Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Minum kopi dengan aneka peralatan seduh mungkin sudah jadi hal umum di warung hingga cafe. Namun, mencoba minum kopi hasil fermentasi alias "kopi wine" tentu akan menimbulkan sensasi baru. Meski diseduh dengan alat manual sederhana kopi ini menghasilkan cita rasa yang khas, aroma kuat dan legit.
Olah fermentasi kopi wine, saat ini mulai digemari kalangan pemuda asal Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi. Selain cita rasa yang unik dengan aroma kuat, nilai jual fermentasi wine ini juga menggiurkan. Bahkan, pengolahan jenis ini bisa meningkatkan nilai jual kopi hingga 30 kali lipat lebih dibandingkan harga jual umum di pasaran.
1. Meningkatkan nilai jual puluhan kali-lipat
Kopi hasil fermentasi wine di Kalibaru. IDN Times /Mohamad Ulil Albab Mendengar harga fermentasi kopi wine yang menggiurkan, salah satu pemuda Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru, Rizal Dhofir (30) pun mencobanya. Ia memproses 1 ton kopi dari kebun petani dengan proses fermentasi wine.
Satu kilogram kopi wine yang sudah disangrai dihargai paling murah Rp650.000, sementara kopi dengan proses jemur biasa tanpa fermentasi Rp20.000 per kilogram.
"Harganya kalau dibandingkan memang bisa meningkat 32 kali lipat. Selain saya, sudah ada puluhan anak muda Kalibaru yang membuat fermentasi kopi wine, kami juga berencana bikin komunitas," ujar Dhofir saat dihubungi via telepon, Senin (14/12/2020).
2. Butuh proses disiplin
Kopi hasil fermentasi wine di Kalibaru. IDN Times /Mohamad Ulil Albab Meski menggunakan istilah wine, kopi wine sama sekali tak bercampur dengan miniman alkohol. Proses fermentasi wine, kata Dhofir, dilakukan dengan menaruh kopi hasil petik merah ke dalam kantong plastik, kemudian ditutup rapat. Sebelumnya, kopi-kopi tersebut harus dicuci bersih dan disortasi dengan cara direndam.
Setelah terbungkus plastik dengan rapat, proses selanjutnya dibiarkan selama 5 hari. Kemudian kopi itu dibuka saat pagi dan dijemur selama 3 jam, antara pukul 08.00-11.00 WIB.
"Kenapa pagi, karena itu cahaya yang kaya vitamin dan bagus. Dan cukup 3 jam, setelah itu dibungkus ke dalam plastik lagi. Makanya butuh disiplin," katanya.
Proses usai menjemur dan dikemas kembali selama 5 hari, terus dilakukan berulang sebanyak 10 kali. Proses tersebut dilakukan secara konsisten agar menghasilkan cita rasa yang maksimal.
"Proses menjemurnya juga harus menggunakan para para dengan ketinggian minimal 1 meter," katanya.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Bila sudah selesai proses fermentasi, kopi bisa disimpan di tempat kering dan bersih. Semakin lama proses penyimpanan, maka dinilai akan menghasilkan cita rasa lebih enak, harga jualnya pun semakin mahal.
"Kalau yang disimpan lebih lama, ada yang harga Rp1.850.000," ujarnya.
Baca Juga: 7 Tekstur Kopi Bubuk dan Cara Menyeduhnya, Pencinta Kopi Wajib Tahu!
3. Permintaan pasar cukup baik
Kopi hasil fermentasi wine di Kalibaru. IDN Times /Mohamad Ulil Albab Saat ini, proses olahan kopi milik Dhofir masih dalam proses penjemuran. Dia memperkirakan, dalam satu kwintal kopi biji basah, bisa menghasilkan 25-26 kilogram fermentasi kopi wine.
Untuk menjaga cita rasa, Dhofir dan pemuda Kalibaru lainnya sepakat hanya menjual olahan kopi wine dalam bentuk sangrai. Hal ini dilakukan untuk menjaga cita rasa kopinya.
"Kalau kami proses sangrainya menggunakan mesin, kalau dijual green been, takutnya nanti terlalu gosong sangrainya, cita rasa tidak optimal," katanya.
Sejak panen raya kopi di bulan Juni, Dhofir dan sejumlah pemuda yang pulang kampung. Selain tergiur bisnis ini, mereka juga terpaksa pulang akibat tak ada kerjaan di rantau selama pandemik. Upaya mereka pun tak sia-sia. Permintaan kopi ini cukup tinggi.
"Saat ini, sejumlah permintaan dari konsumen cukup bagus, terutama dari kalangan orang orang kaya," ujarnya.
Baca Juga: Kopi Dunia, Kopi Kolombia dan Kopi Indonesia