[NOVEL] Still Intact-BAB 4

Penulis: Priska Natasha

Sunrise

 

Nakeisha tahu bahwa tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Dia juga sadar bahwa dia dan Dihan banyak kekurangannya. Namun, satu hal yang membuatnya yakin-karena dia pikir mereka sudah saling kenal selama delapan belas tahun-what's the worst that could happen between them?

Enam jam kemudian, pikirannya masih diusik hal ini, bahkan hingga dia selesai bersiap pada pukul empat lewat tiga puluh dini hari. Sekarang, dia sudah resmi menjadi penghuni tunggal di apartemen ini. Perlahan, dia mulai mengerti mengapa Niu sampai menangis kemarin pagi. Walaupun adik kembarnya itu hanya pindah ke apartemen Henry di Kemang dan mereka tetap bisa bertemu sesering mereka mau, rasanya seperti ada yang hilang ....

Biasanya, jika Kei harus pergi ke bandara untuk perjalanan dinas subuh-subuh seperti ini, Niu masih terjaga. Entah karena dikejar masa tenggat atau sedang seru maraton drama Korea, Niu selalu sukses bikin suasana apartemen jadi ramai, bahkan ketika Kei baru bangun. Sering kali, si bawel itu mengeluh kurang tidur. Terkadang, Niu menangisi para ahjussi rasa oppa hingga matanya sembap. Bahkan, tiap Niu sedang berkelana di alam mimpi, dia selalu punya cara untuk mengusik Kei: Niu itu selalu menempel di punggung Kei jika mereka tidur.

Akan tetapi, hari ini, tak ada lagi yang menyita perhatiannya. Saat Kei menunggu kedatangan taksi yang dipesannya untuk ke bandara, rasanya sisa-sisa bayangan Dihan di depan pintu apartemennya semalam belum juga pergi. Tidak ada kejadian yang "besar", tetapi Dihan sampai mengantarnya ke unit alih-alih berpisah dengannya lobi.

Dihan tak perlu melakukannya. Kekosongan ini ... sesungguhnya, Kei tak keberatan jika sesekali sepi datang. Dia suka kesendirian, senang tenang. Namun, Niu itu sudah bersamanya selama 29 tahun lebih sedikit-ditambah 36 minggu ketika mereka bertumbuh di rahim Bunda. Jadi, ketika Dihan menemaninya berbenah dan baru pergi setelah Kei bersiap tidur, rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal tenggorokan Kei dan tak bisa keluar.

Kenapa sih, Kei? Lagi-lagi, Kei bertanya kepada diri sendiri, kenapa lo sebodoh ini?

Namun, Dihan tak hanya sukses mengambil hati Kei. Bapak dan Bunda bahkan sudah menganggapnya sebagai anak lelaki mereka sendiri. Pasalnya, gara-gara insiden "manis, tapi memalukan" itu, keluarga mereka malah jadi dekat karena bertetangga.

Terlebih, kini Dihan hanya punya Bimbi. Sebagai pasangan yang tidak memiliki anak laki-laki, Bapak dan Bunda terenyuh ketika tahu bahwa kedua orangtua Dihan-anak laki-laki baik hati yang bersikap kesatria terhadap putri mereka-telah meninggal dunia. Saat usia Dihan tiga tahun, ibunya meninggal karena demam berdarah. Delapan tahun kemudian-tepatnya pada 1997-ayahnya tewas dalam kecelakaan pesawat yang membawa beliau dari Jakarta ke Medan.

Sungguh nahas. Dihan memang punya tendensi untuk membuat orang lain bersimpati kepadanya. Selayaknya manusia biasa, tentulah dia memiliki kekurangan-kata Niu, salah satunya karena Dihan tak pernah memberi kejelasan atas hubungannya dengan Kei-tetapi kualitas pria itu ....

Terjebak dengan satu laki-laki selama delapan belas tahun memang mengerikan. Padahal, mereka sempat tinggal beda kota. Dihan juga pernah koas di pulau terpencil dan bertahun-tahun fokus dengan sekolahnya. Bisa dibilang ada masa-masa ketika mereka sibuk dengan kehidupan masing-masing. Terkadang, rasanya Kei ingin lepas, tetapi seperti ada magnet yang terus menariknya mendekat.

Bahkan, Bunda pernah bilang, "Eh, percaya sama Bunda, beda usia empat tahun dengan pasangan itu bagus, lho. Empat, ya, biar hubungan kalian kokoh kayak kaki meja."

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Sementara Niu memutar bola matanya waktu Bunda berceramah, Kei memutuskan untuk sepakat saja dengan kata-kata orangtuanya. Dia tahu bahwa Bunda sedang membicarakan jarak usianya dengan Dihan. Percaya pada nasihat orangtua sudah menjadi kebiasaannya. Toh, sejak kecil, memang Kei yang lebih mudah percaya pada dongeng-dongeng yang sering diceritakan Bunda.

"Bu, saya sudah di lobi." Panggilan telepon dari sopir taksi membuyarkan lamunan Kei.

"Oke, Pak. Sebentar, saya juga udah turun. Eh, Han?" Kei terkesiap begitu melihat siapa yang sedang berdiri di lobi, lengkap dengan jaket, jeans, sneakers, dan ransel.

"Udah pesan taksi?" tanya Dihan setelah Kei menutup telepon dan menghampirinya.

"Itu, udah nunggu di depan. Kamu mau ke mana? Golf?"

"Ke Yogya."

"Hah? Dihan apaan, sih?" Kei mengernyit, tetapi Dihan sudah meraih koper sahabatnya dan mengajaknya masuk taksi. "Han, serius? Lo ngapain ikut gue ke Yogya?"

"Kan, kita udah lama enggak liburan bareng." Dihan berdalih. "Kei, ini Minggu dan lo malah harus terbang ke kota lain alih-alih berkumpul sama keluarga besar lo setelah pernikahan Niu. Masa gue masih enggak boleh menemani lo sehari semalam?"

Lagi-lagi, Kei menggeleng heran. Dokter anak yang sangat sibuk ini tiba-tiba memutuskan untuk ikut ke Yogyakarta demi menemaninya-padahal, katanya mereka cuma sahabat, kan? Tanpa sadar, Kei memijat tengkuknya, kemudian segera mengikuti Dihan masuk ke taksi seraya mengeluh dalam hati.

Makin jadi aja lo, Han. Mau lo apain, sih, gue ini?

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
YouTube: Storial co

Baca Juga: [NOVEL] Still Intact-PROLOG

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya