[NOVEL] The Benefits of Heartbreak - BAB 2

Penulis: Arini Putri

Adrian, Kalilla, and The Opportunity to Love

 

Illa baru mengambil beberapa langkah menuju meja kerjanya di UGD, saat dua perawat tukang gosip itu-Ruri dan Mayang-datang menghampirinya sambil tersenyum penuh arti. "Yang tadi pagi masuk UGD itu pacarnya Dokter Kalilla, ya?" tanya Ruri, dengan Mayang yang menahan senyum di sampingnya.

Illa mengerutkan dahinya. "Yang mana, ya?"

"Yang katanya jatuh dari motor tadi. Yang ngobrol sama dokter di UGD. Yang bawa-bawa tas gitar warna kuning."

Ah, maksudnya Dipta?

Illa tersenyum tipis, kemudian menggeleng pelan. "Bukan, dia itu... ehm, apa ya?" Butuh waktu beberapa detik bagi Illa untuk memikirkan jawaban yang tepat. "Saya udah kenal dia sejak lama. Dia udah kayak adik saya," jawabnya, pada akhirnya.

"Oh, saya kirain." Ruri menjulurkan lidahnya dengan malu. "Habisnya kelihatan dekat banget, Dok. Kelihatannya masih muda ya, Dok?"

"Dia dulu murid les saya," jawab Illa sambil mengambil setumpuk lembaran laporan di mejanya. "Ini semua laporan pasien udah lengkap?" tanya Illa, berusaha mengalihkan topik.

"Udah, Dok," jawab Mayang secepat kilat, kemudian kembali membahas masalah Dipta. "Dokter Kalilla mana mau sama berondong, Rur. Apalagi kalau udah ada jelas-jelas ada yang kayak gitu ditawarin di depan mata," ujar Mayang sambil mengedik ke balik pundak Kalilla, kemudian terkikik geli.

"Hush!" tegur Ruri yang sebenarnya juga sedang menahan senyum.

Ekspresi aneh mereka berdua membuat Illa penasaran dan membalik badan, mengikuti arah pandangan mereka. Terlihat seorang lelaki paruh baya dengan kacamata kotak, mengenakan jas putih yang sama dengan dirinya sedang melangkah masuk ke ruang UGD. Semua staf di UGD langsung menyapanya dan memberi salam dengan sopan. Dia adalah Dokter Khairil, dokter senior sekaligus wakil direktur rumah sakit ini.

Illa ikut tersenyum dan menundukkan kepala dengan sopan saat Dokter Khairil berjalan ke arahnya. Dokter Khairil membalasnya dengan senyum ramah. Di belakangnya, seorang dokter tinggi dan tampan seumuran Kalilla berjalan mengekorinya tanpa banyak bicara. Illa tahu, dia adalah lelaki yang barusan dimaksud Ruri dan Mayang. Anak Dokter Khairil, namanya Adrian. Dokter Adrian yang ketampanannya tersohor ke seantero rumah sakit ini.

"Bagaimana, Dokter Kalilla? Semuanya lancar?" tanya Dokter Khairil setelah berada cukup dekat dengannya. Senyum lebar tersungging di wajah Dokter Khairil saat memandang Illa. Sudah rahasia umum bahwa Kalilla adalah dokter muda favorit Dokter Khairil. Semua orang bahkan memperkirakan Dokter Khairil berniat mendekatkan anaknya dengan Illa.

Illa sendiri terlalu cerdas untuk tak menyadari niat Dokter Khairil itu. Illa bisa merasakan usaha Dokter Khairil mendekatkan mereka berdua. Mulai dari berkali-kali mengajak mereka makan semeja, lalu berkali-kali membicarakan Dokter Adrian setiap bertemu dengannya, bahkan menyarankan Illa menghubungi Dokter Adrian jika ada masalah. Namun, Illa belum ingin berpikiran terlalu jauh. Lagi pula dia belum terlalu mengenal Dokter Adrian itu. Dari pengamatannya, Illa hanya berkesimpulan Dokter Adrian adalah lelaki yang baik dan cerdas. Jadi sebenarnya bukan masalah besar juga jika mereka benar-benar menjadi dekat.

"Syukurlah semua lancar, Dok," jawab Illa. "Sejak pagi tadi juga belum ada kasus yang berat."

"Bagus kalau begitu," komentar Dokter Khairil, sampai kemudian teringat sesuatu. "Oh iya, nanti sore kamu harus datang ke seminar kan, Kalilla? Biar Adrian yang antar kamu ke sana, ya."

"Ayah..." Dokter Adrin berbisik pelan di belakang Dokter Khairil, seakan ingin meluncurkan protes.

Menyadari hal itu, Illa membalas dengan cepat, "Ehm, enggak perlu, Dok. Saya bisa ke sana sendiri."

"Lho, jangan. Kalau kamu terlambat bagaimana? Seminar itu acara penting. Biar Adrian yang antar, dia juga barusan izin untuk keluar siang ini, jadi biar sekalian. Ya, kan, Adrian?" Seperti biasa, Dokter Khairil akan terus memaksa sampai kemauannya tercapai.

Illa melirik Adrian yang terlihat amat ragu. Beberapa kali mulutnya terbuka, seakan ingin mengucapkan sesuatu. Wajahnya terlihat amat keberatan. Namun, beberapa detik kemudian dia menarik napas dan berkata dengan tenang, "Enggak apa-apa. Biar saya antar kamu."

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Nah, begitu! Kan, sama-sama nyaman," ujar Dokter Khairil, puas.

Illa tersenyum tipis. walaupun sesungguhnya dia merasa sedikit tak nyaman. Sebenarnya, awalnya Illa sendiri tak masalah dengan rencana Dokter Khairil. Lagi pula siapa juga yang menolak lelaki sesopan dan setampan Adrian mengantarnya. Namun, ekspresi Adrian sejak tadi membuatnya merasa tak nyaman.

"Selamat bertugas, Kalilla. Saya lanjut periksa bagian yang lain dulu," ujar Dokter Khairil sebelum berbalik keluar dari UGD. Adrian kembali mengekor di belakangnya. Dalam beberapa detik yang singkat, dia menyunggingkan senyumnya ke arah Kalilla.

Kalilla hanya diam, sementara Ruri dan Mayang di belakangnya sedang berusaha menahan jeritan histeris. Ujung bibir Kalilla tertarik saat punggung Adrian menghilang di balik pintu UGD. Lelaki yang menarik, batinnya sebelum kembali berkutat dengan data pasien di tangannya.

 ***

"Nanti kamu antar Kalilla sampai tempat seminar. Kalau bisa kamu antar sampai ruangannya," ujar Dokter Khairil, masih membahas Kalilla dengan bersemangat saat berjalan menuju lift.

"Ayah, pesawat Naydelin mendarat jam setengah empat," ujar Adrian, mengingatkan tujuan utamanya meminta izin keluar siang nanti.

Wajah semringah ayahnya meluntur perlahan, digantikan kerut di sekitar bibirnya. "Naydelin bisa menunggu. Seminar Kalilla ini penting untuk rumah sakit kita juga, dia tidak boleh terlambat," ujar ayahnya.

"Tapi, Yah..."

"Kalilla itu perempuan yang cantik dan sopan. Dokter yang cerdas dan profesional. Dia bukan berasal dari keluarga dokter, tetapi Ayah lihat keluarganya cukup baik dan terpandang. Kurang apa lagi dia untuk kamu?"

"Yah, kita lagi enggak bahas itu. Aku cuma udah janji buat jemput Naydelin di bandara, itu aja, kok," balas Adrian, mulai kesal karena pembahasan ayahnya selalu melebar ke mana-mana saat dia menyebut nama Naydelin.

"Kamu harus mulai mengurangi kedekatan kamu dengan Naydelin. Sudah saatnya kamu memikirkan hidupmu sendiri. Bukan terus disibukkan dengan mengurus Naydelin."

"Ayah ngomong apa, sih?"

Dokter Khairil berhenti melangkah dan menoleh ke arah Adrian. "Ayah tanya sama kamu. Sebenarnya gimana hubungan kamu sama Naydelin? Kamu serius sama dia?"

Adrian menghela napas dalam-dalam. "Yah, Naydelin" dia itu tanggung jawabku," jawab Adrian.

Dokter Khairil menggelengkan kepalanya, kecewa dengan jawaban Adrian. "Entah sampai kapan Ayah mesti ulang ini ke kamu. Berhenti memikul sesuatu yang bukan tanggung jawabmu. Ayah tahu tentang janjimu dengan mendiang Bismana. Tapi Ayah enggak akan membiarkan kamu terus melakukan hal itu kalau itu cuma jadi beban buat kamu."

Adrian baru akan membalas lagi, saat ayahnya tiba-tiba menatapnya dengan tajam dan berkata dengan amat serius. "Dengar, Adrian. Menjaga seseorang seperti Naydelin bukan hal yang mudah. Dengan riwayat kondisinya itu, bukan enggak mungkin dia akan kembali memburuk. Pikirkan itu baik-baik. Apa kamu sanggup menghadapi risiko itu? Ayah cuma mau yang terbaik buat kamu. Kamu juga sebaiknya mulai memikirkan yang terbaik buat dirimu sendiri."

Adrian terdiam sambil menatap ayahnya yang melangkah masuk ke dalam lift. Napasnya terasa berat dan kepalanya kembali pening. Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Dan Adrian tak tahu mana yang harus lebih dulu dijawabnya.

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook : Storial
Instagram : storialco
Twitter : StorialCo
Youtube : Storial co

Baca Juga: [NOVEL] The Benefits of Heartbreak - BAB 3

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya