ilustrasi produk perawatan kecantikan (pexels.com/Skylar Kang)
Dijelaskan dalam laman Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia No: HK.00.05.42.1018 tentang Bahan Kosmetik menyantumkan daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan.
Di antaranya penggunaan bahan paraben yaitu nama dagang dari 4-hydroxybenzoic acid, its salt and esters dengan nomor ACD 12 di daftar pengawet.
Dijelaskan bahwa ester adalah methyl, ethyl, propyl, isopropyl, butyl, isobutyl, dan phenyl. Kadar maksimumnya 0,4 persen (asam) untuk ester tunggal serta 0,8 persen (asam) untuk ester campuran yang ditambahkan kedalam sediaan kosmetik dengan tujuan utama untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Sementara itu, penggunaan pengawet paraben sebenarnya mengundang kontroversi karena beberapa penelitian menunjukkan paraben bisa memicu masalah kesehatan serius seperti pencetus kanker dan masalah kesuburan pada pria.
Ada juga penelitian yang dilakukan oleh Kyoto Prefectural University of Medicine, bahwa beberapa jenis paraben yang aman, bisa juga bermutasi menjadi racun berbahaya saat terkena sinar matahari.
Lain halnya dengan para ilmuwan dari Food and Drug Administration (FDA) yang menyatakan paraben aman, tetapi masih dibutuhkan penelitian lanjutan.
Diperkirakan lebih dari 90 persen dari semua produk kosmetik mengandung satu atau lebih paraben. Faktanya, paraben merupakan zat pengawet yang paling banyak digunakan di dunia karena keberhasilannya, rendahnya risiko iritasi yang mungkin timbul, dan stabilitasnya.
Pada dasarnya, setiap bahan kimia yang ditempelkan pada kulit dapat menyebabkan gangguan kulit. Jika aplikasi pertama pada kulit menyebabkan reaksi disebut iritan, kemudian kalau terjadi kelainan setelah pemakaian berulang disebut sensitizer.
Pencetus keracunan, kanker, atau kelainan kulit yang mengancam kesehatan bukan hanya dari paraben saja, tetapi bisa juga dari bahan kimia lain seperti sodium lauryl sulfate (SLS) dan ammonium lauryl sulfate (ALS), propylen glycol, isopropyl alcohol, diethanolamine (DEA), triethanolamine (TEA) dan monoethanolamine (MEA), aluminium, minyak mineral, serta polyethylen glycol (PEG). Penggunaan berlebihan dapat menimbulkan iritasi yang hebat bahkan komplikasi penyakit dalam. Penting diketahui, bahwa paraben bukanlah satu-satunya zat yang memiliki efek estrogenik terhadap tubuh.
Uni Eropa telah sepenuhnya melarang isopropyl- dan isobutylparabens di semua produk perawatan pribadi, dan mereka membatasi jumlah butil- dan propilparaben dalam produk. Sepuluh negara Asia Tenggara ASEAN dan Jepang juga telah membatasi paraben ini.