Mengenal Puso, Makanan Filipina yang Mirip Ketupat Indonesia

Intinya sih...
- Filipina memiliki kekayaan kuliner yang dipengaruhi oleh Spanyol, China, Malaysia, dan Indonesia.
- Puso adalah makanan khas Filipina yang mirip dengan ketupat dari Indonesia, memiliki sejarah religius dan peran penting dalam budaya Cebu pra-Hispanik.
- Puso dibuat dengan cara serupa ketupat, disantap dengan berbagai lauk pendamping, memiliki banyak variasi bentuk dan penyebutan sesuai daerahnya.
Sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara, makanan Indonesia dan Filipina memiliki banyak kesamaan. Dari sekian banyak jenis makanan Filipina yang mirip kuliner Indonesia, ada puso yang mirip ketupat.
Di Filipina, puso kerap disebut sebagai hanging rice. Bahan dasar berupa beras dan daun janur sebagai pembungkus puso sama persis dengan ketupat khas Indonesia.
Makanan ini mudah ditemukan di berbagai daerah di Filipina, terutama di Cebu. Maklum, puso termasuk street food Cebuano yang kerap disantap untuk makan siang. Lain halnya dengan ketupat yang hanya ada saat Hari Raya Idulfitri di Indonesia.
Selengkapnya simak ulasan tentang puso, "ketupatnya" Filiipina di bawah ini, ya!
1. Apa itu puso?
Puso (poo-so) berupa nasi yang dibungkus menggunakan daun kelapa muda atau janur. Janur dianyam dan biasanya berbentuk segitiga, kemudian diisi dengan beras. Setelah itu, direbus hingga matang dan disajikan dengan lauk pendamping.
Makanan ini juga disebut nasi gantung (hanging rice), karena bungkusan nasi sering digantung dalam bentuk tandan dengan menggunakan ujung daun yang panjang. Janur memberikan rasa dan aroma yang unik pada nasi, serta teksturnya padat. Kadang disantap langsung dari daunnya tanpa menggunakan sendok atau garpu.
Bungkus berupa janur dapat melindungi nasi dari lalat dan kotoran di tempat terbuka. Selain itu, mudah dibawa dan tahan seharian, sehingga kerap menjadi bekal untuk piknik maupun para nelayan yang mencari ikan. Berbekal dua atau tiga buah puso sudah bisa bikin perut kenyang.
2. Puso dalam budaya Filipina
Puso memang mirip dengan ketupat yang ada di negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Indonesia, Brunei, dan Malaysia. Namun, puso memiliki sejarah dan peran tersendiri dalam budaya orang Filipina. Bahkan, sebelum kolonialisme Spanyol terjadi di negara tersebut.
Dilansir Cebu Insights, orang Cebu kuno mempersembahkan potongan puso kepada dewata saat perayaan keagamaan. Puso dianggap sebagai makanan untuk para dewa dan wujud rasa syukur, meminta keberuntungan, hingga mengenang leluhur yang telah tiada. Tradisi ini berlangsung sebelumnya masuknya agama Kristen di Filipina, terutama Cebu.
Proses menganyam puso berbentuk segitiga seperti ketupat atau menyerupai berlian merupakan keterampilan yang penting bagi wanita Cebu pra-Hispanik. Para wanita akan bersaing dengan variasi dalam pola dan desain anyaman mereka. Puso pun memiliki banyak variasi bentuk dan kerap kali penyebutannya berbeda di setiap daerah.
Setelah masuknya agama Kristen, masyarakat Filipina lambat laun meninggalkan paganisme, tetapi puso tetap bertahan hingga saat ini. Puso bukan lagi sebagai persembahan, melainkan bagian budaya kuliner Visayas dan Cebu.
Kita bisa menemukan puso di sejumlah kedai, terutama di sepanjang jalan raya provinsi, kapan pun dengan mudah. Sebab, puso termasuk street food khas Filipina, terutama di Cebu.
3. Cara membuat puso
Puso yang mirip ketupat dibuat dengan cara serupa. Sebelum proses memasak, perlu menghilangkan lidi dari janurnya terlebih dahulu. Setelah itu, menganyam janur menjadi bentuk yang diinginkan.
Setelah jadi, isi puso dengan beras hingga memenuhi setengah bagiannya. Rebus puso berisi beras ke dalam air mendidih selama 18-30 menit. Nasi akan mengembang dan janur pun berubah warna menjadi kecokelatan saat sudah matang.
Waktu merebus puso lebih singkat dari ketupat, paling lama biasanya satu jam. Hal ini membuat puso tidak sepadat ketupat dan masih tampak bulir nasi saat dibelah. Sedangkan, ketupat biasanya perlu direbus selama 3-5 jam sebelum disajikan.
4. Lauk pendamping puso
Layaknya ketupat, puso juga disantap dengan berbagai jenis lauk pendamping. Alih-alih lauk pendamping berkuah, puso kerap disajikan bersama aneka jenis sate, termasuk ikan bakar, dan cumi bakar beserta sambalnya. Biasanya disesuaikan dengan makanan khas daerah masing-masing.
Seperti di Cebu, puso disajikan dengan lechon kawali, perut babi goreng. Ada pula yang menyantap puso dengan siomay dan sambal. Hal yang lumrah di Filipina untuk menyantap puso dengan lumpia atau sekadar menambahkan saus tanpa lauk pendamping lainnya.
5. Ragam variasi puso di Filipina
Puso tidak merujuk pada resep tertentu, melainkan bentuk anyaman pembungkusnya. Ada banyak variasi yang dinamai berdasarkan bentuknya. Selain itu, penyebutannya sesuai dengan bahasa daerah dan suku masing-masing.
Beberapa variasi puso antara lain binaki atau kongkang yang berarti bentuknya mirip katak. Ukurannya besar dan menjadi varian puso paling besar di antara lainnya. Banyak dibuat oleh orang Palawan.
Berbeda dengan patupat, puso versi Luzon Utara yang berbentuk menyerupai persegi panjang datar. Direbus menggunakan santan dan gula muscovado atau molase. Kemudian, disajikan sebagai hidangan penutup.
Tamu pinad menjadi paling umum di kalangan masyarakat Tausug dan paling mirip dengan ketupat dari Indonesia. Sesuai dengan namanya, berarti tamu atau puso berbentuk berlian. Biasanya juga disajikan saat Hari Raya.
Variasi lainnya, yakni binangkito, binosa, binungi, bulasa, hellu, kinasing, pat bettes, dan ulona a babak. Ada lagi yang unik, puso khas Capiz terbuat dari beras ketan yang bercita rasa manis. Manisnya berasal dari nira pohon nipah dan disajikan sebagai hidangan penutup.
Nah, itulah puso, sejenis ketupat yang lekat dengan budaya kuliner Filipina. Kerap dibawa sebagai bekal untuk perjalanan jarak jauh hingga perayaan tertentu, karena dianggap praktis, mudah dibawa, dan dapat dinikmati kapan saja.