalanan menuju tempatnya bekerja. Hingga tiba waktu pulang, Ganjar pun masih menunggunya lalu mengikuti Aminah menuju ke rumahnya.

Ganjar, berhenti di sebuah pohon besar dekat rumah Aminah. Untuk melihat gelagat Aminah dari kejauhan dan mencoba mencari tahu apa saja yang dikerjakan Aminah ketika berada di rumahnya.

Satu jam kemudian, Aminah, Iko bersama ibu mereka keluar ke pelataran rumah. Bercerita dengan ibunya. Bermain bersama adiknya dengan tujuan untuk menghibur dan menyenangkan hati ibunya agar tak merasa kesepian.

Melihat kejadian tersebut, Ganjar kemudian merasa bersalah atas apa yang telah dilakukan olehnya kepada Aminah serta kecurigaan tak beralasan itu.

Handphone Ganjar bergetar di kantong celananya. Ia mengecek dan melihat bahwa Aminah sedang meneleponnya.

"Assalamu'alaikum Ami, ada apa?" Tanya Ganjar.

"Wa'alaikumsalam, aku lagi di taman kampus nih, kamu di mana?" Tegas Aminah.
Tanpa mematikan teleponnya, Ganjar segera menuju ke Taman Kampus untuk menemui Aminah.

"Hey! Ngapain kamu di sini sendirian?" Seru Ganjar mengagetkan Aminah.

"Kamu gak merasa ya, kalau aku lagi nungguin kamu?" balas Aminah dengan wajah masam.

"Hahaha, kamu bisa juga ya ngegombal," tawa lepas Ganjar setelah mendengar ucapan yang terasa lebay dari Aminah.

"Ami, aku mau minta maaf sama kamu, karena beberapa hari ini aku merasa aneh dengan tingkah laku kamu, sudah curiga pula. Dan ternyata semua itu terbukti salah." Sambil menatap Aminah, Ganjar menjelaskan semuanya tentang hari-hari yang telah ia lewati sampai saat ini.

"Kemarin aku juga sudah mengikuti kamu hingga pulang ke rumah, untuk mengetahui kegiatan kamu di sana, ketika melihat kamu bersama keluargamu, aku benar-benar baru mengerti alasan kamu mengapa saat aku menelepon atau pun SMS kamu gak pernah segera merespon. Itu bukan karena kesengajaan kamu, melainkan keseriusan kamu untuk bekerja dan fokus membahagiakan keluarga kamu," Jelas Ganjar dengan penuh ketakjuban kepada Aminah.

"Gak apa-apa kok, aku juga minta maaf telah membuat kamu khawatir dan curiga selama ini. Aku sangat bersyukur kita bisa saling memahami," balas Aminah disertai senyuman manisnya.

Hari lamaran pun kemudian terjadi dan berjalan dengan lancar, hingga akhirnya Aminah dan Ganjar melangsungkan pernikahan mereka. Ayahnya pun datang untuk mendampingi Aminah di hari bahagianya ini. Senyum indah juga terpancar dari wajah ibu dan adiknya yang keduanya sangat ia cintai.

***

Tolitoli, 05 Desember 2018.

Baca Juga: [CERPEN] Tragedi Menjelang Ulang Tahun

Nurkamal Photo Verified Writer Nurkamal

Salam Semangat, Instagram : @nurkamaljuly27

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya