Kenapa Rasa Makanan Jawa Dominan Manis? Ini Alasannya!

Berawal dari sejarah dan tradisi yang panjang

Mungkin kamu pernah bertanya-tanya, kenapa begitu banyak hidangan khas Jawa yang manisnya mendominasi? Apakah itu hanya kebetulan atau ada alasan mendalam di balik rasa tersebut ini? 

Rasa manis dalam makanan khas Jawa memiliki akar yang dalam dan menarik untuk ditelusuri. Kebiasaan ini gak hanya sekadar kebetulan, melainkan mengandung alasan historis, budaya, dan bahan-bahan lokal yang saling berpadu.

Faktor ekonomi dan sosial juga memainkan peran dalam pola rasa yang berkembang. Dengan memperhatikan elemen-elemen ini, kita bisa memahami lebih dalam mengapa rasa manis begitu mendominasi di dalam berbagai makanan Jawa.

Baca Juga: 10 Makanan Khas Jawa Tengah Paling Lezat dan Wajib Dicoba

1. Diperkaya oleh adanya gula aren

Kenapa Rasa Makanan Jawa Dominan Manis? Ini Alasannya!ilustrasi gula aren (freepik.com/jcomp)

Jika diperhatikan, cukup banyak makanan khas Jawa yang dibuat dengan tambahan gula aren. Sejarah penggunaan gula aren di dalam makanan Jawa melibatkan warisan tradisi dan praktik pengolahan bahan makanan yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Penggunaan gula aren dalam makanan Jawa diwariskan dari generasi ke generasi. Seiring pertanian kelapa yang berkembang di wilayah tersebut, masyarakat Jawa memanfaatkan potensi pohon aren untuk diambil niranya. Nira atau cairan yang diperoleh dari batang bunga kelapa kemudian diolah menjadi gula aren melalui proses perebusan dan penyaringan.

Meskipun gula aren di dalam gudeg berpadu dengan berbagai rempah, tapi rasa manisnya tetap mendominasi. Dua kue tradisional, yakni klepon dan cenil, diisi gula aren cair yang meleleh saat digigit. Secara keseluruhan, gula aren bukan hanya pemanis, tetapi juga menjadi bahan yang menciptakan identitas cita rasa khas pada banyak makanan Jawa.

2. Mengandung makna simbolis

Kenapa Rasa Makanan Jawa Dominan Manis? Ini Alasannya!ilustrasi wajik gula merah pakai rice cooker (instagram.com/dhiahoddie)

Saat menggali lebih dalam ke dalam berbagai makanan khas Jawa, kita akan menemukan berbagai penjelasan yang menandakan bahwa makanan-makanan tersebut dianggap sebagai lambang kebahagiaan dan keberuntungan. Makna simbolis yang menyertai makanan-makanan ini bukanlah kebetulan semata, melainkan mengandung nilai-nilai yang mendalam di dalam budaya Jawa.

Banyak dari makanan khas Jawa, seperti klepon dan wajik, gak hanya menghadirkan cita rasa yang lezat, tetapi juga menjadi perwujudan simbolik dari perasaan bahagia dan kelimpahan. Contohnya, di dalam acara pernikahan, syukuran, atau acara penting lainnya, wajik sering disimbolkan sebagai simbol harapan, kesinambungan, dan keberuntungan.

Rasa manis yang berasal dari penggunaan gula aren pada wajik juga memiliki makna mendalam, yakni mengharapkan agar hubungan dan silaturahmi yang dijalin tetap harmonis. Dengan begitu, makanan bukan hanya memuaskan selera, tetapi juga menjadi sarana untuk menghargai nilai-nilai yang berakar di dalam masyarakat.

3. Eksistensi kecap

Kenapa Rasa Makanan Jawa Dominan Manis? Ini Alasannya!ilustrasi kecap dan bakso goreng (freepik.com/jcomp)

Jauh sebelum masa penjajahan, keturunan Tionghoa telah hadir di Pulau Jawa sejak berabad-abad lalu, membawa budaya dan tradisi mereka, termasuk dalam hal makanan. Mereka telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap beragam hidangan dan teknik memasak di Indonesia yang masih terasa hingga saat ini.

Salah satu pengaruhnya yang hingga saat ini masih terlihat jelas ada dalam penggunaan kecap untuk berbagai masakan Indonesia. Baik sebagai bumbu ataupun sebagai penambah cita rasa. Kecap manis dan kecap asin sering digunakan untuk memberikan cita rasa yang khas pada masakan, seperti nasi goreng, mi goreng, semur, dan satai.

Seiring berjalannya waktu, permintaan yang tinggi pada kecap juga terjadi di wilayah Eropa, sehingga turut membuat VOC mendorong pribumi agar memproduksi kecap untuk diekspor pada 1973. Pengaruh kecap yang cukup kuat hingga saat ini akhirnya mempengaruhi kebiasaan makan sebagian besar orang. Bahkan, kini rasanya seperti ada yang kurang jika di meja makan atau di dalam kulkas gak ditemukan sebotol kecap. Ya, kan?

Baca Juga: 5 Bahan Makanan Ini Dilarang di Beberapa Negara, Kenapa?

4. Kebijakan culturestelsel pada jaman Belanda

Kenapa Rasa Makanan Jawa Dominan Manis? Ini Alasannya!ilustrasi perkebunan tebu (freepik.com/wirestock)

Berawal dari krisis keuangan yang dialami Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) akibat Perang Diponegoro pada 1825—1830 membuat Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch menerapkan kebijakan culturestelsel atau tanam paksa di Pulau Jawa. Ia memperkenalkan kebijakan ini sebagai solusi buat mengatasi krisis ekonomi yang dihadapi oleh pemerintah kolonial Belanda di Hindia Belanda pada saat itu.

Ia merancang sistem di mana agar petani diwajibkan untuk menyisihkan sebagian lahan pertanian mereka untuk menanam tanaman komoditas yang menguntungkan, seperti tebu. Kemudian hasil panennya akan diambil oleh pemerintah, lalu dijual secara internasional. Kondisi saat itu memang menguntungkan untuk VOC, tapi tidak untuk masyarakat di Pulau Jawa.

Di tengah penderitaan akibat tanam paksa dan eksploitasi yang terjadi pada masa itu, masyarakat Jawa sering kali mencari cara untuk bertahan hidup dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Salah satunya dengan memanfaatkan air tebu dari hasil panen yang tersisa untuk diolah dan ditambahkan ke dalam makanan. Praktik memanfaatkan air tebu ini akhirnya membentuk adaptasi masyarakat terhadap kondisi sulit pada saat itu. 

5. Menjamurnya pabrik gula

Kenapa Rasa Makanan Jawa Dominan Manis? Ini Alasannya!ilustrasi miniatur pabrik gula colomadu (commons.m.wikimedia.org/Pinerineks)

Penerapan tanam paksa dan penanaman tebu yang meluas di Pulau Jawa juga mendorong pertumbuhan industri gula. Kebijakan pemerintah kolonial yang mewajibkan petani menanam tebu untuk kepentingan ekspor menyebabkan peningkatan produksi tebu, terutama di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dengan meningkatnya produksi tebu, akhirnya banyak pabrik gula yang didirikan di Pulau Jawa untuk mengolah tebu-tebu yang telah dipanen menjadi gula. Bayangkan saja, pada saat itu terdapat sekitar kurang lebih 100 pabrik gula yang beroperasi. Gula yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik ini kemudian bakal dijual di pasar Internasional.

Meskipun saat ini sebagian besar pabrik gula sudah gak aktif lagi, Pulau Jawa masih tetap menguasai produksi gula terbesar di Indonesia. Sejarah panjang gula aren hingga pertanian tebu di wilayah ini mempengaruhi karakteristik kuliner dan budaya makan di Pulau Jawa secara mendalam. Komoditas-komoditas ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gaya hidup, kebiasaan makan, dan warisan kuliner yang ada di masyarakat Jawa.

Baca Juga: 5 Fakta Gula Aren, Bahan yang Sering Dipakai di Es Kopi Susu Kekinian

Tyara Motik Photo Verified Writer Tyara Motik

The beginner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

yummy-banner

Topik:

  • Naufal Al Rahman
  • Mayang Ulfah Narimanda

Berita Terkini Lainnya