ilustrasi stres (pexels.com/David Garrison)
Para peneliti dari University of Virginia School of Medicine memindahkan bakteri usus dari tikus yang stres ke tikus yang bebas kuman. Hasilnya, tikus yang tidak memiliki bakteri Lactobacillus menunjukkan peningkatan respons terhadap stres dan menurunkan tingkat interferon-gamma (terlibat dalam mengatur respons stres).
Apa penjelasan di balik ini? Lactobacillus yang melimpah di usus memengaruhi produksi neurotransmiter seperti serotonin dan asam gamma-aminobutyric (GABA), yang berperan penting dalam pengaturan suasana hati. Selain itu, Lactobacillus juga mengurangi peradangan di usus, yang secara tidak langsung berkontribusi pada peningkatan kesehatan mental.
Dapat disimpulkan bahwa Lactobacillus membantu tubuh mengelola stres serta berpotensi mencegah timbulnya masalah mental, seperti depresi dan kecemasan. Peneliti memproyeksikan bahwa mungkin di masa depan probiotik yang mengandung Lactobacillus menjadi terapi baru untuk mengatasi beberapa jenis gangguan mental.