TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Suka Makan Mi Instan? Pahami 5 Dampaknya bagi Kesehatan Tubuh

Bisa menyebabkan banyak penyakit serius!

freepik.com/tirachardz

Harganya murah, dimasaknya mudah, plus enak pula rasanya. Gak heran, mi instan jadi kegemaran banyak orang di berbagai belahan dunia.

Namun, sayangnya makanan ini minim nutrisi dan banyak bahan tambahan pangan. Mengonsumsinya terlalu sering gak cuma akan bikin pola makan kamu tidak seimbang, tetapi juga dapat menimbulkan berbagai dampak buruk bagi kesehatan seperti yang dijelaskan di bawah ini.

1. Hipertensi

Mi instan. unsplash.com/Markus Winkler

Dibalik rasa gurihnya, bumbu mi instan tinggi kadar natrium (garam). Melansir The Street, dalam satu bungkus mi instan mengandung lemak sebanyak 14 gram dan 1.580 miligram natrium. Padahal, berdasarkan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), konsumsi natrium tidak boleh lebih dari 2.000 miligram per hari.

Ada berbagai risiko penyakit akibat asupan garam terlalu tinggi, salah satunya hipertensi. Sebuah penelitian di Korea Selatan, sebagai salah satu negara konsumen mi instan terbanyak di dunia, yang terbit dalam jurnal Nutrition Research and Practice melibatkan 5.018 laki-laki dan perempuan berusia 40-69 tahun, tanpa riwayat hipertensi.

Hipertensi terjadi jika tekanan darah sudah melewati batas normal, yakni apabila tekanan sistolik telah melebihi angka 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.

Setelah mengamati pola makan para partisipan, ditemukan adanya hubungan antara konsumsi mi instan dengan risiko hipertensi, terutama bagi para perempuan. Diketahui, perempuan yang makan mi instan sebanyak lima porsi atau lebih dalam seminggu berisiko 2,3 kali lebih tinggi terkena hipertensi. Duh!

Baca Juga: Kamu Kecanduan Mi Instan? Ini Gejala dan Cara Mengatasinya!

2. Diabetes

Mi instan di supermarket. unsplash.com/Matt & Chris Pua

Karbohidrat berperan penting sebagai sumber energi. Hanya saja, jenis karbohidrat pada mi instan adalah karbohidrat sederhana, sehingga dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah dalam waktu cepat, memicu terjadinya resistansi insulin, yang kemudian meningkatkan risiko diabetes.

Penelitian yang dimuat dalam The Journal of Nutrition melibatkan 10.711 orang dewasa di Korea Selatan. Para peneliti mengamati pola makan tradisional, pola makan tinggi asupan daging dan makanan cepat saji, serta kebiasaan makan mi instan, dengan risiko sindrom metabolik.

Lewat hasil pengamatan, diketahui bahwa pola makan tradisional Korea Selatan (tinggi asupan nasi, ikan, sayuran, buah-buahan, dan kentang) berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan obesitas abdominal (lemak perut berlebih).

Sementara itu, pola makan tinggi daging dan makanan cepat saji dikaitkan dengan peningkatan obesitas abdominal, tingginya kolesterol jahat atau low-density lipoprotein (LDL) dan trigliserida, dan penurunan tingkat kolesterol baik atau high-density lipoprotein (HDL).

Dari ketiga pola makan, hanya kebiasaan makan mi instan yang berhubungan dengan meningkatnya risiko sindrom metabolik, terutama bagi perempuan.

Melansir laman Harvard TH Chan School of Public Health, yang dimaksud dengan sindrom metabolik adalah kelompok faktor risiko, termasuk di dalamnya obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, gula darah tinggi, yang semuanya itu akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes.

3. Sakit kepala

freepik.com/pressfoto

Melansir Verywell Health, jenis bahan tambahan pangan seperti monosodium glutamat (MSG) serta senyawa nitrat, diketahui dapat memicu sakit kepala atau migrain. Penggunaan MSG biasa ditemui pada makanan cepat saji, mi instan, dan jenis pangan dalam kemasan (misalnya makanan kalengan).

Sementara itu, senyawa nitrat lebih banyak ditemukan pada produk daging olahan seperti bakso, nugget, atau daging asap.

Walaupun mengonsumsi MSG ini aman, tapi bagi sebagian orang yang sensitif terhadap MSG, mengonsumsinya sedikit saja sudah bisa memicu sakit kepala.

4. Risiko kerusakan organ

freepik.com/jcomp

Layaknya pangan olahan, mi instan juga menggunakan berbagai bahan penguat rasa serta pengawet. Di antaranya butylated hydroxyanisole (BHA) dan tertiary-butyl hydroquinone (TBHQ).

Mengutip laman TheHealthSite, kedua jenis senyawa tersebut biasa digunakan pada mi instan untuk mencegah produk dari kerusakan, sehingga bisa meningkatkan umur simpan. Namun, penggunaan rutin dari kedua bahan pengawet ini dapat menimbulkan masalah kesehatan.

Hasil studi tahun 2005 yang diterbitkan di jurnal Drug Metabolism and Disposition memperingatkan bahwa paparan TBHQ dalam jangka waktu yang lama, bisa bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker), dapat menyebabkan asma, rasa cemas, diare, serta berdampak buruk bagi lever dan organ reproduksi.

Mengutip Healthline, pada beberapa orang yang terpapar TBHQ juga bisa mengalami gangguan penglihatan. Hasil studi lain yang dimuat dalam jurnal Food Chemistry menemukan bahwa jenis bahan pengawet ini dapat menimbulkan kerusakan pada DNA.

Sementara itu untuk BHA, pengawet ini termasuk dalam daftar senyawa kimia yang kemungkinan dapat mengganggu fungsi endokrin. Sistem endokrin merupakan sekumpulan kelenjar yang berfungsi menghasilkan hormon, sehingga gangguan pada sistem ini dapat memicu berbagai masalah pada perkembangan tubuh, sistem imun, sistem saraf, dan sistem reproduksi.

Baca Juga: 7 Dampak Buruk Minum Kopi Saat Perut Kosong, Jangan Menantang Tubuhmu

Verified Writer

L A L A

I fear not the man who has practiced 10,000 kicks once, but I fear the man who has practiced one kick 10,000 times (Bruce Lee)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya