Teruntuk Sahabatku yang Pergi dan Enggan Kembali

Teruntuk seseorang yang pernah menganggapku sebagai sahabatnya. Terima kasih untuk tahun-tahun dan hari-hari yang kita lewati bersama. Sungguh, Aku bersyukur bahkan hingga saat ini. Dipertemukan denganmu yang membuatku merasa memiliki keluarga baru. Meski saat ini nampaknya jalan kita tak lagi beriringan.
Saat ini, Kita seperti dua orang asing yang tak saling mengenal. Menatap enggan apalagi bertegur sapa. Pernah beberapa kali dari kejauhan Aku menatapmu, berharap Kau melihatku lantas melambaikan tangan seperti dulu saat kita masih seiring sejalan. Namun, semua hanya imajinasiku saja. Yang justru kudapat hanya tatapan datar serta sikap tak saling mengenal.
Juga, berkali-kali kudengar namamu mereka sebut di hadapanku, namun apa dayaku? Jika saja kita masih sehangat dulu, mungkin tanpa ragu Aku akan berlari menghampirimu. Bergelayut manja tanpa memikirkan pendapat orang lain. Lantas, berbagi kisah tanpa mengenal waktu. Menceritakan segala hal yang bisa kita ceritakan. Menertawakan hal-hal yang biasa tapi menjadi luar biasa saat kita membahasnya. Tapi, semua tinggal kenangan. Kamu dan Aku di sisi berlainan. Kata “sahabat” bahkan tak mampu untuk meredam ego kita masing-masing.