ilustrasi konsultasi dokter (freepik.com/tirachardz)
Aborsi merupakan suatu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin bisa hidup di luar kandungan dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat badan janin kurang dari 500 mg. Aborsi yang dilakukan secara sengaja disebut sebagai aborsi induksi atau abortus provokatus.
Data statistik di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah menunjukkan 95 persen pasien yang datang konseling adalah untuk konsultasi aborsi, menurut laporan dalam Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia (2016). Maka, dokter harus mempersiapkan diri untuk berdiskusi dan mengedukasi pasien yang menanyakan perihal abortus.
Legalitas aborsi di Indonesia
Menurut hukum di Indonesia, abortus provokatus dapat dibedakan menjadi dua kondisi, yaitu abortus provokatus terapeutik yang tidak mengandung sifat kriminal dan abortus provokatus kriminalis yang memiliki sifat kriminal, dilansir Alomedika.
Abortus provokatus terapeutik biasanya diindikasikan pada kondisi medis yang berbahaya untuk kesehatan dan keselamatan ibu, sementara abortus provokatus kriminalis dilakukan bukan atas indikasi kesehatan namun atas permintaan pasien atau keluarga.
Pengaturan aborsi terkait hal pelaksanaan pengguguran tanpa indikasi medis untuk kesehatan ibu dalam sistem hukum pidana di Indonesia diatur dalam Pasal 299, Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348 dan Pasal 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidan (KUHP).
Dalam KUHP, abortus provocatus criminalis ada dalam Pasal 346 KUHP. Ialah seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Sanksi pidana terhadap perempuan yang menggugurkan kandungannya tercantum pada Pasal 347 KUHP:
- Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
- Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Sanksi bagi pelaku pengguguran kandungan seorang perempuan dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan tercantum pada Pasal 348 KUHP:
- Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
- Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Sementara itu, ketentuan pada Pasal 349 KUHP ialah, jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Selain di dalam KUHP juga telah diundangkannya dalam Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang juga mengatur tindak pidana aborsi yang terdapat dalam Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77. Sanksi pidana bagi pelaku aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Kondisi yang membolehkan tindakan aborsi
Aturan normatif legal formal secara umum melarang tindakan aborsi dengan memberikan ruang darurat untuk kasus-kasus tertentu. Syarat dan ketentuan yang lebih jelas tentang pelaksanaan aborsi yang diizinkan termuat dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan:
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
- Sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
- Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
- Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan.
- Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.
- Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.
Edukasi pasien yang meminta dan menginginkan aborsi
Abortus provokatus bukan solusi tepat dari kehamilan yang tidak diinginkan, mengingat janin yang dikandung mempunyai hak untuk hidup sesuai dengan hukum di Indonesia, apalagi jika tidak ada indikasi kedaruratan medis yang dapat membahayakan ibu. Jalan keluar terbaik adalah dengan memberikan konseling secara khusus dari konselor, dokter umum atau dokter kandungan, maupun dokter psikiatri jika dibutuhkan.
Bahaya aborsi yang tidak aman bisa sangat serius. Tenaga kesehatan harus mampu memberi konseling dengan teknik komunikasi yang efektif pada pasien yang meminta aborsi, tanpa menggurui atau menghakimi.
Tanggung jawab tenaga medis profesional adalah memberikan informasi yang meluruskan terkait keamanan dari tindakan aborsi tanpa indikasi kesehatan ibu, legalitas aborsi di Indonesia, serta menasihati pasien untuk tetap mempertahankan kehamilannya sembari memberi informasi seputar antenatal care yang memadai. Rujukan ke psikiater dapat dilakukan jika ada gejala gangguan psikologis.