[NOVEL] Between Two Stars: BAB 5

5. TROUBLE MAKER
Ocha dan Ruth berlalu tanpa menoleh lagi ke belakang. Setengah berlari, mereka menuruni tangga demi tangga, kembali ke deretan kelas X, di gedung bagian depan. Agar cepat sampai ke kelas X, keduanya seperti sepakat untuk potong kompas menyeberangi lapangan futsal dan lapangan basket.
Perasaan Ocha campur aduk, antara bingung, sedih, dan marah. Wajahnya sampai merah padam karena menahan geram. Ocha sempat menolehkan kepala ke balkon kelas Noe. Dilihatnya cowok itu sedang dikerumuni teman-temannya sambil tertawa. Hei... jangan-jangan dia menyadari kalau gue sedang menangisi kekalahan gue. Demi apa, ada cowok yang jahat seperti itu? Waktu kecil sudah sering ngejahilin. Setelah dewasa pun nggak mau ngalah sama cewek! Pikir Ocha dengan hati yang kembali tersayat.
“Ocha, lo nggak apa-apa?” tanya Ruth sambil menghentikan langkahnya.
Ocha menggeleng kuat-kuat. Yang jelas, ia masih sangat marah dan geram setengah mati kepada Noe. Mungkin keadaan PMS (Premenstruasi Syndrome) juga mempengaruhi kestabilan emosi Ocha, sehingga tiba-tiba Ocha jadi kepengen menangis. Saat Ruth meraih bahu Ocha, maka tangis Ocha pun pecah di bahu sahabatnya.
***
Jam keempat, kelas Ocha kosong. Bu Indah, guru Bahasa Indonesia sekaligus wali kelasnya, sedang menghadiri seminar di luar kota. Ocha masih menelungkup di mejanya, menyembunyikan kedua matanya yang sembab. Teman-teman yang penasaran berusaha mendekat dan merubung tubuh cewek itu. Bukan untuk menghibur, tapi hanya untuk mencari tahu.
“Ocha kenapa? Dimarahi Pak Kabul, karena izinnya kelamaan ya?”
Ocha mulai hafal, itu pasti suara Rena. Namun ia memutuskan untuk tetap menelungkup. Ia tak mau teman-teman sekelasnya melihat matanya yang sembab.
“Eh bukaaan... Mana mungkin Pak Kabul marah sama cewek secantik Ocha. Gue sih tadi sempat ngelihat Ocha turun dari lantai 2 gedung belakang,” sanggah sebuah suara. Pasti itu Si Doni.
“Sudah pasti anak-anak kelas XII yang ngebully Ocha. Katakan siapa Cha, biar Gue kasih pelajaran!” ujar Nico sok jadi pahlawan. Sepertinya Nico sedang mencari perhatian Ocha.
“Sudaaah… sudah…. Lebih baik kalian kembali duduk di bangku masing-masing! Ada tugas tuh dari Bu Indah! Nggak usah kepo urusan orang lain kenapa sih?” bentak Ruth.
Sekejap kemudian, anak-anak kelas X MIA 1 (X Matematika dan IPA 1) sudah menuju ke bangku masing-masing. Meskipun kecil, power Ruth sebagai ketua kelas tak perlu diragukan lagi. Semua teman sekelasnya akan menurut kepada setiap komando Ruth.
Keributan mulai teratasi. Ruth bergegas mengajak Ocha pergi ke belakang aula, dekat kamar mandi putri.
“Eh, Ruth ... lo nyuruh kita semua duduk tenang dan mulai ngerjain tugas dari Bu Indah. Nah elo sendiri kenapa malah mau cabut?” teriak Doni mencoba protes.
“Ssstt ... diem lo! Gue ada urusan yang lebih penting dari pada tugasnya Bu Indah! Jadi lo jaga anak-anak jangan sampai pada ribut ya. Ntar gue sama Ocha juga balik ke kelas lagi kok!” jawab Ruth ketus.
“Gue boleh ikut, Ruth?” tanya Nico berusaha mencari kesempatan untuk mendekati Ocha. Seluruh isi kelas juga tahu, Nico naksir Ocha sejak Ocha pertama kali menginjakkan kakinya di kelas X MIA 1.
“Dengerin ya, Nic, Ocha cuma butuh gue, okay? Jadi elo kerjain aja deh baik-baik tugasnya Bu Indah!” ucap Ruth sambil menepuk bahu Nico.
“Ish ... ish ... bilang aja lo berdua mau bebas cabut dari kelas! Hati-hati, kalau ketemu Bu Retno, bisa habis lo berdua dibawa ke ruang BK!” tukas Rena.
Namun Ruth mengabaikan protes dari teman-temannya. Dengan tergesa ditariknya tangan Ocha keluar kelas menuju ke belakang aula, tepatnya di dalam gudang tempat Pak Security menyimpan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Tempat itu cukup sepi saat jam pelajaran sedang berlangsung. Ibarat prajurit kalah perang dan terluka, Ocha menurut saja dengan ajakan Ruth.
“Elo tu ya Cha, gue kan udah bilang untuk ngelarin aja urusan lo sama Kak Noe. Elonya sih nggak nurut!” Baru saja sampai di belakang aula, Ruth sudah tak bisa lagi menahan mulutnya untuk memberi nasihat.
“Gue tu bener-bener kesel sama tingkah dia, lo tahu? Sudah arogan, sok senior, nggak mau ngegantiin ongkos taksi lagi?” Geram Ocha sambil mengepalkan tangan kanannya.
“Gue sempet denger tadi, ternyata elo sama Kak Noe udah saling kenal ya? Ceritanya gimana sih?” Tanya Ruth penasaran.
“Gue mengenalnya sebagai Kak Aan. Dia kakak kelas gue waktu di SD. Dan kita juga kebetulan tinggal satu kompleks, waktu gue masih di Bandung ...” Ocha memulai ceritanya, “tapi sejak dulu, dia tu hobi banget ngegodain gue, seperti ngebohongin gue seolah-olah ada ulat di baju gue, narik-narik rambut gue, manggil gue Oncom Bandung ...” bibir Ocha tersenyum tipis saat menceritakan keusilan Andromeda Noegraha waktu kecil. Ada rasa sebal, tetapi terselip juga rasa kangen yang menyeruak di hati Ocha, saat ia mengenang kembali kebandelan kakak kelasnya itu.
“Tapi kata Kak Noe, dia nolongin elo waktu elo jatuh dari sepeda?” tanya Ruth sambil kembali mengulurkan tisu.
“Iya sih, itu satu-satunya kebaikan Kak Aan yang masih gue kenang, Gue lupa belum ngucapin terima kasih, ketika tiba-tiba keluarganya pindah ke Jakarta. Dia juga belum sempat ngomong sama gue kalau dia mau pindah...” jawab Ocha sambil menerawang, mengingat kembali kejadian tujuh tahun lalu.
“Berarti Kak Noe udah bandel sejak kecil ya Cha? Asal lo tahu Cha, Kak Noe yang sekarang tu lebih bandel lagi dan pantang direndahin sama adik kelas. Dia sampai bela-belain berkelahi, kalau harga dirinya kesinggung. Troubel Maker-lah pokoknya dia itu. Guru BK aja udah nyerah nanganin Kak Noe. Dan satu lagi …. dia juga player tingkat akut!” Ada penekanan pada kalimat terakhir yang diucapkan oleh Ruth. Ruth sudah melihat sendiri, bagaimana Kak Noe menggandeng Kak Jill pentolan geng Punch Girl, setelah sebelumnya memutuskan hubungannya dengan Moa, anak kelas XI IPS 5.
“Maksud lo?” Ocha terbengong.
“Gue takut aja, kalau lo jadi target Kak Noe yang selanjutnya,” bisik Ruth sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, takut kalau ada yang menguping pembicaraan mereka.
“Target?” Ocha mengernyitkan dahinya.
“Iyaaa ... target untuk dijadiin pacarnya!” ucap Ruth dengan mimik serius.
“Apa?” jerit Ocha sambil terbelalak kaget. Ruth sampai harus membekap mulut Ocha dengan telapak tangannya, “Tapi kan gue bisa nolak?” bantah Ocha saat Ruth melepaskan bekapan tangannya.
“Yeeee. .. dia tu kalau udah suka sama cewek, nggak usah pakai nunggu persetujuan ceweknya. Mau suka atau nggak, tu cewek incarannya sudah langsung dia perlakukan sebagai pacarnya!” Ruth mencoba meyakinkan Ocha dengan tatapan matanya.
Mata Ocha kembali terbelalak. Kali ini disertai dengan mulutnya yang ternganga. Ocha sedikit syok mendengar informasi tentang sifat Kak Aan, cowok yang pernah dikenalnya waktu kecil.
***
Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!
storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
YouTube: Storial co