[PROSA] Halaman yang Terlupakan

Sampai kini aku masih yakin, bahwa kehidupan mengajarkan banyak hal

Hujan sore mengguyur cukup lebat. Sejuknya air hujan harusnya membawa nyaman. Namun tidak demikian yang kurasakan di hari ini. Sore ini aku hanya berteman temaram lampu kamar. Badanku seakan terdiam kaku tanpa daya untuk berseru. Badan terasa demam meriang, hanya berlapis selimut usang. Perlahan mataku terpejam, pikiranku dibawa jauh melayang. Sang kehidupan nampaknya ingin memberikan pesan tersirat. Aku terus melayang dibuai alam pikiranku.

Kehidupan ini, menurutku seperti sebuah buku yang tersusun oleh banyak halaman. Setiap lembar halaman memiliki satu keunikan yang kadang tersembunyi. Diriku merupakan bagian kehidupan yang berarti juga bagian dari buku. Bisa dikatakan, aku adalah selembar halaman. Lembar yang memiliki keunikan, atau setidaknya berusaha untuk memiliki keunikan.

Sore ini matahari terbenam, mendung masih mengguyurkan air hujan. Suatu kejadian terekam memori ingatan. Hal yang di masa depan akan menyisakan satu kenangan yang cukup kelam. Tanpa kusadari, aku telah terjatuh. Hati tiba-tiba merasa letih, berkalang kejenuhan yang mendalam. Orang yang kucinta berlalu tanpa pamit, meninggalkanku seorang diri. Entah apa yang ada di pikirannya. Rasa sakit untuk sebuah perpisahan. Terlebih sakit untuk sebuah pertemuan.

Tidak hanya sekali ini, kehidupan memberiku ujian. Tidak hanya dalam cinta, namun hadir di setiap lini kehidupan. Dalam pekerjaan juga demikian, seakan harapan pupus tinggal kenangan.

Namun tunggu, aku sadar orang-orang selalu mencariku. Sayangnya, hal itu berlaku bila mereka membutuhkan sesuatu. Ketika terhalang kebuntuan atau kesulitan, mereka datang dengan senyuman. Entah tulus atau palsu, aku yang lugu menerimanya dengan anggukan. Tanpa pernah kusadari, bahwa aku hanya tumpuan sesaat bagi mereka.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Apakah aku marah? Tidak, aku tidak pernah merasa marah. Hanya saja seiring waktu berjalan, aku menjadi semakin tahu. Diriku dianggap ada, apabila masalah menyapa mereka. Bila ada keperluan, ribuan kata rayu berujar. Bila sudah kelar persoalan, siapa aku dan siapa kamu yang terucap dalam sikap.

Aku tidak mengeluh akan hal itu, kuanggap sebagai penguat hati dan mental hidup. Menimba pelajaran, memetik nasihat kehidupan. Bagi yang lemah tidak selamanya akan kalah, terinjak dan berdarah. Sedang yang kuat, tidak selamanya akan menang, menginjak dan girang tertawa sombong. Hanya saja aku berpesan, dari hikayat ataupun cerita kisah silam, hukum karma itu ada. Siapa yang menabur kebaikan akan menuai kebaikan, yang menabur keburukan akan menuai keburukan.

Sejauh pikiranku melayang di sore ini, aku kembali memetik pelajaran. Bahwa tidak mudah menjadi halaman yang unik, Tidak mudah berdamai dengan kenyataan yang tidak nyaman.

Sampai kini aku masih yakin, bahwa kehidupan mengajarkan banyak hal. Cinta, kedamaian, keikhlasan dan juga pengorbanan. Kepalsuan, pengkhianatan dan angkara muka, wajib kita jauhi dari kehidupan. Kehidupan juga menyadarkanku, bahwa diriku memang selembar halaman yang terlupakan. Meski demikian, aku tetap berbagi kebaikan dan keikhlasan. Aku yakin di ujung jalan nanti ada pijar terang yang tulusnya diberikan padaku.

Baca Juga: [PROSA] Nestapa Pembawa Petaka

Riza AA Photo Verified Writer Riza AA

Pria yang ingin berkarya. Ig: @faruqrizaal

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya