Tingkat Prevalansi Diabetes pada Anak Cukup Tinggi, Mengkhawatirkan!
YLKI dorong percepatan penerapan tarif cukai
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) diperkirakan telah mencapai 19,5 juta dengan peningkatan dua kali lipat pada orang-orang usia muda, menurut data dari International Diet Federation tahun 2021.
Sementara itu Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa 3 dari 10 populasi di Indonesia sudah mengalami obesitas karena konsumsi gula yang berlebihan, membuat mereka terkena diabetes.
Ditemukan juga konsumsi gula penduduk Indonesia tertinggi nomor 3 di ASEAN pada 2022 dengan angka 5,5 persen penduduk yang mengonsumsi lebih dari 50 gram per hari, yang merupakan batasan normal asupan harian gula.
Pada 2019, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan kajian aturan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk menekan laju konsumsi gula berlebih yang dapat menyebabkan diabetes dan prevalensi penyakit menular yang mematikan.
"Melihat beberapa kenyataan tersebut, kami melakukan pemetaan untuk menindaklanjuti penerapan tarif cukai untuk MBDK," ujar Ainul Huda, tim peneliti dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Dalam acara pemaparan survei nasional yang diberi judul "Survei Konsumen Minuman Berpemanis Kemasan dan Kesehatan Masyarakat", YLKI menjelaskan penemuan-penemuannya.
1. Temuan survei
Survei dilakukan di Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Daerah Istimewa Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, dan Kupang.
Adapun sasaran reponden adalah:
- Individu di atas 17 tahun.
- Orang yang mengonsumsi MBDK dalam sebulan terakhir.
- Target sampel dari masing-masing lokasi adalah 80 responden.
Periode pengumpulan datanya sendiri dilakukan dengan wawancara pada periode 4 Juni hingga 18 Juni 2023. Sementara itu, monitoring, verifikasi, dan analisis dilakukan pada 15 sampai 25 Juni 2023.
Hasil survei menemukan bahwa 25,9 persen anak usia di bawah 17 tahun mengonsumsi MBDK setiap hari, yang mana 31,6 persen mengonsumsi 2–6 kali dalam seminggu. Data mengonfirmasi bahwa tingkat prevalansi diabetes pada anak cukup tinggi dan mengkhawatirkan.
"Untuk saat ini kami tidak bisa menyatakan bahwa temuan ini berasosiasi dengan kasus obesitas atau diabetes melitus tipe 2, tapi paling tidak ini bisa jadi pondasi untuk pendalaman atau studi yang lebih komprehensif ke depannya," jelas Ainul.
Terlebih lagi ada cita-cita Indonesia Emas 2045, yang mana generasi anak-anak sekarang akan menjadi sumber daya manusia (SDM) pada waktu tersebut, sehingga pemerintah harus menjaga generasi tersebut.
Survei menemukan faktor penyebab tingginya angka anak-anak yang mengonsumsi MBDK adalah kemudahan akses dalam mendapatkannya, seperti di warung atau toko kelontong sekitar rumah, membuat jarak dan waktu tempuh menjadi singkat. Selain itu juga karena ketiadaan aturan produksi dan distribusi.
Anak-anak dan remaja merupakan konsumen utama MBDK, sehingga menjadi situasi yang sangat mengkhawatirkan terhadap risiko diabetes pada usia muda.
"Regulasi yang mengatur pemasaran produk-produk berpemanis kepada anak-anak dan remaja dapat membantu mengurangi dampak pemasaran yang agresif," ujarnya.